
Konon asal katanya adalah Quds, Al – Quds. Dari asal katanya saja sudah menunjukkan bahwa Kudus adalah kota yang sakral bagi masyarakat muslim di Jawa Tengah. Kudus adalah salah satu dari 9 wilayah yang menjadi ritus utama pilgrimage bagi sebagian muslim tradisional di Tanah Jawa.
Dan disanalah beberapa hari yang lalu saya berada.
Pada pagi dimana matahari masih meringkuk tenang, saya sudah melangkahkan kaki di trotoar Kudus. Hanya ada waktu beberapa saat, saya meluncur ke Menara Masjid Kudus. Menara ini adalah semacam kenangan saat pelajaran sejarah masa SMA, contoh sukses akulturasi Hindu – Islam kata guru saya waktu itu.
Dengan sedikit keajaiban, saya bisa mendaki hingga puncak menara. Melihat panorama Kudus di pagi hari, melihat hilir mudik para peziarah, santri dan masyarakat Kudus menyongsong hari.
Kudus tak hanya sekedar ritus ziarah, Kudus adalah awal mula dimana industri gurita yang bernama rokok bermula. Di Kuduslah seorang Nitisemito mencipta rokok kretek, dan dari sebatang rokok kretek menjadi ribuan dan jutaan batang rokok kretek, dan artinya bertambahlah pundi-pundi harta Nitisemito. Dari epos Nitisemito ini kelak lahir cerita legenda bahwa di masa lalu, ribuan mbok-mbok berduyun-duyun setiap hari ke pabrik rokok Bal Tiga kepunyaannya dan melinting batang demi batang rokok ramuan Nitisemito.
Dari rokok kretek inilah Nitisemito membangun nama menjadi orang pribumi terkaya di jamannya, di era awal tahun 1900-an. Ketika bangsa Indonesia masih menganggap pesawat adalah sebuah keajaiban, Nitisemito bahkan sudah mampu menyewa pesawat untuk mempromosikan rokoknya. Bisa terbayangkan berapa kekayaaannya? Maka Nitisemito adalah konglomerat pribumi pertama yang masyhur namanya.
Namun kejayaan Nitisemito bak ditelan angin, nama Nitisemito hilang dalam pusaran sejarah bangsa. Yang tersisa sekarang hanyalah Rumah Kembar di sisi Kali Gelis. Rumah Kembar yang merupakan istana Nitisemito mempertahankan korporasi rokoknya.
Kudus adalah segala hal tentang masa lalu, bangunan tua yang masih berdiri kokoh, cerita tentang toleransi antar umat beragama yang dijalin sejak era kerajaan dan romantisme isapan rokok kretek yang menjadi laten bagi masyarakat Indonesia.
Dan bicara soal pagi di Kudus, adalah bicara soal ketenangan dan ritme hidup yang pelan.
Tabik.




mirip2 ya sama demak..
bagus nih kyk nya buat foto2 human interest dan akulturasi budaya
betul..jika lebih siang, maka objek HI adalah para pekerja pabrik rokok.
saya dulu kok mau naik pintunya ditutup ik mas?
lho memang ditutup, harus minta izin dulu. 🙂
pagar rumah kembar Nitisemito eksotis banget ya .. :’)
yoih mbak..tua buanget..
wah sangar tenan..
aku mah pernahnya ke jepara
wah… 🙂
Harusnya pabrik rokoknya dipoto
hehehe
iya om..kelupaan.. 🙂