surabaya

di postingan sebelumnya saya menulis tentang bis dan kesukaan saya menggunakan moda bis dalam travelling. tapi saya juga tak jarang menggunakan kereta dan ada hal-hal menarik yang bisa didapatkan dengan menggunakan kereta. saya pertama kali naik kereta semasa kecil dulu, dari Klaten ke Solo diajak bapak, di Solo keliling kota dengan bis tingkat volvo yang legendaris. rumah di Klaten pun berada tepat di belakang rel kereta, saat sore tiba Bapak pasti mengajak saya ke belakang rumah dan kami berdua menanti kereta lewat.

kadang kereta memang penuh sesak dan terkesan tidak manusiawi, apalagi kereta ekonomi, langsam, atau KRD. tapi justru di kereta seperti itulah saya belajar memanusiakan manusia, belajar tentang memahami manusia dan belajar untuk menghargai setiap detik perjalanan yang dilalui dengan kereta.

saya merasa kosong setiap kali menggunakan kereta eksekutif, duduk, selimut lalu tidur. tidak ada sapa hangat dengan penumpang lain kecuali ucapan basa-basi. hal yang tidak saya dapatkan di kereta ekonomi dan semacamnya. kereta ini walau panas, penuh sesak dan kadang tidak manusiawi karena sampai-sampai ada penumpang yang terpaksa berada di toilet untuk beberapa lama, tapi menyimpan banyak kehangatan karena interaksi sesama penumpangnya.

surabaya

tak jarang penumpang satu sama lain bercakap-cakap hangat, maklumlah kereta ekonomi tidak didesain untuk membuat tidur penumpangnya. jadilah kalau ikut kereta ekonomi malam, maka penumpang akan menghabiskannya dengan bercakap dengan penumpang lainnya.atau sesekali ada cacian massal karena kereta yang lama berangkat atau tiba-tiba lampu dimatikan dan gerbong menjadi gelap gulita.

dari kereta saya belajar tentang kerasnya kehidupan manusia dan memang kereta ekonomi adalah mode termurah masyarakat indonesia bepergian. saya tak bisa membayangkan jika tak ada kereta ekonomi yang semurah itu, mungkin masyarakat indonesia tidak akan bisa bepergian dengan murah.

jembatan cirahong with qalitza

saya pernah bercakap-cakap lama dengan seorang buruh asal Kebumen yang setiap sebulan sekali pulang dari Jakarta. dia menyisihkan setiap rupiah dari peluh keringatnya untuk dibawa pulang ke rumah. dia bercerita sekitar 300 ribu bekal dia untuk pulang, 200 ribu diberikannya pada istrinya dan 100 ribu untuk ongkos pulang pergi. saat pamit keluar di Stasiun Kebumen, waktu itu sudah menjelang shubuh, saat kereta meninggalkan stasiun sekelebat saya melihat bapak itu berjalan keluar stasiun menggandeng istri dan anaknya yang sudah menunggu di stasiun.

dari naik kereta ekonomi saya jadi tahu bahwa sudah terjalin persaudaraan antar sesama pengguna kereta, mereka yang rutin disebut PJKA (Pulang Jumat Kembali Ahad) adalah para pekerja yang rutin menggunakan kereta ekonomi setiap  minggu untuk pulang kampung. dari PJKA ini saya tahu bahwa mereka saling menjaga satu sama lain di gerbong yang mereka tempati dan melindungi hampir semua penumpang yang ada di gerbong itu.

pun dengan berbagai trik curang naik kereta, yah walaupun saya tidak begitu suka melakukannya, tapi yang jelas saya pernah tidak membeli tiket dan langsung saja saya ke restorasi lalu menyogok petugas. cara yang jamak dilakukan oleh para penumpang non tiket. segala rupa penumpang bisa ditemukan di kereta ekonomi, ada yang tertidur di lantai, di rak barang atau tidur sambil berdiri. dengan apapun gaya mereka, mereka menikmati perjalanan dan mencintainya dengan caranya masing-masing.

dalam perjalanan ke Tanah Abang, saya dengan sengaja naik langsam dari Rangkasbitung. betapa saya melihat bahwa kereta memang menjadi gantungan hidup. bahwa di kereta banyak orang berjualan itu wajar. tapi di kereta langsam terdapat juga sayuran yang akan dijual di pasar-pasar di Jakarta dari petani di Rangkas dan atau saya pernah sekali saat pulang kembali dari Tanah Abang ada yang memasukkan kambing ke kereta langsam itu.

jalur kereta Medan.

saya lalu berpikir betapa sebenarnya kereta itu begitu baik kepada manusia. dia menyediakan ruang untuk menggerakkan perekonomian, memberikan ruang untuk bepergian dengan murah meriah membawa manusia menempuh beribu-ribu kilometer jarak tanpa menghabiskan uang banyak dan kereta api akan terus menyusuri rel walaupun dia dirusak, dilempar batu ataupun dicoret moret dengan tulisan vandalisme.

kereta api juga membawa saya menjelajahi tempat-tempat indah di Indonesia. tempat-tempat eksotis yang tidak bisa dilalui dengan bis. entah buah rancangan kolonial yang meletakkan jalur – jalur ke tempat yang eksotis seperti pegunungan di kawasan Purwakarta – Bandung, seolah kereta yang ditumpangi melayang di udara karena jembatan keretanya maha tinggi. kereta ke arah timur juga tak kalah indahnya, suatu kali saat saya ke Malang kereta saya melipir melewati bendung Sutami yang menakjubkan, lalu seketika kereta menerobos gelap menuju terowongan yang panjang.

stasiun / museum KA Ambarawa

tapi tidak hanya bagian indah yang dilalui kereta api, suatu kali hati kita diajak merenung ketika kereta melewati daerah pemukiman kumuh, dengan rumah kardus di kanan-kiri rel. membukakan mata bahwa masih ada yang salah dengan Indonesia. atau suatu kali kereta akan berhenti dan berjubellah pedagang, pengamen dan mereka yang termajinalkan, mereka adalah sosok-sosok yang berusaha keras hanya untuk makan hari ini.

dengan kereta api, romantisme masa lalu masih terbawa hingga sekarang. bersyukurlah karena aset kereta api yang dirintis sejak jaman kolonial belum berubah hingga sekarang. stasiun-stasiun tua dengan arsitektur mempesona, jalanan kereta yang melalui simpul-simpul ekonomi di masa lalu. sesungguhnya masyarakat Indonesia ketika memilih kereta api, sesungguhnya diajari untuk menghargai warisan transportasi yang sudah berabad-abad menyatukan negeri.

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

6 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here