Nun di punggungan Karst Menoreh ada sebuah bangunan besar berbentuk Merpati yang selama ini menjadi misteri bagi banyak orang. Di beberapa kali kesempatan, di beberapa artikel bahkan sampai menyorot gambar dari Google Maps. Lalu  bangunan apakah itu? Ada yang bilang Gereja Manuk-manukan, ada yang bilang Gereja Ayam, Gereja Merpati, Gereja Burung dan banyak lagi cerita tentang isu yang merebak tentang bangunan ini.

Sebenarnya bangunan ini bukan sesuatu yang menghebohkan bagi masyarakat Borobudur dan sekitarnya, saya lamat-lamat pernah mendengar cerita bangunan ini beberapa tahun yang lalu, namun belum melihat bentuk visualnya seperti apa. Sampai akhirnya hari minggu kemarin saya sempatkan mampir kesana bersama kawan-kawan backpacker dari Maluku dan Gorontalo yang menginap di rumah saya.

Informasi awal lokasi tempat ini saya dapat dari Pak Yus, teman ibu saya mengajar di SMA ini memang sudah hafal mati tempat-tempat di Borobudur. Pak Yus memberi tahu bahwa lokasinya tak jauh dari Kembanglimus, tempat warung Mangut Beong yang terkenal itu. Pak Yus memberitahu bahwa nama tempat itu adalah Bukit Rhema dan sebenarnya jika ingin trekking, ada jalan setapak dari Stumbu ke Bukit Rhema.

Saya sudah sampai ke kaki bukit ketika Pak Kepala Dusun menyapa saya, rumah Kepala Dusun persis di samping jalan menuju puncak bukit. Meminta izin untuk memarkirkan sepeda motor dan kemudian meminta izin untuk naik ke atas bukit. Peluh mengucur kencang saat kami berjalan ke atas bukit, jalanan berbatu yang saya duga dulu pernah bagus karena ada sisa-sisa cor semen dengan kemiringan 60 derajat menjadi menu selamat datang sebelum sampai ke puncak bukit.

Begitu sampai di puncak bukit, kami hanya tertegun melihat struktur bangunan dengan bentuk merpati. Megah, hanya itu yang saya bisikkan pada kawan saya dan saya tidak sanggup berkata – kata lagi. Lokasi bangunan ini sungguh spektakuler, di puncak bukit dengan bangunan sebesar itu dengan pemandangan Karst Menoreh dan Gunung Sumbing di kejauhan. Kenapa bangunan ini berbentuk merpati tidak tanpa sebab, dalam terminologi Kristen merpati adalah simbolisasi Roh Kudus, mungkin itulah alasan bangunan ini berbentuk merpati, untuk menunjukkan bahwa bangunan ini adalah bangunan agama.

Perlahan-lahan kami berjalan ke depan bangunan, catnya sudah kikis namun strukturnya masih bagus. Pada bagian bawah  leher merpati terdapat ornamen yang dibuat dari keramik warna biru dan hijau, melingkar seolah menjadi kalung di leher merpati. Kemudian bagian paruh dan leher merpati merupakan lubang ventilasi dan lubang cahaya. Dari depan bangunan jika melayangkan pandangan ke sekeliling maka yang dilihat adalah panorama indah nan hijau di sekeliling bukit.

Bangunan artistik ini berlantai 2, di samping yang merupakan pintu masuk lantai 1 bangunan terdapat balkon dengan panorama Gunung Sumbing. Di lantai 1 terdapat kamar-kamar kecil dan menyerupai labirin, dalam bangunan gelap, cahaya hanya masuk dari lubang cahaya yang kecil di dinding bangunan. Sayangnya sekarang lantai 1 sudah tidak terurus, habis oleh coretan vandalisme dan disana-sini banyak berserakan sampah seperti botol dan plastik yang dibuang seenaknya oleh pengunjung sebelumnya. Bahkan di beberapa tempat, coretan vandal tersebut mengandung kalimat yang sangat tidak sopan.

