sebagai seorang asing di negara orang yang notabene bukan negara muslim maka hal pertama yang saya lakukan adalah mencari saudara seiman di negara tersebut. alhamdulillah saya dipertemukan dengan keluarga mas ganjar, mbak dina dan luna. berawal dari kawan ACI, Andi yang mengenalkan saya dengan kakaknya mbak Faozia Dina yang tinggal di Jepang, akhirnya saya mendapatkan bantuan tak terkira selama di Jepang.

mas ganjar sekeluarga memberikan tumpangan selama 2 hari di Jepang di rumahnya yang berada di daerah sejuk di Fuchu, bagian Tokyo yang masih merupakan kawasan sepi dan sangat nyaman untuk tinggal. mbak Dina memberikan petunjuk tentang masjid-masjid yang bisa saya kunjungi selama di Jepang kemudian tips untuk memilih makanan yang halal yang bisa saya santap selama di Jepang.

mungkin memang benar, solidaritas keislaman kita akan semakin menguat apabila kita berada di negara minoritas. dan seperti itulah yang saya rasakan. menjadi seorang minoritas di negara non muslim walaupun sebentar membuka mata saya bahwa sebagai minoritas saya diperlakukan begitu baik selama di Jepang.

saya dan rekan seperjalanan saya, Adit sholat di tempat yang memungkinkan kami shalat. Tidak diganggu siapapun, shalat di bandara, di stasiun, di taman kami sholat dengan khusyuk. Bahkan saat di Bandara Haneda petugas information centre mempersilahkan kami shalat di mana saja karane di Haneda tidak ada ruangan ibadah.

sekali waktu saya shalat maghrib di Stasiun Shinjuku yang ramai. menggelar sajadah di sudut antara loker-loker yang berjajar pada saat rush hour dimana manusia hilirmudik tiada henti. Tidak ada yang mengganggu kami, sesekali mungkin ada yang heran dan berhenti sejenak memandang heran pada aktivitas shalat, selebihnya tidak.

begitulah orang Jepang, mereka tidak akan mengganggu orang lain. mungkin sesekali ada yang berhenti, itu hanya karena mereka baru pertama kali melihat orang shalat, selebihnya mereka akan memberikan ruang pada kami untuk melakukan ibadah.

Pengalaman lain adalah saat di stasiun Saga Arashiyama, Kyoto. stasiun ini adalah stasiun lama yang sekarang digunakan untuk trayek kereta wisata. kami mencari tempat shalat yang memungkinkan dan akhirnya shalat di peron stasiun yang sepi. kemudian ada petugas stasiun yang memanggil saya, tidak mengusir namun sambil menundukkan kepala meminta maaf dia memohon kami agar jangan shalat di peron karena karena akan disterilkan, kemudian dia mempersilahkan kami shalat dimana saja di stasiun.

saya bahkan tidak menemukan hal itu di negeri sendiri yang mayoritas muslim. bahkan untuk shalat di tempat perbelanjaan yang besarnya minta ampun kadang hanya menemui mushola yang kecilnya mungkin tidak sampai 1 % dari luas tempat perbelanjaan tersebut dan di tempat yang kadang tersembunyi.

Shalat jumat paling berkesan dan membuat saya haru setengah mati justru saya rasakan saat di Osaka. Awalnya kami mencari dimana bisa shalat jumat dan menemukan alamat masjid yang lokasinya agak jauh dari stasiun Osaka. kami tiba di Osaka sekitar pukul 11.30 dan menurut website masjid Osaka tersebut waktu dhuhur adalah pukul 11.44, dalam hati saya sudah pasrah jika tidak bisa jumatan.

dengan langkah pasrah dan gontai saya berdua tetap melangkahkan kaki menuju masjid, walaupun mungkin nantinya saya tidak bisa shalat jumat minimal bisa shalat dhuhur dan ashar sekalian. setiba di masjid central Osaka sudah jam setengah satu dan masjid masih sepi, saya masuk meletakkan tas dan sandal, saat tiba-tiba dari belakang ada sapaan hangat “Assalamualaykum..”

