Dalam kesehariannya, Pak Yus adalah seorang guru di SMA Muhammadiyah Borobudur. Dengan 2 putri yang cantik-cantik, Pak Yus dan keluarga tinggal di Borobudur yang tenang, jauh dari riuh gemuruh kota dan hidup berlatar Borobudur nan megah.

Tapi disamping kesibukannya sebagai seorang guru, Pak Yus juga merupakan tokoh yang aktif di dunia kepanduan Hisbul Wathan dan juga aktif di kalangan pemuda di Borobudur. Namun yang lebih istimewa, di rumahnya yang teduh tak jauh dari Pasar Borobudur, Pak Yus adalah seorang yang membukakan pintu rumahnya bagi para traveler dari seluruh dunia untuk singgah.

Saya berkesempatan berbincang dengan Pak Yus di rumahnya beberapa minggu yang lalu, di rumah sedang ada Sandra, seorang traveler dari Belgia. Kami berbincang dalam sore yang hangat dan akrab.

Pak Yus, sejak kapan mulai membuka rumah untuk para traveler?

Sebentar, saya agak lupa..kira-kira setelah letusan Merapi, akhir 2010 saya mulai menerima tamu mancanegara.

Bagaimana awalnya?

Jadi begini, pada 2010 saya dihubungi oleh IIWC (Indonesia International Work Camp. red), pasca adanya Youth Camp di Borobudur mereka mencari rumah singgah untuk mereka yang tergabung dalam proyek IIWC, sebenarnya sebelumnya saya tidak mengusulkan rumah saya, tapi kakak saya dan beliau sudah setuju. Tapi tiba-tiba kakak membatalkan, karena sudah mepet akhirnya saya menawarkan kepada IIWC untuk memakai rumah saya, kebetulan ada 2 kamar kosong di lantai 2, namun ya begini kondisinya. Masih sederhana. Kemudian IIWC setuju, survey dan hari berikutnya sudah ada yang datang.

Biasanya berapa lama, para traveler itu tinggal di sini?

Tidak tentu mas, rata-rata 2 atau 3 bulan, bahkan ada yang pernah sampai 6 bulan. Tergantung proyek dengan IIWC – nya, mereka kan rata-rata durasinya lama. Mengerjakan proyek, membentuk Young Guardian untuk konservasi candi Borobudur. Sudah banyak yang mampir, dari Belgia, Jepang, Jerman, Ceko..emm..apalagi ya? lupa saking banyaknya.

Wah, seru sekali. Bagaimana dengan keluarga? apakah tidak keberatan?

Jelas tidak, justru ini adalah pengalaman yang memperkaya keluarga saya. Tinggal bersama dengan bule itu mengasyikkan, saya jadi lancar bahasa inggris karena mau tak mau harus berbahasa inggris. haha. anak-anak saya juga senang, mereka jadi berani berinteraksi dengan bule dan semoga ke depannya bisa casciscus bahasa inggrisnya.

Selain tinggal bersama, apakah ada kegiatan lain?

Ya, kadang saya ajak keliling-keliling, kadang para tamu itu sering ikut siswa-siswa yang sedang camping bareng saya. Kadang kalau pas pengin keluar sama keluarga,  ya kita piknik bareng rame-rame.

Soal makanan, apakah ada yang komplain, Soalnya selera makanannya kan berbeda?

Sejauh ini tidak ada yang komplain, setiap hari kita makan bersama, ya kadang istri masak sop, masak pecel ya masakan khas ndeso lah..

Dari tetangga pernah ada yang komplain?

Engga, justru mereka berinteraksi dengan para tamu, bahkan akrab sekali. Dan para bule ini sangat terkesan dengan suasana keakraban di desa. Kadang suka lucu kalau ngobrol, haha. Intinya sih lingkungan tidak keberatan, karena justru bagus, saling belajar budaya satu sama lain.

Masalah biaya gimana pak?

Sejujurnya saya ga pernah mikir soal biaya, ga pernah mikir keuntungan juga,ada tamu yang mampir bagi kami itu suatu kehormatan. Jadi saya ndak pernah mikir soal biaya atau apa, gini aja, ikhlas, ladang amal. Dari IIWC setiap bulan memang memberikan semacam pengganti biaya hidup para tamu, tapi kadang kalau ga cukup ya ndak papa. Toh para tamu sudah saya anggap keluarga sendiri.

Oia, pak .. kalau ada tamu non IIWC gimana pak? 

Gapapa, sudah sering. Pada dasarnya saya sekeluarga tidak membatasi, siapa saja yang ingin datang ke rumah kami persilahkan. Sering ada tamu non IIWC, yasudah kalau pas ada kamar kosong ya gapapa, silahkan pakai. Rumah kami terbuka untuk siapa saja. Kalau misalnya nanti ada yang lagi di Borobudur, boleh mampir.

Pak Yus adalah satu dari sekian banyak orang-orang yang peduli dengan kemajuan wisata dan berjuang dengan caranya sendiri, mempersilahkan para traveler untuk singgah, merasakan kehidupan di desa yang damai, teduh. Selain itu juga secara tidak langsung turut menjaga konservasi Borobudur.

Saya perlu akui, soal Borobudur Pak Yus ini adalah ahlinya, sebagai seorang locals yang lahir, besar dan hidup di Borobudur. Pak Yus mengerti setiap jengkal di Borobudur. Mengerti tempat-tempat menarik yang tersembunyi dan indah.

Ya, setiap orang bisa menterjemahkan bagaimana membangun dunia wisata di daerahnya, dan beginilah cara Pak Yus, dengan membuka pintu rumahnya lebar-lebar bagi traveler dari seluruh dunia dan menjadikan rumahnya sebagi rumah segala bangsa.

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

14 KOMENTAR

  1. Salam kenal Mas Efenerr, Terima Kasih Telah MEMPOSTING Artikel “Pak Yus, Pemilik Rumah Segala Bangsa”. Ini Sekaligus mengingatkan saya akan sosok GURU yang pernah mengajar Mata Pelajaran KEMUHAMMADIYAHAN sewaktu dulu kalau tidak salah…!? Seingat saya Beliau seorang yang RAMAH & HUMORIS, jadi siapapun orang pasti cepat akrab dengan Beliau.

    Dari :
    Eko Budi Santoso
    http://supportmarketer.com

  2. Buahahahha..lagi cari2 rumah singgah murah di Borobudur by Google nemu artikel mas e… Hahha

    Hmmm.. Nggggg,..Nganuu.. Kalo saya mau stay disana boleh gak ya? Hahahahha.. Kayaknya seru tuh..

    🙂

  3. […] cukup iri, karena saya belum pernah ke Pantai Drini. Dari foto yang ibu kirimkan lewat temannya, Pak Yus. Rupanya Pantai Drini berpasir putih, sepi dan indah. Pantai yang letaknya di pesisir selatan Yogya […]

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here