DSCF6521.resized

Kadang memang perlu untuk masuk ke gang-gang sempit dan pengap demi sebuah sajian. Tentu bukan tanpa sebab jika harus repot-repot seperti ini demi menyicip sebuah sajian, pastilah sajian yang menorehkan kenangan. Itulah yang saya lakukan demi menikmati Laksa Lao Hoe Petak Sembilan, demi sajian tersebut saya sudah berangkat pagi-pagi, masuk-keluar gang sampai tersudut ke jalan buntu, hanya untuk satu porsi Laksa.

Laksa sebenarnya bisa ditemui di mana-mana di sepanjang Semenanjung Malaya hingga Nusantara. Singapura misalnya justru lebih terkenal sebagai negeri Laksa, padahal di Indonesia, Laksa juga makanan rakyat. Di Bogor misalnya, Laksa adalah makanan yang diakui sebagai sajian asli Bogor, selain Toge Goreng.

Ragam Laksa di Nusantara sedikit berbeda dengan Laksa Singapura. Jika di Singapura, Laksa kaya dengan seafood dengan rasa yqnt asam, di Indonesia Laksa lebih gurih dengan santan yang dibuat cair. Persamaannya, baik di Singapura maupun Indonesia, Laksa adalah makanan yang berasal dari budaya kuliner peranakan Tionghoa yang mengalami akulturasi dengan kearifan kuliner lokal dan membuat Laksa memiliki ciri khas masing-masing dari daerah asalnya, Laksa Bogor misalnya atau Laksa Betawi.

Namun kenapa Laksa Lao Hoe ini menjadi istimewa? Sehingga harus rela jauh-jauh menyambanginya, itu karena orisinalitasnya. Laksa Lao Hoe berada di pusat pemukiman orang-orang Tionghoa di Jakarta dan Laksa ini tumbuh serta terjaga di kultur aslinya.

DSCF6536.resized

Saya memesan satu porsi Laksa Lao Hoe, sembari menunggu saya menikmati benar bagaimana nuansa peranakan Tionghoa kental di warung Laksa ini. Ornamen-ornamen merah yang bertahan seiring usia warung ini, kiranya sudah satu abad usianya. Ubin warna-warni yang klasik dan altar persembahan di sudut ruangan, rasanya saya terbawa di awal abad ke-19, era di mana Petak Sembilan pernah menjadi sentra bisnis paling ramai di ibukota.

Ci Linda, pemilik kedai Laksa Lao Hoe yang menemani saya menyantap laksa menjelaskan dengan telaten bagaimana Laksa Lao Hoe ini bermula.

β€œLao Hoe dalam bahasa Tionghoa artinya orang tua, adik lihat sendiri kan yang ada di sini semuanya orang-orang tua?”

Satu sendok kuah Laksa yang berwarna kuning emas menemani percakapan, satu sendok pertama yang memberi impresi mendalam, kuah Laksa yang ringan dan wangi daun kemangi.

Laksa yang disajikan di Lao Hoe ini penuh suwiran daging ayam yang halus benar dengan bihun yang sudah direbus hingga lembut. Linda mendapatkan bihun untuk Laksa Lao Hoe dari langganannya di Pasar Petak Sembilan, hanya beberapa ratus meter dari warung yang merangkap tempat tinggalnya ini.

DSCF6507.resized

Suapan kedua, Ci Linda menambahkan cerita,

β€œSaya bikin Laksa sejak tahun 1980-an, masih kaki lima dengan gerobak. Lalu saya berhenti karena ngurus anak, setelah lama berhenti dan anak-anak sudah mandiri, saya coba buka warung Laksa lagi”

Ci Linda yang sekarang sudah 66 tahun melanjutkan cerita, Ia jamin resep Laksa-nya tidak berubah sejak pertama kali membuka warungnya. Orisinalitas resep menjamin rasa Laksa yang tak berubah, memiliki kekhasan dan dua hal itulah yang Linda jaga dari warung laksanya.

Keaslian resep diturunkan dari ibunya yang berasal dari Bogor, maka ini jika dirunut aslinya Laksa Lao Hoe termasuk dalam rumpun Laksa Bogor. Keluarga Ibu Ci Linda sebelumnya memiliki warung di Cibinong di tahun 1940-1950-an.

Ci Linda berbisik, tidak ada resep khusus dalam Laksa-nya, kunci kelezatannya campuran beberapa bumbu dapur, Kunyit, Bawang Merah, Kemiri, Salam, Sereh dan Lengkuas. Jika biasanya Laksa ditebari dengan Ebi, di Lao Hoe Laksanya tanpa Ebi. Dengan takaran yang pas, Ci Linda mengolah Laksa tersebut dan menjadi menu utama warung ini.

DSCF6476.resized

Warung ini ramai setiap hari, Lao Hoe hanya tutup pada hari kamis. Alasannya untuk istirahat, tenaga-tenaga sepuh yang mengelola warung Laksa ini membutuhkan waktu istirahat setiap minggunya.

Pada suapan ketiga, saya merasakan Santan yang ringan merasuk ke lidah. Rasa Laksanya ringan dengan harum yang menari-nari di hidung dan berujung pada rasa bahagia yang turun ke lidah.

Sajian Laksa Lao Hoe ini pas, tidak mewah, tidak terlalu sederhana, pas. Kuah Laksa yang penuh sampai pinggir mangkuk, dengan bihun amat lembut, daging yang halus, bertabur dengan bawang goreng yang kering dan telur rebus yang empuk. Tidak ada topping yang lainnya.