“Waalaykumsalam warahmatullah wabarakatuh” jawab saya. ternyata yang membuka salam adalah seorang india dengan senyum lebar. Saya pun menanyakan tentang kapan dimulainya shalat jumat, apakah sudah selesai? dengan berbinar – binar dia berkata “don’t worry my brother, the jumuah will start at 13.00 pm in English khutbah and 13.40 in Arabic khutbah and the pray will begin at 13.50”

Alhamdulillah ternyata kami belum telat untuk shalat jumat, kemudian saya bertanya sedikit tentang Osaka dan pemuda India tersebut memberi kami petunjuk rute selama di Osaka dan bahkan dia berjanji akan menemani kami jalan-jalan dan dimintanya kami menemuinya di pintu masjid selepas shalat jumat.

Suasana di Masjid sangat hening, begitu kami masuk khutbah belum dimulai. Namun jamaah sudah banyak yang melingkar di shaf terdepan. Tidak seperti di Indonesia dimana masjid memiliki mimbar yang besar, di Osaka masjidnya tanpa mimbar, hanya sebuah kursi tempat duduk khatib dan imam. Khatib berkhutbah dengan suara yang tenang, intonasi yang jelas namun lembut.

Sang khatib yang saya duga mungkin dari Pakistan entah India memberikan khutbah jumat tentang Idul Adha, haji dan janji Allah pada mereka yang menjalankan puasa sunnah sebelum Idul Adha. Khutbahnya sangat jelas, tidak bertele-tele ataupun bernada provokatif.

Kemudian jamaah mulai memenuhi masjid sekitar 30 menit sebelum waktu shalat jumat tiba dan muadzin mulai mengumandangkan adzan. Sang muadzin yang berwajah melayu, entah Indonesia entah Malaysia mengumandangkan adzan tanpa pengeras suara, namun suaranya tegas dan jelas menembus relung-relung hati jamaah.

Kemudian khatib melanjutkan khutbah dalam bahasa arab, untuk 2 khutbah dalam bahasa arab durasinya pendek, hanya 10 menit dan lalu iqamah dilantunkan pertanda shalat jumat akan segera dilaksanakan. Segera manusia dari berbagai bangsa berdiri dan berbaris sesuai shaf, India, Jepang, Malaysia, Indonesia, Ghana, Senegal, Pakistan, Srilanka semua menjadi satu bertakbir bersama di Jumat itu.

bagi saya ini shalat jumat yang paling magis yang pernah saya alami selama ini, imam yang memimpin membaca ayat ayat Allah dikala shalat dengan tartil dan jelas. Sungguh membuat merinding.

Dan di saat shalat selesai saya baru menyadari bahwa sang imam tidak membaca surat-surat yang panjang, dia membaca surat-surat pendek. Dan itu adalah cerminan seorang imam yang tidak membebani jamaahnya yang sudah meluangkan waktu untuk menunaikan shalat jumat.

Selepas shalat jumat sesuai janji dengan pemuda India yang saya temui sebelum shalat kami berjumpa di pintu masjid, dia akan mengantarkan kami jalan-jalan keliling Osaka. Sungguh pertolongan Allah sungguh nyata saat itu. Kami bisa shalat jumat, dipertemukan seorang saudara muslim yang sangat baik yang mengantar kami berkeliling Osaka.

Abdullah Naseth namanya, pemuda asal India selatan yang sedang menuntut ilmu di Jepang mengantar kami ke stasiun bahkan sampai ke stasiun Universal City tempat kami berdua akan turun. Abdullah menjelaskan bahwa akan sangat sulit sekali menjadi seorang muslim di Jepang namun pertolongan Allah itu akan selalu ada.

Dia menceritakan bahwa kesulitan utama adalah menemukan makanan halal. Mungkin jika menghindari babi selesai masalah, namun dia melanjutkan bukankah aspek kehalalan juga dinilai dari bagaimana menyembelih sebuah binatang? jadi hampir seluruh daging selama di Jepang tidak ia santap, baik sapi maupun ayam. Kecuali daging tuna dan daging yang ia beli di Halal Food atau Halalan Restaurant.

Menjadi muslim di negara Jepang memang berat, namun bagi Naseth itu adalah keberkahan tersendiri, dia memiliki banyak saudara yang sangat solider satu sama lain. Memang begitupun yang saya rasakan. saya merasa solidaritas dan kekeluargaan sesama muslim begitu terasa disini. setiap muslim saling kenal, tahu nama, pekerjaannya, asal negaranya dan saling sapa dengan salam “Assalamulaykum My Brother”

“Assalamulaykum My Brother” adalah sapaan hangat selama saya menunaikan shalat jumat di Osaka, bahkan selanjutnya setiap kali bertemu sesama muslim di Jepang salam ini menjadi salam khas sesama muslim. Ini merupakan perwujudan dari Kalam Alloh di Surat Al Hujurat ayat 10 : “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara”. Di Jepang persaudaraan sesama muslim memang sangat kental.

