IMG_2053

 

Beberapa hari yang lalu saya dihubungi rekan sesama fiskus, sebut saja M (29). Saya diajaknya ke rumahnya di pinggiran Bandung. Dia bilang “lu harus ikut ke rumah gua, ga ada alasan ga ikut pokoknya”. Baiklah, karena sahabat sendiri yang meminta, saya sungkan untuk menolak, saya iyakan dan segera berkemas, bersiap ke rumahnya.

M, mengajak saya menyusuri pinggiran Bandung. Jumat sore jalanan padat karena semua orang ingin segera bergegas pulang ke rumah. Angkot yang kami tumpangi membelah jalanan, menerobos kemacetan. Polusi, peluh dan lelah menjadi satu di dalam angkot. Sementara sopir sepertinya masih butuh uang, menjejalkan penumpang bak ikan asin di kotak es yang hendak diantarkan ke pelelangan ikan.Rumah M cukup jauh dari kantor. Itulah mengapa M, hanya seminggu sekali pulang ke rumah. “Ayah pulang, ayah pulang”, sambut puteri kecilnya yang sudah menunggu M pulang. Dipeluknya ayah tercintanya, kerinduan seminggu tidak bertemu terlampiaskan.

Saya diajaknya masuk untuk beristirahat setelah menempuh perjalanan lintas beberapa kota. Istri M tampak sibuk menyiapkan makan malam untuk kami, saya mohon izin untuk mandi, membasuh debu perjalanan. Segar rasanya, kemudian kami makan malam bersama dengan aroma kekeluargaan yang kental, aroma rindu istri dan anak yang seminggu tidak bertemu.

Malam makin merambat, dingin makin lekat menyapa. Tepat jam 9, saya diajak M untuk berangkat bersama istri dan anaknya. Dengan mobilnya kami menyisir jalanan pinggiran Bandung, kabut tipis menyertai perjalanan, tanda jaket harus dikancingkan lebih erat. Sampai kami di pelataran rumah sakit tua era Hindia Belanda, tempat dimana M dan teman-temannya berkumpul tiap malam sabtu.

M mengajak saya berkenalan dengan teman-temannya, ternyata saya diajak M untuk mengikuti kegiatan Berbagi Nasi, sebuah gerakan yang dia pelopori bersama teman-temannya. Ada sekitar 40-an orang yang akan bergabung untuk membagikan nasi di kota dibawah koordinasi M.

Nasi-nasi dikumpulkan, ditata dan dibagi untuk dibawa masing-masing relawan Berbagi Nasi. Saya sudah pernah mendengar tentang gerakan Berbagi Nasi ini, namun baru berkesempatan mengikutinya sekarang. Berbagi Nasi adalah sebuah gerakan kolektif yang dilakukan untuk membagikan makanan kepada orang – orang yang membutuhkan, orang – orang yang kekurangan di malam hari.

IMG_2027

M kemudian memimpin briefing sebelum para relawan Berbagi Nasi mulai berkeliling kota untuk membagikan nasi. M mengingatkan untuk selalu berhati-hati dan berjalan dalam 1 kelompok. Kami juga saling berkenalan satu sama lain, suasana dijalin akrab, suasana kekeluargaan untuk saling berbagi dengan sesama.

Segera setelah briefing selesai dilaksanakan, puluhan relawan Berbagi Nasi kemudian membelah jalanan kota. Saya turut di mobil M beserta keluarga membuntuti di belakang. Di tengah malam, kehidupan kota berubah. Orang-orang mulai dipeluk Solitude, hanya berteman dingin.

Realita kota di malam hari adalah ironi siang hari. Di malam hari tampak sesungguhnya wajah-wajah kota yang muram, wajah-wajah kota yang sebenarnya disembunyikan di siang hari. Wajah-wajah kota yang muram dan berkesusahan, bukan wajah kota yang dipoles untuk memenangkan Adipura.

IMG_2046

IMG_2047

Jelang tengah malam, satu per satu penghuni malam kota mulai menampakkan diri. Mereka adalah pemulung yang di malam dingin mengumpulkan sisa-sisa sampah. Para tukang becak yang menghimpitkan tubuhnya untuk tidur di becaknya. Para kuli panggul yang menunggu mobil sayur datang. Para anak jalanan yang biasanya berteman lem aibon mulai menyusuri jalanan mencari tempat untuk tidur yang aman.

Maka merekalah sasaran relawan Berbagi Nasi. Kaum yang katanya selama ini termirjanalkan, yang sesungguhnya adalah wujud kota yang sebenarnya, yang tersingkirkan atas nama pembangunan. Satu per satu nasi bungkus dibagikan, dibalas senyum untuk mereka. Bisa jadi itu adalah nasi pertama yang masuk ke perut mereka di hari itu.

