adalah keputusan gila ketika saya, nina, usop dan nara memutuskan ke Banyuwangi untuk menghadiri pernikahan sahabat semasa kuliah, isma. sebenarnya bermotor ke Banyuwangi adalah opsi terakhir karena nara sudah menempuh perjalanan dari Sumbawa melewati Lombok terus ke Bali. saat itu kami sudah memilih berbagai macam opsi, seperti sewa mobil, tapi hasilnya nihil. beberapa rental yang kami hubungi kosong dan tidak ada stok mobil.

sembari menunggu nara yang datang dari Sumbawa akhirnya saya, nina dan usop memutuskan lebih baik naik motor daripada bingung. go show, dengan keputusan singkat akhirnya saya packing ulang barang dari carrier saya letakkan ke backpack yang saya pinjam dari nina. akhirnya setelah jumatan kami berempat berangkat ke Banyuwangi. formasinya saya – usop, sementara nina dengan nara.

Nara, Nina, Saya dan Usop.

Jalur yang diambil adalah Denpasar – Gilimanuk via Negara, berarti sepanjang siang sampai sore kami berempat akan menyusuri pesisir barat Pulau Bali. itu adalah pilihan tercepat den terlogis untuk sampai ke Banyuwangi hari itu juga. estimasi perjalanan kemungkinan sekitar 2 jam.

tapi estimasi tinggal estimasi, kami berempat justru nyantai. terlebih mengingat nara sudah road trip dari Sumbawa ke Bali sendirian, jadi terbayang lelahnya. ini masih dilanjut road trip ke ujung Jawa. akhirnya perjalanan bisa Denpasar – Gilimanuk memakan waktu sekitar 4 jam.

perjalanan lumayan berat karena lawan kami di jalanan adalah truk antar propinsi dan bus pariwisata. agak jeri juga melihat kendaraan-kendaraan raksasa mengular sepanjang jalan, sementara kami seperti cacing diantara ular-ular itu. jalannya bagus, mulus dengan pemandangan indah khas bali, namun yang membuat kami senang adalah jalannya menantan, berkelak-kelok naik turun. cukup membuat adrenaline melonjak.

Nina dan Nara
Nara dan Plat Sumbawa-nya

memang di beberapa titik kami bisa membalap motor sekencang mungkin saking sepinya jalan, tapi di beberapa titik kemudian tersendat karena bertemu truk dan bus. tapi saya benar-benar menikmati perjalanan ini, bermotor bersama sahabat. benar-benar pengalaman yang tidak akan saya lupakan.

di perjalanan kami sempat transit beberapa kali, terutama untuk menunaikan shalat ashar dan maghrib. sempat mampir sekali di perbatasan Kabupaten Negara untuk menikmati sunset. Bali memang sedap dinikmati dengan bermotor.

dan sampailah kami di pelabuhan Gilimanuk sekitar jam 7 malam, sudah gelap tapi pelabuhan masih ramai. segera kami memasuki pelabuhan dan langsung memasukkan motor ke dalam ferry. sesudah itu kami menuju dek dan bersantai sambil menikmati kapal yang meninggalkan Gilimanuk menuju Ketapang.

Motor vs Truk
ini pas jalanan sepi
ini pas nunggu sunset

tiba di Banyuwangi kami dijemput yoga, salah satu kawan seangkatan saat kuliah dan segera diantar menuju rumah kerabat isma untuk beristirahat. setelah lelah bermotor 4 jam lebih akhirnya kami bisa beristirahat. betul saja begitu melihat kasur, satu persatu langsung terlelap ke alam mimpi.

paginya kami sudah bersiap untuk menghadiri akad nikah. pagi-pagi sekali, karena Banyuwangi pun masih berkabut dan dingin. kami berombongan akan menuju Temuguruh, sebuah desa di Banyuwangi, tempat kelahiran Isma sang pengantin yang akan disunting oleh Ubay, jejaka asli . jaraknya sekitar setengah jam dari Kota Banyuwangi.

bermotor menuju Temuguruh sangat menyenangkan. jalanannya sepi dan tenang. terlihat beberapa kali panorama Gunung Raung di kejauhan. menuju Temuguruh saya mencatat banyak sekali bangunan era kolonial. mungkin di era lama daerah ini daerah perkebunan yang dikelola Belanda, entah saya hanya bisa menduga.