Indah sekali, saling sapa sesama muslim yang tidak kenal satu sama lain. Saya yang notabene terhitung baru dan hanya mampir sholat jumat diterima dengan hangat dan bahkan mendapatkan saudara sesama muslim yang begitu baik. Sungguh Alloh sangat baik pada saya dalam perjalanan ini dan memberikan saya pertolongan yang luar biasa besar. Dari yang awalnya saya bahkan sudah pasrah untuk tidak mengikuti shalat jumat, sampai diberikan kesempatan ikut shalat jumat berjamaah dan diberikan saudara seiman yang begitu baik.

Tidak sekali ini saya bertemu saudara sesama muslim. Yang paling berkesan adalah saat perjalanan panjang saya menuju Kamakura, kembali Alloh mempertemukan saya dengan saudara seiman. Ceritanya saya baru saja sampai Tokyo setelah menempuh perjalanan panjang semalaman dari Osaka. Di Tokyo masih setengah tujuh pagi saat saya sudah menumpang Enoshima – Kamakura Train dari stasiun Shinjuku.

Demi sebuah impian ke Kamakura saya pergi dalam keadaan kelaparan dan kelelahan, walhasil selama 2 perjalanan di kereta saya hanya terpekur, tertunduk menahan lapar. Sampai di Kamakura sudah jam 9 pagi dan saya berjalan tersaruk-saruk menuju Great Budha Daibutsu Temple, perut saya saat itu hanya terisi sebotol air putih dari vending machine.

Sampai akhirnya mata saya tertumbuk pada papan nama “Kebab Kamakura”, harganya pun murah benar! hanya 180 yen. dengan ragu-ragu saya bertanya kepada bapak-bapak penjaga toko. “is there any Kebab for me sir?” 

bapak-bapak berwajah Arabian itu menjawab “okay, but wait for a moment or you go to temple first and will prepare a Kebab for you.”

Saya jawab “Okay sir, i’ll go to temple first. but i am sorry are you a moslem?”

Beliau menjawab “of course! i am moslem from Marocco”

lalu saya mengucap salam “Assalamualaykum, my name Farchan, Moslem from Indonesia”

dan apa yang terjadi selanjutnya, dia menjabat tangan saya erat dan memeluk hangat sambil tersenyum lebar dan mata yang berbinar-binar “Waalaykumsalam my brother, Waalaykumsalam warahmatullah wabarakatuh..”

Bapak penjual kebab yang akhirnya saya ketahui bernama Muhammad itu memeluk dan menyambut saya seolah seperti saudara yang sudah lama tidak bertemu. Sungguh saya terharu sekali dan sangat bersyukur oleh Alloh dipertemukan dengan bapak Muhammad, kemudian Pak Muhammad berjanji akan membuatkan Kebab untuk saya selama saya mengunjungi Great Budha Daibutsu Temple.

Alloh is Ahad. Alloh. Ahad.

Pak Muhammad sudah menunggu saya di depan kedai kebabnya, menunggu saya dari temple. dan mempersilahkan masuk dan duduk di meja makan. Sambil meracik kebab, dia berkata “because you are my brother, i will give you extra special Kebab, larger than ordinary kebab with same price. You must be hungry right?”

Alhamdulillah, dalam hati saya dan saya hanya bisa mengucap terima kasih kepada Pak Muhammad. Bagi saya pertolongan Alloh sungguh nyata, selain saya bisa menikmati makanan halal sekaligus mengenyangkan saya dipertemukan kembali dengan satu saudara baru.

Pak Muhammad sudah berusia 65 tahun dan bermukim di Jepang sejak 30 tahun lalu. Istrinya asli Jepang, beliau bertemu dengan istrinya di Perancis kemudian berkeluarga dan memutuskan ikut istrinya ke Jepang setelah beliau memiliki 3 orang anak. Ketiga anaknya sekarang berada di Canada, seorang menjadi seorang Profesor, seorang lagi seorang Ahli IT dan anak bungsunya mengikuti jejak bapaknya, menjadi seorang pengusaha Kebab di Kanada.