M, kemudian melajukan mobilnya dan memberhentikannya dibawah jembatan tol. “tuh, chan dibawah jembatan itu tuh, sering digunain buat tidur orang dan anak jalanan”. M menunjuk pada satu celah kecil dibawah jembatan tol dan pondasinya. Saya tak bisa bayangkan, di ceruk kecil itu ada orang yang tidur. Kerasnya hidup membuat mereka yang tersingkir kemudian mencari tempat ternyaman untuk tidur, walaupun tempat ternyaman itu adalah dibawah jembatan, dibawah deru kendaraan yang lewat diatasnya. Relawan Berbagi Nasi kemudian ada yang susah payah naik untuk melihat kondisi ceruk jembatan, barangkali ada yang tidur dan membutuhkan nasi.

M menjelaskan bahwa kegiatan ini bersifat kolektif, siapa saja boleh ikut dan bergabung. Tidak harus menyumbangkan nasi, tapi urun tenaga pun boleh. Yang paling penting adalah adanya semangat untuk berbagi dengan mereka yang lebih membutuhkan, berbagi dengan mereka yang nyata-nyata hidup dalam ketidakberuntungan. Dan saya mengamini apa yang M ucapkan.

IMG_2049
ceruk jembatan yang dijadikan tempat tidur

Perjalanan berlanjut ke tepian kota yang lain, di pinggir sebuah pasar induk. Disini makhluk malam kota menunjukkan wujudnya yang lain. Mereka adalah manusia-manusia gerobak. M menjelaskan “Chan, disini konsentrasi manusia gerobak paling banyak di kota, mereka tidur di dalam gerobak beserta keluarganya masing-masing”

Saya tak bisa bayangkan, banyak diantara dari kita mengeluh kepanasan di saat malam dan memasang AC dengan suhu terendah, di sisi lain ada orang yang paru-parunya dibiarkan dihantam angin malam. Disini kami sudah dinanti oleh para manusia gerobak yang sudah menanti.

Manusia-manusia gerobak ini memang salah satu tujuan inti dari relawan Berbagi Nasi. Khusus disini tidak hanya nasi yang dibagikan, mereka juga menggelar cek kesehatan dan pengobatan gratis untuk mereka. Untungnya dalam tim Berbagi Nasi ini bergabung juga beberapa tenaga medis. Mereka membagikan kartu sehat gratis, memeriksa tensi dan berat badan, menanyakan gejala yang dirasakan dan dilakukan pengobatan.

“Yang paling sering dialami orang-orang ini itu hipertensi, sakit kepala dan ISPA. Kalau pas ada yang nyumbang obat ya kuusahaain, kalo ga ya terpaksa cek kesehatan aja”. M menjelaskan kondisi kesehatan manusia gerobak yang sering ditemui. Dan tak jarang juga M pontang-panting kesana-kemari mengusahakan obat untuk orang-orang ini.

Saya kemudian bercakap dengan seorang manusia gerobak yang saya temui. Dia malu menyebut nama, tapi tidak malu di depan kamera. Tak banyak yang dapat dari percakapan ini, kecuali perkataan terakhirnya “Saya bahagia dengan orang-orang ini pak, mereka memberi saya nasi, memberi layanan kesehatan, bukan memberi saya uang. Jika memberi saya uang, mungkin akan saya tolak karena saya bukan pengemis”.

Sebuah sikap yang luar biasa, mereka bukan peminta-minta, mereka adalah pejuang yang menyusuri garis kehidupan dengan keras. Mereka punya sikap untuk tidak menyerah, punya harga diri untuk berjuang dan punya idealisme sebagai manusia, walaupun secara nyata mereka terpinggirkan.

IMG_2061

IMG_2057

Dalam perjalanan ada banyak tanya berkecamuk, salah satunya adalah kenapa harus malam hari? M menjawab “malam hari tuh, yang sebenar-benarnya membutuhkan baru muncul, kalo siang, semua orang bisa berpura-pura jadi orang yang membutuhkan dan meminta”.

Benar juga, lantas saya mengingat kisah keteladanan Khalifah Umar bin Khattab, yang di malam hari berkeliling mengecek kondisi ummatnya, jika ada yang kelaparan maka Khalifah Umar bin Khattab akan mengambilkan gandum dari gudang dan memberikannya pada ummatnya yang membutuhkan.

Saya lantas berpikir, bukankah fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara? Sebagai seorang alat negara, saya tak hendak lantas menyalahkan negara. Apa yang saya kerjakan untuk negara seharusnya mereka-mereka ini yang mendapatkan manfaatkan. Tapi pada kenyataannya sebaliknya, tertolak di rumah sakit dengan berbagai alasan, tidak mendapatkan layanan kesehatan yang layak karena ketiadaan biaya, tidak mendapatkan pendidikan yang layak dan segala macam hak yang seharusnya diterima sebagai warga negara.

Maka kemudian saya terdiam dan berpikir. Jika negara menuntut seorang fiskus untuk bekerja keras dan mengumpulkan uang pajak untuk negara, maka seorang fiskus seharusnya bisa bertanya, dibawa kemana uang pajak yang sudah susah payah dikumpulkan? Kenapa orang-orang ini tidak mendapat manfaat dari uang pajak yang saya kumpulkan untuk negara?

