DSCF3980
Pengamen di Istanbul

Salah satu hal paling menyenangkan ketika berjalan-jalan bagi saya adalah bertemu orang-orang. Keliatan remeh, namun pengalaman bertemu orang-orang kadang justru mengalahkan rasa kekaguman akan tempat yang dikunjungi.

Orang-orang yang ditemui di perjalanan sesungguhnya adalah aktor utama dalam perjalanan, jika dalam sinema, merekalah tokoh utama sementara saya adalah penikmatnya. Terkadang saking kuatnya pesona orang-orang yang saya temui di perjalanan, saya tak bisa begitu saja melupakannya.

Tapi hey, orang yang saya maksud bisa siapa saja. Bisa saja polisi, bisa saja orang yang lewat begitu saja, bisa juga mbok-mbok penjual nasi pecel yang duduk begitu saja di pinggir jalan. Kita sebut saja orang-orang yang saya temui di perjalanan itu dengan kata “Mereka”.

Orang Ainu di Sapporo
Orang Ainu di Sapporo

Mereka terkadang muncul dalam sosok yang tak terduga dengan cerita yang begitu kaya. Mereka bukan orang bijak terpandang atau tampil rapi layaknya orang berpendidikan, tapi muncul dengan muka lelah dan baju yang lusuh.

Selayaknya pesan orang-orang bijak, jangan menilai orang dari apa yang tampak dari luar, pandanglah apa isinya, renungilah kisah-kisahnya. Terkadang dari tampilan yang apa adanya, muncul kisah-kisah tak terduga. Sesekali dari orang yang tampak biasa-biasa saja ada kebersahajaan yang tak ternilai harganya.

Ibu-ibu bergerombol di Intramuros
Ibu-ibu bergerombol di Intramuros

Mereka bisa siapa saja, bisa saja pejalan kaki yang melintas lewat, bisa penjual minuman yang, bisa tenaga kerja migran. Mereka berwujud tanpa diduga-duga.

Tapi kebanyakan pejalan melewatkan mereka, seolah bukan bagian penting dari perjalanan. Seolah berfoto di lokasi eksotis adalah pencapaian yang paling gigantis. Seperti halnya menilai ukuran perjalanan adalah penuhnya memori kamera yang berisi gambar-gambar yang akan diunggah di sosial media.

Mereka hanyalah pelengkap, seolah tak terlihat juga tak dilirik.

1781999_10202509966969373_421684281_n-1-768x512
Ibu-ibu TKI di Kuala Lumpur

Padahal bayangkan perjalanan tanpa bertemu mereka, tanpa ada interaksi dengan mereka. Kering kerontang, mereka adalah pelengkap perjalanan yang selama ini hanya dinikmati dari interpretasi indera semata.

Bertemu mereka mengasah lidah lebih halus, melatih hati lebih lembut, membuat nalar berpikir lebih lancar, menambah pengalaman, mempertajam intuisi dan menyadarkan bahwa di perjalanan kita tidak pernah sendirian.

Tabik

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

30 KOMENTAR

  1. Setuju. Kadang justru interaksi dengan mereka ini yang bikin pengalaman di jalan lebih tidak terlupakan, dari pada sekedar sampai ke destinasi yang dituju 🙂

  2. Saya justru lebih senang memenuhi memori kamera dan hp dengan wajah-wajah mereka ( dan kadang2 juga sedikit wajah saya, hahaha )

    Saya bahkan bisa duduk berlama-lama di tempat yang bukan ladmark atau khas suatu tempat, hanya untuk melihat orang-orang beraktifitas.
    Bahkan saya lebih ingat orang-orang yang berinteraksi dengan saya di suatu negara/kota ketimbang tempat yang saya kunjungi. Apalagi kalau berkunjung ke tempat yang bahasanya asing, berinteraksi dengan manusianya selalu unik dan terkenang, seperti di China. Meski banyak yang tidak suka dengan masyarakat China daratan, saya justru menemukan banyak keunikan dari mereka.

    Aih, jadi rindu jalan-jalan :”)

  3. Setuju bang. Setiap kali melakukan perjalanan, saya selalu bertemu dengan orang2 mengagumkan. Dari seorang supir truk, saya mendapat cerita luar biasa tentang bagiamana dia sukses mengantarkan anaknya menjadi seorang manager di sebuah pabrik farmasi. Dari seorang tua yang sederhana yang saya temui di kereta, saya terkejut bahwa ia pensiunan BI dengan pengetahuan yang luar biasa. Mereka inilah cerita yang membuat perjalanan kita menjadi betul-betul hidup dan memorable 🙂

  4. Beberapa kali sejak tahun 2006 saya dan teman kuliah saya kalo maen pasti menyempatkan mampir di rumah penduduk yang berjualan dan tidak jarang menginap juga..

    entah kenapa banyak diantara mereka mengajarkan mengenai ketulusan kepada saya.

    Tulisan yang menarik mas

  5. Saya menyebut setiap perjumpaan itu sebagai Labirin Bahagia, sebuah atmosfer yang tersedia cuma-cuma, di mana saja, kapan saja, oleh siapa saja.
    Bukankah hidup menjadi lebih hidup saat kita memasuki atmosfer itu….

  6. Baca ini jadi geregetan pengen jalan, Mas! Haha. Iya, sependapat, Mas! Perjalanan yang kita lakuin pastinya ga bisa dilepasin dari orang-orang yang ada di sepanjang perjalanan, atau bisa juga di tempat tujuan. Berinteraksi sama mereka, ga cuma bikin perjalanan jadi ga menjenuhkan, tapi juga bisa bikin perjalanan makin seru. Ada cerita lain yang kita nikmatin.

  7. Banyak cerita yang penuh kejutan dapat ditemui dari perbincangan dengan “mereka”, hal yang menarik bagi saya adalah cara mereka melihat hidup dan sumber kebahagiaan dalam kehidupan mereka.

  8. Baca tulisan ini benar-benar sesuai dengan apa yang saya rasakan mengenai makna dari sebuah perjalanan, sederhanyana sebuah jalanan. Terutama untuk yg sedang ingin mendalami fotografi jalanan, bukan hanya asal jepret di jalanan, tapi lebih dari itu. Bagaimana kita bertemu dengan orang baru, berinteraksi dengan mereka, meminta izin untuk difoto, tidak sekedar jepret lalu melengos tanpa senyum 🙂

  9. saya juga sepakat dengan kata orang-orang bijak tentang jangan menilai orang dari penampilan ataupun tampak luarnya. saya sedih membaca kalimat itu, karena saya dulu sempat diremehkan 🙁

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here