Pak Muhammad adalah seorang muslim yang taat, dia masih menyimpan keinginan untuk berhaji. Seperti kebiasaan di kampung halamannya di Maroko, seseorang yang berhaji biasanya adalah mereka yang sudah mencapai usia 70 tahun dan haji di Maroko adalah puncak spiritualitas tertinggi seseorang, sehingga setelah berhaji seseorang tidak diperkenankan menjalani hal-hal keduniawian termasuk berdagang, begitu penuturan Pak Muhammad.

Kemudian Pak Muhammad bertanya pada saya “You understand arabic?”
Saya jawab : “Sure sir”

Dan Pak Muhammad mengacungkan telunjuknya ke atas sambil berkata “My brother, do you know what is this? this is the symbol of Laa Ilaaha Illallah

“Alloh is Ahad. Alloh. Ahad. So just believe in Alloh and Alloh will protect you during your journey, Alloh will guide you always. Just believe it my brother.”

Saya sampai berkaca-kaca saat Pak Muhammad berkata hal tersebut. Ya, saya tidak perlu khawatir, dalam perjalanan ini Alloh akan selalu menjaga keselamatan saya dan Alloh akan selalu menolong hambaNya dimanapun hambaNya berada. Sebuah pesan dari Pak Muhammad yang akan selalu saya ingat dalam-dalam.

Beliau kemudian menuturkan betapa kehidupan muslim di Jepang yang indah, yang begitu diterima oleh masyarakat Jepang. Kesulitan beliau hanya satu, saat shalat jumat. Di Kamakura populasi Muslim tidak sampai 6 orang termasuk Pak Muhammad dan istrinya, itu berarti belum cukup untuk mengadakan shalat jumat berjamaah, sehingga dia harus ke Tokyo dan itu butuh waktu berjam-jam.

Jadilah Pak Muhammad tidak setiap saat shalat jumat ke Tokyo, saat-saat tertentu saja. Tapi sambil tersenyum Pak Muhammad kembali mengajarkan sesuatu yang membuat saya merenung “Alloh knows our difficulties. Don’t worry, Alloh knows. That’s okay.”

Apa yang Pak Muhammad katakan adalah bukti tertinggi kepasrahan dia kepada Alloh. Dia tahu Alloh memahami apa kesulitannya, tapi itu tak membuat Pak Muhammad kendor, dia tetap beribadah seperti apa yang dia yakini dan menyerahkan sisa urusannya kepada Alloh.

Saya tahu, ini pasti bukan sebuah kebetulan. Alloh pasti punya rencana lain saat mempertemukan saya dengan Pak Muhammad. Tapi saya sangat bersyukur bahwa dalam perjalanan ini saya merasakan sebenar-benarnya pertolongan Alloh dan dipertemukan dengan saudara-saudara sesama muslim yang membantu saya.

Saya utarakan bahwa saya harus sudah ada di Tokyo sebelum jam 1 siang kepada Pak Muhammad dan mohon pamit. Sebelum bergegas, saya ditahan oleh Pak Muhammad dan beliau membuatkan saya rute tercepat menuju Tokyo lengkap dengan peta dan keterangan nama stasiun. Subhanalloh. Subhanalloh. saya tidak bisa mengucap kata lain, pertolongan yang ia berikan melebihi apa yang saya harapkan.

Sebelum berpisah dia berpesan “Insya Alloh we can meet again sometimes. Insya Alloh”

Dan saya akan selalu ingat pesannya “Alloh is Ahad. Alloh. Ahad”

Setelah bertemu dengan Pak Muhammad, saya masih sempat bertemu dengan 2 orang penjual Kebab asal Turki di Taman Yoyogi, Shibuya. Sama dengan Pak Muhammad dan Abdullah, mereka pun menyapa hangat dengan panggilan brother kepada saya, semacam sudah kesepakatan umum setelah mengucap salam, maka akan terlontar kata brother. Seolah brother adalah penegas persaudaraan sesama muslim.

Sesungguhnya melalui perjalanan kali ini tidak sekadar perjalanannya saja yang saya nikmati. Momen-momen yang menyentuh kalbu seperti inilah yang selalu saya tunggu di setiap perjalanan, nilai-nilai yang bisa saya ambil dari sosok-sosok yang saya temui di sepanjang perjalanan adalah makna dari perjalanan-perjalanan yang saya lakukan.

