IMG_0122

 

Disclaimer : ini tulisan lama, ditulis 2011 saat ekspedisi Sulawesi ACI Detik.com

Sepanjang perjalanan saya merenung betapa indahnya Indonesia, namun hanya sedikit orang Indonesia yang mampu dan mau menikmatinya. Lihatlah Togean keindahannya seperti di surga, atau seperti kata teman yang pernah ke Phi Phi Island di Thailand, dia berkata Phi Phi Island tidak ada apa-apanya di banding Togean, Togean berkalikali lipat lebih bagus daripada Phi Phi Island.

Lalu saat menelisik buku tamu di beberapa penginapan yang saya datangi. Mayoritas diisi oleh wisatawan mancanegara, bahkan di Poyalisa sepanjang 2010 hanya ada empat turis domestik yang berkunjung diantara ratusan turis mancanegara yang berkunjung ke Poyalisa.Bahkan selama perjalanan, saat makan malam tiba biasanya semua rombongan membaur dan hanya saya berempat yang merupakan wisatawan lokal dan sisanya wisatawan mancanegara.

Saat menginap di Tarsius Homestay, Tangkoko terakhir ada wisatawan lokal adalah tahun 2010 dan itupun hanya satu orang.Setelah itu baru saya wisatawan lokal yang berkunjung kesana. Lainnya? Sepanjang tahun 2010 sampai 2011 buku tamu diisi oleh tulisan tamu dari mancanegara. Kenapa justru wisatawan domestik jarang sekali mengunjungi objek menarik di Indonesia? Di Togean saya bertanya kepada ibu pemilik penginapan, dia bilang wisatawan domestik baru akhir-akhir ini saja mengunjungi Togean dan itupun bisa dihitung dengan jari.

Apakah ini tanda bahwa bangsa Indonesia melupakan negerinya sendiri? Saya sendiri kurang mengerti, mungkin banyak yang merasa lebih bergengsi apabila melancong ke luar negeri daripada di negeri sendiri. Beberapa teman yang pernah melancong ke luar negeri merasa bangga dengan jalan-jalannya, sementara pesona yang ada di dalam negeri justru tidak dikunjungi. Rasanya seperti ada rasa inferior terhadap negeri sendiri.

Padahal, Indonesia itu kemilaunya sampai kemana-mana, setiap wisatawan yang saya selalu bilang bahwa saya beruntung tinggal di negeri seindah ini. Apa coba yang tidak dipunyai Indonesia? Semua ada, tapi sedikit yang mengunjungi. Doris, wisatawan asal Jerman yang selama di Togean tinggal di penginapan yang selama setiap tahun selalu kembali ke Indonesia. Katanya, Indonesia itu tempat terindah di dunia.

Biaya yang mahal dan akses yang susah mungkin menyebabkan jarangnya wisatawan domestik berkunjung. Ironis memang, lebih murah ke luar negeri daripada ke negeri sendiri.Namun sebenarnya itu tidak bisa menjadi pembenaran karena beberapa maskapai penerbangan terbukti sering mengadakan promo murah.

Sedih rasanya, kemilau wisata Indonesia justru jarang dikunjungi oleh bangsa sendiri.Dan saat melihat di sosial media orang-orang yang mengupload foto-foto liburan di luar negeri rasanya hati saya teriris-iris.Kenapa justru tidak menyusuri setiap jengkal negeri sendiri dan merasakan keindahannya.

Bukankah dengan berwisata di Indonesia kita juga membangun bangsa dan negara ini?Uang kita tidak lari ke luar negeri yang berarti memperkuat perekonomian bangsa sendiri. Dengan banyaknya arus wisatawan pastilah akan mengangkat roda perekonomian daerah tersebut. Daripada menghabiskan uang ke luar negeri dan memperkaya bangsa lain, bukankah lebih baik masuk ke bangsa sendiri.

Sedikit senyum kecut saya sunggingkan saat berbincang dengan seorang Taiwan di Poyalisa, saat saya Tanya alasan kenapa datang ke Togean dia menjawab untuk meningkatkan GDP Indonesia.Jawaban yang sedikit banyak menohok di ulu hati.Walaupun jawabannya setengah bercanda namun apabila dilogika, orang luar saja mau meningkatkan GDP dengan melancong ke Indonesia kenapa bangsa sendiri tidak? Satir memang.

Keindahan Indonesia itu luar biasa dan mengundang decak kagum. Saya hanya tidak bisa mengerti kenapa bangsa Indonesia sendiri justru tidak mengerti keindahan negerinya sendiri dan lebih bangga menikmati keindahan negeri lain, sementara wisatawan luar negeri selalu bilang bahwa Indonesia itu negeri yang sangat indah.

Inferiorkah kita terhadap negeri sendiri? Lantas kalau bukan kita yang menikmati Indonesia lalu siapa lagi? Atau kita juga akan menjadi katak dalam tempurung di negara sendiri? Entah.

dipublish di : http://aci.detik.travel/read/2011/11/09/155806/1763875/1274/lalu-siapa-yang-akan-menikmati-indonesia

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

15 KOMENTAR

  1. Gajah di pelupuk mata tidak terlihat, tapi kutu di seberang lautan malah terlihat jelas. mungkin perumpamaannya seperti itu ya. tapi buat saya sendiri, indonesia dilibas, luar negeri dilibas juga. itung itung jadi duta wisata independentnya indonesia sih 🙂 *semoga rejeki lancar terus* amin 😀

  2. Saya sependapat dengan pemikiran Anda. Salah satu penyebabnya adalah kurang sosialisasi dari daerah-2 yang memmpunyai aset pariwisata. Salah satu contoh adalah tulisan ini tidak memberikan detail tempat pariwisata yang dimaksud yaitu Togean itu terletak dimana? Kabupaten & Propinsi apa? sehingga kalaupun ada yang tertarik setelah membaca tulisan ini kita jadi bingung kalau mau kesana.

    • sebenarnya ini artikel marathon mas, akhirnya saya potong sebagian..karena pesan yang ingin saya sampaikan..
      dan jika anda menuntut saya memberikan detail tempat, maaf blog saya tidak akan menyajikan..karena blog ini blog pengalaman traveling, bukan blog panduan traveling. 🙂

  3. Kalau aku jujur aja kenapa lebih sering ke negara tetangga yang terjangkau dari Padang dari pada ke Pulau lain selain Sumatera di Indonesia karena masalah “biaya” Mas Chand, hihihi…
    Mupeng saya pengen ke sono juga 😀

  4. iya mas akses ini yg susah bgt. saya backpacker ke KL dan thailand 10 hari, cukup 3 jt termasuk tiket PP.. tpi kalo jalan2 ke wakatobi, wah kayaknya bengkak banget nih hehe

  5. Very nice post. I just stumbled upon your blog and wanted to say
    that I have truly enjoyed browsing your blog posts.
    After all I’ll be subscribing to your rss feed and I hope you write again soon!

  6. Menurut saya yang paling ideal adalah menyeimbangkan kunjungan ke tempat-tempat di Indonesia dengan di luar negeri. Mengapa? Saya agak miris melihat beberapa orang yang hanya mengunjungi Indonesia saja dan ujung-ujungnya terkesan chauvinist sampai menjelek-jelekkan negara lain. Tapi saya juga miris jika orang Indonesia saking seringnya traveling ke luar negeri tapi tempat-tempat di Indonesia dia tidak tahu. Jadi menurut saya kearifan traveling hanya bisa diperoleh dengan mem-balance-kan tujuan wisata yang dikunjungi. Semakin kaya khasanah, semakin bijak pula lah kita. Semoga.

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here