550085_4136757872221_949246706_n

Masyarakat Jogja mengenal garis lurus imajiner yang melintang di Jogjakarta, garis imajiner itu menghubungkan titik antara Merapi, Tugu dan Keraton Jogjakarta. Masyarakat Jogja menganggap garis itu memiliki makna yang cukup historis dan filosofis. Diantara maknanya adalah simbolisasi hubungan antara raja-rakyat dan Tuhan yang harmonis dan segaris, dilambangkan dengan garis lurus imajiner tadi.

Garis imajiner ini kemudian menjadi penting karena dipercaya oleh masyarakat Jogja memiliki nuansa spiritual yang cukup tinggi. Konon dari singgasananya Sultan Jogja bisa melihat garis lurus antara Tugu dan Merapi melalui Jalan Malioboro. Saking pentingnya garis imajiner ini di masyarakat Jogja, Pemerintah Kolonial Belanda pun berusaha meruntuhkan mitos  garis imajiner ini, yaitu dengan membuat rel kereta api untuk memotong garis imajiner itu. Rel kereta api yang menyilang garis imajiner ini adalah gangguan dari Pemerintah Kolonial untuk garis imajiner yang sudah mengakar dalam masyarakat Jogja.

Namun mayoritas publik hanya mengenal 3 elemen garis imajiner ini, yaitu Merapi, Tugu dan Keraton. Padahal sebenarnya ada 5 titik yang menghubungkan titik tersebut menjadi sebuah garis imajiner lurus. 2 titik lain yang kerap terlupakan adalah Panggung Krapyak dan Pantai Parangkusumo. Jika garis lurus ini bertemu maka ada sebuah makna yang sebenarnya sangat nyambung, yaitu berawal dari Merapi sebagai gunung api, dan berakhir di Parangkusumo sebagai laut. Air dan Api, sebuah makna filosofis yang tak hanya sebuah garis khayal, namun juga simbolisasi keharmonisan elemen dalam alam, Air dan Api, Yin dan Yang yang terwujud dalam kearifan lokal masyarakat Jogja.

Agak sedikit dilupakan dari garis imajiner ini adalah Panggung Krapyak, yang merupakan elemen keempat dari sistematika garis lurus imajiner Jogja ini. Lokasinya ada di Krapyak, sekitar 2 kilometer di sebelah selatan Kraton dan sebenarnya sudah masuk ke dalam wilayah administrasi Kabupaten Bantul.

Berbentuk segi empat dengan bentuk bangunan mirip benteng di jaman dulu, Panggung ini oleh masyarakat Jogjakarta juga dikenal dengan nama Kandang Menjangan. Bangunan kokoh ini berukuran 17,6 m x 15 m dengan tinggi kurang lebih 10 meter, terdiri dari 2 lantai, di lantai 1 ruangan panggung ini tersekat-sekat menjadi beberapa ruang. Usianya diperkirakan sudah 2 abad, pada sisi luar tembok sudah cukup kusam dan hitam, menggambarkan usia bangunan ini.

155742_4136756752193_564380288_n

Di sekeliling Panggung Krapyak sekarang ini adalah kawasan pemukiman yang cukup ramai, bahkan selain itu Krapyak juga dikenal sebagai daerah Pesantren. Tak jauh dari Panggung ini terdapat pesantren Nahdliyin yang legendaris di Jogjakarta dan dikenal sebagai Pondok Pesantren Krapyak, dari Pondok ini kemudian mengamuka nama seperti KH Munawwir dan KH Ali Maksum yang dikenal sebagai guru para kiai besar seperti KH Abdurrahman Wahid / Gus Dur dan KH Mustofa Bisri / Gus Mus.

Namun di masa lalu Krapyak bukanlah sebuah kawasan pemukiman ataupun pesantren, di masa lalu Krapyak adalah sebuah hutan lebat di selatan Keraton Jogjakarta. Di hutan inilah banyak terdapat binatang liar dan kemudian menjadi tempat favorit berburu raja-raja Jogja. Maka dibangunlah panggung ini di tengah hutan Krapyak, sebagai tempat raja-raja Jogja berburu.