Di Jepang, saya menemukan sisi lain menjadi seorang muslim. Menjadi minoritas dalam artian sesungguhnya yang membuka mata saya. Membuka mata bahwa saat menjadi mayoritas kita tak harus menjadi persona yang semena-mena. Menjadi seorang pejalan pun membawa saya kepada pemahaman mengenai Islam dari jalanan, dari pertemuan dengan orang-orang dan saya percaya inilah salah satu cara Alloh mengajari hambaNya mengenai makna menjadi seorang muslim yang sesungguhnya.

Tabik!

 

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

54 KOMENTAR

  1. Bener jon. Di negara-negara yang bukan mayoritas Muslim mereka malah menaruh respek tinggi. Dulu pas di Thailand, gampang banget cari tempat sholat di area pameran. Petunjuknya gede. tempatnya bersih. Begitu juga di MBK (yah kalo di Indonesia sekelas ITC-ITC gitu lah). Petunjuk ke mushola ada di setiap lantai. Disini? mall segede alaihim tempat sholatnya amit-amit

    • yak benar..paling cuma beberapa mall yang tempat shalatnya cukup representatif..lainnya ya ala kadarnya..bahkan kadang cuma numpang di sudut tempat parkir.
      🙁

  2. touching mengharubiru bikin berkaca2 juga..
    tapi tetep aku mbayangin mas farchan jalan tersaruk-saruknya itu gak nahan, passti gontai banget, hahaha :p

  3. Huahh mataku berkaca2. Aku bukan Muslim, tapi ceritanya ngena di hati. Menjadi pejalan tidak harus selalu berkompromi dengan keadaan, ada niat pasti ada jalan untuk selalu beribadah – dimanapun kapanpun.

    Bagus banget kak. :’)

  4. Wah ga nyangka kamu sampe sholat dijalan dan stasiun gitu mas….
    ckckckc salut…
    Tapi syukurlah mas farhan bisa tetap beribadah dgn kondisi yg seperti itu dan tidak diganggu.

  5. Subhanallah.. Salam kenal Mas Farchan, saya juga ke Jepang minggu kemarin dan sempet janjian untuk ketemu mas, bareng dengan Ivan Prakasa juga, tapi sayang sekali kita ga sempet ketemu di Jepang. Selama disana saya juga merasakan susahnya cari masjid, sampai kadang2 harus sholat di resto cepat saji, dan di jamak pula :(, cuman bisa berdoa semoga ALLAH SWT berkenan menerima ibadah saya. Amien.

    Btw, postingan yang bagus mas Farchan 🙂

    • iya mbak..sayang sekali kita gabisa ketemu..semoga bisa ketemu di lain kesempatan di Indonesia. 🙂
      betul. salah satu kesulitan utama memang mencari masjid, dan ya manusia cuma bisa berusaha mbak..biar Alloh yang menilai amalan masing-masing.

      anyway, makasih sudah mampir. 🙂

  6. wahhhh… sedih bacanya mas… tapi saya pun sempat agak terharu waktu shalat di HK.. walaupun muslim lebih banyak,, tapi saya juga mengalami beberapa pertolongan dr saudara muslim disana… kapan2 mampir jepang ditemenin ya…hihihi

  7. bagus banget gan postingannya.. keren!
    mas juga mau ke jepang september nanti insyaAllah.
    tapi saya belum urus visa, boleh bagi2 pengalamannya waktu ngurus visa mas?
    soalnya saya baru pertama ke luar negri, deg-degan sekali visa saya ditolak, padahal tiket ke jepang sudah ditangan..

      • mmm..
        masalahnya saya blogwalking baca2 ada yg visanya ditolak..
        paspor saya masih kosong mas, trus buku tabungan juga fluktuatif.
        tapi jumlah saldo di tabungan saya di atas 11jt..
        klo menurut mas, kira2 klo kasus begitu ada kemungkinan di approve gak?

        • sebenarnya ga masalah mbak paspor kosong pun..asal syarat lengkap.
          soal saldo itu sebenarnya tergantung berapa hari kita disana..asumsinyan sehari satu juta.
          insya alloh diterima kalo perginya 5-7 hari..

  8. Subahannallah, inspiratif tulisannya mas, saya insyaallah tgl 12 kejepang, kalau mas chan ada rencana ke eropa/amerika backpacher saya bersedia bareng, wassalam

  9. Menyentuh banget mas, begitu pun saya rasakan selama tinggal di US setahun, ketemu muslim dr berbagai bangsa suka terenyuh , makan pun dikasi tau yg non muslim yg boleh apa yg nggak bt yg muslim, terkadang saya heran kenapa di negara sendiri yg mayoritas muslim tidak sprti itu!

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here