Kami kemudian ke belakang bangunan dimana terdapat lubang untuk masuk ke dalam bangunan berbentuk auditorium. Dan di dalam bangunan saya tertegun untuk kedua kalinya. Bias-bias cahaya yang menerobos melalui lubang-lubang bangunan membentuk siluet cahaya yang indah. Ruangan besar ini magis, pada bagian atap terdapat lubang salib besar dan kita bisa mengintip langit biru pada salib itu.

Kanan kiri auditorium terdapat jendela berornamen bunga. Dari jendela itu bisa diintip Karst Menoreh dan Gunung Sumbing. Sungguh bangunan ini sempurna, jika sekiranya penat menyergap saat di dalam bangunan maka tinggal longokkan kepala ke jendela dan pemandangan indah sudah terhampar dari Jendela. Langit-langit bangunan ini tinggi, dengan tiang-tiang bangunan yang dibiarkan begitu saja dan beberapa sudah ambruk teronggok di lantai yang sekarang sudah penuh lumut.

Bangunan ini seperti tak bertuan, ditinggalkan begitu saja tanpa perawatan. Hanya gurat-gurat kemegahannya yang tersisa, namun bangunan ini tetap cantik dan membuat saya beserta kawan-kawan saya yang turut serta hanya terdiam kagum, tak sanggup menggambarkan keindahan bangunan ini dengan kata-kata.

Seperti desas-desus sebelumnya yang katanya ini adalah bangunan Gereja. Namun saat saya kembali ke Rumah Pak Kadus, salah seorang kerabatnya menceritakan tentang bangunan tersebut. Asalnya dibangun oleh Pak Daniel yang menikah dengan warga desa setempat sekitar tahun 90-an. Awalnya direncanakan dibuat untuk tempat pertemuan Jamaah Kristiani namun kemudian kesulitan dana dan akhirnya pembangunannya terhenti sampai sekarang, itulah kenapa bangunan ini sekarang bagaikan bangunan tak bertuan.

Bangunan yang dibiarkan itu juga mengundang perhatian dari warga setempat, kerabat Kepala Dusun sempat bercerita bahwa kadang banyak anak muda berbuat aneh-aneh di bangunan itu. Nah, definisi aneh-aneh tersebut tidak dijelaskan, namun saya kira saya sudah jelas maksudnya. Selain itu dia menambahkan kalau selalu ada yang berkunjung ke Bukit Rhema, mayoritas mahasiswa dan biasanya mereka berfoto atau mengambil video disana. Beberapa pengunjung malah menjadikannya tempat uji nyali.

Jika memang karena ketiadaan biaya, saya memaklumi kondisi tersebut. Membangun bangunan semegah itu pasti butuh biaya besar dan saya berdoa semoga Pak Daniel bisa menyelesaikan bangunan tersebut. Saya hanya berharap bangunan tersebut kembali seperti fungsinya saat dibuat dulu, kembali cantik dan megah. Sayang, jika menilik kondisi sekarang dimana penuh coretan vandal dan digunakan untuk kegiatan yang tidak jelas, mengingat dahulunya adalah sebuah bangunan untuk kegiatan agama.

Tabik.

Catatan :

1. Setelah di Garut, teman kantor saya yang juga asli Magelang dan seorang Kristiani bahwa bangunan ini dulu adalah tempat rehabilitasi narkoba, keterangannnya cocok dengan website resmi Bukit Rhema yang baru-baru ini saya temukan disini : Bukit Merpati

2. Kisah perjuangan Pak Daniel untuk mewujudkan bangunan ini bisa dibaca disini : Daniel Alamsjah.

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

37 KOMENTAR

  1. selalu, bangunan-bangunan tua yang sedianya menyimpan banyak cerita masa lalu dibiarkan merana dan hanya meninggalkan gurat-gurat kemegahan belaka .. 🙁

    btw, misal treking dari stumbu ke rhema jauh ngga, chan ?

  2. ho-oh, pernah dengar juga. Sebagai ‘warga Kabupaten’ sekaligus penghuni lereng Menoreh, setauku semacam gereja gitu. Tak waose rumiyin mas.

  3. klo stumbu tu daerah menoreh juga ato borobudur ya mas bro? keren…. jadi penasaran pgn trekking kesana.. mantap mas bro !

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here