Alkisah ada raja Mataram yang benar-benar gemar berburu, namanya adalah Raden Mas Jolang atau dikenal juga  dengan nama Panembahan Hanyakrawati, putra dari pendiri Kerajaan Mataram, Panembahan Senapati. Adalah kebiasaan Raden Mas Jolang untuk berburu ke Hutan Krapyak disertai bala tentara dan abdi dalemnya. Ketika sedang asyik berburu tiba-tiba ada seseorang yang menusuk Raden Mas Jolang hingga meninggal, pembunuh itu kemudian kabur, tak tertangkap. Untuk mengenang gugurnya Raden Mas Jolang, kemudian beliau juga dijuluki Panembahan Seda Ing Krapyak yang artinya adalah Raja yang gugur di Krapyak.

Kemudian raja berikutnya yang gemar berburu di Hutan Krapyak adalah Pangeran Mangkubumi / Hamengkubuwono I, konon beliaulah yang mendirikan panggung ini, sebagai penanda bahwa kawasan di sekitar panggung adalah kawasan berburu. Selain itu panggung ini juga dijadikan sebagai pos pertahanan sisi selatan Keraton Jogja, disinilah ditempatkan bala tentara untuk menjaga perbatasan selatan Keraton Jogjakarta. Posisinya yang tinggi memungkinan Panggung Krapyak juga berfungsi untuk menara pengawas.

Kini Panggung Krapyak tetap kokoh berdiri, hanya kawasan yang dulunya merupakan hutan belantara, sekarang sudah menjadi kawasan pemukiman yang ramai. Perempatan di sekitar Panggung Krapyak pun selalu riuh oleh kendaraan bermotor. Namun dibalik itu semua, Panggung Krapyak  sebenarnya merupakan satu dari 5 poros garis imajiner Jogja yang merupakan salah satu bangunan vital bagi masyarakat Jogjakarta.

Hanya saja letaknya yang agak di selatan mungkin menjadi kurang populer. Saran saya, jika sudah suntuk dengan objek wisata mainstream Jogja, datanglah ke Panggung Krapyak, gratis kog, tidak ada ongkos masuk, syukur-syukur bisa ketemu Juru Kunci dan bisa diizinkan masuk.

Tabik.

referensi sejarah : disini.

155747_4136757712217_42755630_n

 

24639_4136758192229_802927712_n

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

12 KOMENTAR

    • kalau dari sumber lain, beliau dibunuh saat berburu mas. sebuah konspirasi, kelak pembunuh tersebut dan konspirasi dibaliknya diungkap oleh Mantrijero.

  1. Keberadaan garis imajiner tersebut dibenarkan oleh mantan Guru Besar Filsafat Universitas Gadjah Mada Profesor Damarjati Supadjar. “Garis imajiner itu sudah menjadi wacana lama,” kata Damarjati kepada VIVAnews.com, Jumat 20 Oktober 2010.

  2. habis baca A Famosa eh ada related post ini jadi tertarik. Hehe.
    Nambahin dikit ahh..
    kalo ke sini malem-malem pas udah sepi katanya bisa lihat harimau putih di dalam bangunan. Temen saya pernah pas lewat sendirian. Haha, biasyalah, tempat ‘kuno’ ya pasti ada ceritanya.
    saya pernah kesana jam 2 malam, kami langsung lari….

    soalnya takut dimarahin pak RT gegara berisik banget di panggung krapyak :))

    • nah legenda itu terus ada ya kin..soal harimau putih sepertinya sudah benar-benar mengakar di benak masyarakat setempat. 🙂

      haha…jelaslah dimarahi, lagian malam-malam ke sononya..

  3. Kalau menurut saya garis imajiner itu pantai selatan(parangkusumo),Kraton Yogyakarta,Dan Merapi.

    Kalau Panggung Krapyak,Kraton Dan Tugu Itu sumbu filosofi

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here