Temuguruh sendiri saya juluki desa yang melawan waktu. di era modernisasi seperti ini, para penduduk disana seolah terhenti di era tahun 70-an. kehidupannya tenang, damai dan mirip era 70-an memang. sebuah antitesis dari desa yang hiruk pikuk, sebuah antonim dari kehidupan di kota yang ramai.

menuju temuguruh.

seusai acara pernikahan isma dan ubay, kami berempat ke Alas Purwo. bergabung dengan teman-teman lain dari kampus yang ikut datang ke Banyuwangi. sempat mengunjungi Blok Bedul, sebuah kompleks hutan mangrove di sudut Alas Purwo. disini saya sempat takjub melihat ada kerbau yang sebesar banteng berjalan dengan santainya di hutan.

kami menikmati Bedul sampai matahari tenggelam, lalu balik ke Banyuwangi. Kami harus balik ke Bali malam itu juga karena Nara masih harus kembali lagi ke Sumbawa. begitu tiba di Banyuwangi kami hanya sempat bersih-bersih kemudian berkemas dan kembali bermotor menuju Bali.

arloji menunjukkan jam 10 malam saat kapal meninggalkan Ketapang menuju Gilimanuk. sebenarnya saya sempat gentar juga saat memutuskan balik malam itu. karena jalan yang ditempuh akan sangat sepi dan itu ditempuh malam hari, hampir tengah malam. namun saya menguatkan diri dan berdoa saja semoga tidak terjadi apa-apa di jalan.

hampir tengah malam saat kapal sandar di Gilimanuk. dan kami berempat segera kembali menyusuri jalanan Bali menuju Denpasar. badan sudah capek, mata sudah susah melek dan hawa dingin sudah menusuk tulang. dengan pelan – pelan kami berempat melaju menuju Denpasar.

Jalanan super sepi, saya tidak bertemu dengan kendaraan apapun. kondisi ini berlangsung dari Gilimanuk sampai Negara. benar-benar tidak ada siapa-siapa di jalan kecuali kami berempat. dan yang membuat saya was-was adalah jika terjadi apa-apa saya tidak bertemu siapapun yang bisa dimintai pertolongan.

jalan berkelak-kelok dengan pohon yang rimbun cukup menyulitkan. kantuk pun menyerang dengan hebat, saya sampai berganti kemudi beberapa kali dengan usop yang juga sama – sama terserang kantuk. lepas Negara giliran saya yang mengemudi dan Usop membonceng, itu karena beberapa kali Usop hilang kendali, motor yang dikemudikan usop sempoyongan dan beberapa kali ke tengah, pertanda usop sudah mulai hilang konsentrasi . sementara Nara dan Nina tetap dalam formasi yang sama.

saya bingung kenapa nara selalu mengambil jalur tengah saat mengendarai motor, hampir ke marka. saya pikir hebat sekali kewaspadaan dan staminanya. berkelak-kelok dengan lincah. saya pun akhirnya mengikuti dia di belakang, menjadikan nara sebagai pemandu.

saya ampun-ampunan menahan kantuk di belakang kemudi. usop pun bahkan menepuk-nepuk saya supaya tetap konsentrasi. bermotor di malam hari setelah hampir sehari semalam non stop ada kegiatan tanpa istirahat rasanya sudah membuat stamina saya melorot habis-habisan.

sampai suatu ketika saya melihat patung kerbau besar sekali dan gapura maha besar. saya bertanya pada usop, “kita nyasar ya?kog ada gapura?kayaknya kita ga lewat deh?” jawab usop, “mana gapura?itu kan pepohonan”. rupanya saya sudah berhalusinasi, dan itu berarti konsentrasi saya sudah sangat drop. akhirnya saya menyerahkan kemudi pada usop dan mempercayakannya sampai Denpasar.

Dari jam 11.30 di Gilimanuk saya sampai Denpasar jam 04.00 pagi. dalam kondisi badan yang sudah hancur-hancuran. bahkan begitu sampai dan melihat kasur saya sudah tak kuasa menahan kantuk, sampai-sampai lupa bersih-bersih badan. dalam kondisi badan yang sudah sangat drop karena digempur angin jalanan saya ambruk dan tertidur.

di kapal penyeberangan, Nina dan Nara.
saya dan usop
Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

6 KOMENTAR

  1. jadi inget trip bikepacking kmrin, rutenya g jauh sih sebenernya dari rumah di pondok aren ke bogor (eh malah bablas sampe lido di jl raya sukabumi yg muacetnya luar biasa parah dan jalanan rusak juga, lawannya truk2 guede yg ngangkut aqua, dan bus2)

  2. Huahahahha! Ini juga ngingetin trip saya sama temen saya pertengahan Mei kemarin. Berdua nge-ride dari Bekasi ke Ujung genteng nih, di motor 12 Jam! Hahahah..Untung saya cuma jadi boncengers (karena yang bonceng gak mau gantian LOL)..

    Kayaknya eksplore bali dengan motor itu bener-bener harus dicoba. 🙂

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here