DSCF6498.resized

Pada suapan keempat dan seterusnya, saya terkesan, Laksa ini tak henti menebar aroma harum, Laksa yang ringan dan bisa disantap dengan begitu riang. Laksa yang ceritanya tidak akan habis walaupun sudah disantap hingga tandas.

Laksa Lao Hoe ini bagi Ci Linda adalah upaya berdaya di masa tua, tidak mau menyerah dengan umur dan pikiran yang pikun, bersama suaminya yang berusia 73 tahun Ci Linda mengelola warung ini. Adik dan Kakak Linda pun turut mengelola warung ini, semua sudah lanjut usia.

Walaupun diurus olah orang-orang lanjut usia, warung Lao Hoe diatur dengan rapi. Semua memiliki tugas masing-masing dan menyenangkan melihat bagaimana warung ini dikelola dengan telaten dengan pembagian tugas yang jelas.

Tangan-tangan keriput justru membuat Lao Hoe menjadi mengesankan. Semua diatur dengan kerja sama, suami Ci Linda misalnya membuat seluruh kursi yang ada di Lao Hoe. Ci Linda sendiri berada di belakang meja dapur, meramu kuah Laksa, memilih sajian yang lainnya, menjamin para tamu akan menikmati Laksa nomor satu.

Untuk ukuran warung, Laksa Lao Hoe ini rapi jali, setiap interiornya ditata dengan seksama, kesan peranakannya kental. Walaupun di gang sempit, warung ini bersih sekali, mejanya, lantainya, bersih dan rapi.

Tak heran, Laksa Lao Hoe diminati banyak orang dan perlahan menjadi primadona Petak Sembilan, banyak orang mampir untuk seporsi Laksa yang akan dikenang. Warung ini menjadi klangenan orang-orang yang rindu nuansa masa lalu, bahkan ujar Ci Linda mengatakan pengunjung suka dengan suasana warungnya yang klasik, mengingatkan pada rumah-rumah peranakan tempo dulu.

Beberapa yang datang juga seusia Ci Linda. Mereka bercakap-cakap dengan bahasa Tionghoa, Ci Linda berbisik pada saya, mereka teringat rumah orang tuanya. Wah, menarik, tak hanya Laksa, Lao Hoe juga menawarkan nostalgia.

DSCF6511.resized

Bondan Winarno bilang Mak Nyus pada Laksa ini. Terdapat foto ahli kuliner ini bersama Ci Linda di tembok Lao Hoe, bisa jadi sebagai bukti betapa Laksa ini sangat harus dicoba.

Pada suapan pamungkas saya berkesimpulan, Laksa ini barangkali memang memberi kesan mendalam. Tak ada Laksa yang lengkap seperti Laksa ini, bukan hanya Laksanya, cara pengolahannya, ramuannya, tempatnya semua memberi cerita. Laksa Lao Hoe Petak Semiblan adalah Laksa yang memberikan cerita, bukan hanya Laksa yang bisa dinikmati sambil lalu.

Menikmati Laksa Lao Hoe Petak Sembilan adalah menikmati cerita tentang orang-orang tua di Lao Hoe tidak menyerah dengan usia, cara berdamai dengan usia yang terus bertambah adalah dengan memberdayakan diri. Tetap mengolah rasa, tetap mempertahankan apa yang disebut dengan kelezatan yang lestari.

Tabik.

Laksa Lao Hoe

Jalan Pancoran 5 Nomor 10 (Gang Kecil setelah A&W Petak Sembilan)

Dari pintu masuk Jalan Pancoran 5, Lao Hoe ada di sebelah kanan.

DSCF6465.resized

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

20 KOMENTAR

  1. Saya membaca dari awal hingga akhir, sepertinya setiap suapanmu membuat saya menelan ludah. Santan dan daun kemanginya menggoda banget.

    Karena lokasinya di Gang sempit, saya teringat dengan Bakmi ABOEN di Gang Kelinci Pasar Baru. sayangnya gak sempat singgah karena harus ikut acara walking tour kemarin. Sudah pernah kesana mas?

    • Aboen pernah, memang itu bakmi enak sekali πŸ™‚

      Sempatkan ke Petak Sembilan. Banyak sekali makanan enak dan patut dikunjungi, banyak juga tempat tempat bersejarah di Petak Sembilan.

  2. Mas tahu tempat ini darimana? Saya juga punya tempat kayak gini di Yogya. Harus menelusuri lorong dulu baru ketemu makanannya. Info mulut ke mulut memang powerful yah

  3. ah mas, aku jd pgn blusukan ke petak sembilan demi nemuin ini laksa :).. dr foto aja udh kebayang enaknya… cara kamu ceritain apalagi… aku suka laksa dgn santan ringan begini.. g bikin eneg soalnya

  4. Mantap mas, masuk list yang harus dikunjungi nih.
    Tapi ini halal kan ya mas?
    Selain ke Tak Kie & Lao Hoe ini, yang wajib disambangi tapi halal lainnya apa ya mas?

  5. bagus mas, review restorannya. Ku juga suka bgt hunting restoran & makanan lawas seperti ini.
    Ku naksir bgt sama ubin tegel di restorannya deh.

  6. Kalau boleh tanya, miripkah kuah laksa dengan Kari Mas ?..atau lebih mirip dengan kuah soto santan ?..penasaran nih, tapi di Kot saya nda ada.

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here