Indonesia dengan berbagai macam ragam budaya di setiap daerahnya, memilik kekhasan budaya yang unik dan tidak akan ditemui di negara lain di dunia. kekhasan budaya ini berakar dari tradisi lokal sejak berabad-abad lampau yang dipegang teguh hingga sekarang sehingga menjadi kearifan lokal yang berharga.

Ada beberapa contoh beberapa masyarakat adat yang senantiasa menjaga kearifan lokal yang turun temurun tersebut. contoh yang paling terkenal adalah Kaum Baduy di Banten, lalu ada Suku Boti di NTT, sub suku Samin di perbatasan Jawa Tengah – Jawa Timur, Suku Mentawai di Sumatera Barat, Masyarakat Adat Kampung Naga di Tasikmalaya dan lain sebagainya.

Di Garut pun terdapat satu kampung adat yang masih memegang teguh adat dan menjalankan kearifan lokal tersebut sampai sekarang, namanya Masyarakat Adat Kampung Pulo. lokasinya ada di pulau kecil di Situ Cangkuang, Garut. Situ ini terletak di Kecamatan Leles, bisa dicapai 1, 5 jam perjalanan dari Bandung atau 30 menit dari Garut.

Untuk mencapai kawasan ini sangat mudah bisa ditempuh dari ruas jalan utama Garut – Bandung, begitu sampai di Alun-alun Leles terdapat jalan masuk menuju Situ Cangkuang. kira-kira 15 menit dari alun-alun Leles bisa ditemui Situ Cangkuang.

Untuk menikmati Situ, bisa dengan rakit-rakit yang sudah tersedia disana dan bisa langsung menyeberang ke Pulau untuk menuju Kampung Adat Pulo. sebenarnya selain Kampung Adat, terdapat juga sebuah candi yang diberi nama Candi Cangkuang.

Tak jauh dari Candi inilah terletak Kampung Adat Pulo. di Kampung adat ini berjajar  6 rumah dan 1 masjid berfondasi batu dengan konstruksi kayu, berdinding bambu dan beratap genting tanah liat. ada 6 rumah disini yang tersusun berhadap-hadapan, semua rumah disini dicat dengan warna putih, seragam. dibagian tengah perkampungan terdapat masjid kecil yang digunakan sebagai tempat ibadah masyarakat adat. posisi rumah adat di Kampung Pulo tergambar seperti di bawah ini, nomor 1 adalah rumah kuncen, dan nomor 7 adalah masjid, sedangkan sisanya adalah rumah yang dihuni masyarakat adat Kampung Pulo dan jumlah rumah disini tidak boleh ditambah dan dikurangi.

Menurut sejarah, penduduk kampung ini dahulunya beragama Hindu. kemudian di abad 16 seorang prajurit Kerajaan Mataram Islam dibawah pimpinan Sultan Agung datang ke kampung ini setelah kalah saat menyerbu Batavia. karena malu kepada Sultan Agung maka prajurit itu tidak kembali ke Mataram den memilih menetap disini. prajurit tersebut kelak menjadi leluhur Kampung Pulo dan dikenal dengan nama Embah Dalem Arief Muhammad.

Disini Embah Arief Muhammad kemudian menyebarkan agama Islam hingga akhir hayatnya. di akhir hayatnya Embah Arief Muhammad meninggalkan 6 orang anak, yang lalu disimbolkan menjadi jumlah rumah di Perkampungan ini. aturan yang berlaku di Kampung ini pun berkaitan dengan banyaknya rumah yang terdapat disini. aturan adat menyatakan bahwa mereka yang tinggal di rumah ini tidak boleh melebihi 6 kepala keluarga. lalu ada aturan bagi lelaki yang sudah menikah, mereka harus meninggalkan rumah dan kawasan kampung Pulo ini. selain itu ada beberapa aturan adat yang harus dipatuhi, diantaranya tidak boleh memelihara binatang berkaki empat serta masih banyak aturan – aturan lainnya.

Mungkin dulu saat menyebarkan Islam disini, Embah Dalem Muhammad menggunakan metode yang sama dengan Sunan Kalijaga, karena di Kampung Adat ini walaupun 100 % beragama Islam namun masih ada ritual – ritual adat yang mirip dengan ritual adat agama Hindu.

Bagi saya dengan kekayaan berupa kearifan lokal ini, Kampung Pulo bisa tetap kukuh di tengah terpaan jaman yang kian maju. Keteguhan memegang adat adalah kekayaan bangsa Indonesia yang tidak tergantikan.

tambahan referensi : http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=28&lang=id

This slideshow requires JavaScript.

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

2 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here