Tapi mungkin negara memang belum bisa memberikan mereka hak yang sesungguhnya. Jika demikian maka kita sendirilah yang harus berkontribusi, memberikan sesuatu pada mereka. Toh kita juga alat negara, mendapat uang dari negara. Secara tidak langsung jika kita berkontribusi, kita bisa jadi alat negara untuk menjamin hak-hak orang yang selama ini terpinggirkan itu. Jangan menggantungkan pada negara, jika memang rakyatnya bisa melakukannya.

IMG_2067

IMG_2070

Tengah malam sudah lewat dan waktu mengajak ke dini hari. Jaket sudah makin dirapatkan dan saya bersama M dan keluarganya masih menyisir jalanan, barangkali masih ada yang terlewat. Masih ada beberapa tukang becak yang tertidur lelap di pinggir jalan dan kemudian M bagikan nasi.Β Dalam kantuk yang mulai merajuk, kami terus menyisiri daerah pinggir kota, memastikan semua nasi habis terbagi dan menuju titik mula pertemuan, di pelataran rumah sakit tua di kota.

Acara Berbagi Nasi selesai dini hari. Muka kantuk relawan bercampur senyum tulus. M sebagai koordinator Berbgai Nasi menutup acara dengan sedikit pesan untuk tetap konsisten dalam berbagi. Untuk tetap memberikan tenaga membantu mereka yang lebih membutuhkan. Ada kalimat M yang akan saya catat dalam – dalam, “Kita mungkin memberi mereka dunia, memberi mereka nasi bungkus, tapi mereka akan memberikan kita surga dalam tiap ucapan terima kasih, dalam tiap suapan nasi yang masuk ke perut mereka. Sesungguhnya berbagi bukan untuk mereka, tapi juga untuk diri kita sendiri”

Dalam hari yang sudah merambat menjelang pagi saya kemudian mengingat apa apa saja pelajaran yang didapatkan pada tengah malam itu. Tengah malam yang di kota besar adalah simbol hedonitas, simbol pesta pora, simbol kesenangan duniawi, oleh M saya diajaknya ke pinggir kota, dimana tengah malam adalah simbol perjuangan manusia yang sesungguhnya. Dimana manusia melupakan pesta pora, meringkuk dalam dingin beradu dengan angin jalanan. Pesta bagi mereka adalah pesta yang mungkin tak kunjung datang. Di tengah malam setiap akhir pekan, M menembus dinginnya malam, menyapa jalanan, membagikan sedikit kebahagiaan bagi mereka yang membutuhkan. Membagikan sedikit hak yang seharusnya menjadi milik mereka.

Dari pelajaran tengah malam itu, saya menyibak ingatan. Dari luar mungkin banyak pihak akan skeptis dengan insitusi ini, mempertanyakan berapa orang jujur di institusi mengingat institusi dihantam kasus berkali-kali. Atau mungkin ada yang bertanya apakah ada orang baik di institusi. Saya jawab ada. Saya kira setelah mengalami, melihat langsung dari dekat, mengikuti kegiatan yang M lakukan, saya yakin dan saya perlu meyakinkan, yakinlah bahwa institusi ini tidak kekurangan orang baik. Institusi ini masih memiliki sangat banyak orang baik.

Dus sebagai fiskus, saya sekarang punya pandangan lain. Seorang fiskus yang baik bukanlah dia yang hanya bekerja sungguh-sungguh, menaati aturan, memenuhi target yang harus diselesaikan. Namun diluar lingkup itu, seorang fiskus yang baik adalah juga seorang fiskus yang dalam kesehariannya bermanfaat bagi orang lainnya. Bukankah Rasulullah SAW pernah berpesan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.

Tabik.

NB : Nama, lokasi dan waktu disamarkan.

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

27 KOMENTAR

  1. salam semangat berbagi mas πŸ™‚
    jangan pernah kapok buat keliling.
    salam dari kami yang punya kegiatan serupa di surabaya. @sebung_sby

  2. merinding ane gan baca quote ini :

    β€œKita mungkin memberi mereka dunia, memberi mereka nasi bungkus, tapi mereka akan memberikan kita surga dalam tiap ucapan terima kasih, dalam tiap suapan nasi yang masuk ke perut mereka. Sesungguhnya berbagi bukan untuk mereka, tapi juga untuk diri kita sendiri”

  3. β€œKita mungkin memberi mereka dunia, memberi mereka nasi bungkus, tapi mereka akan memberikan kita surga dalam tiap ucapan terima kasih, dalam tiap suapan nasi yang masuk ke perut mereka. Sesungguhnya berbagi bukan untuk mereka, tapi juga untuk diri kita sendiri”….kata2 ini keren banget mas…semoga saya bisa segera ngikut kegiatan keren kaya gini mas…

  4. Terimakasih mas F, terimakasih mas M.. Semoga kami bisa meniru apa yg sudah dilakukan kawan2 ini.. Karena sy rasa ketika kita berbagi dgn sesama, semua yg kita bagi itu bkn unt mereka yg dibagi tp unt diri si pembagi itu sendiri. Salam Berbaginasi dari kami di @BerbaginasiID

  5. allhamdulillah semua itu adalah sebagian kecil gambaran didunia kita …dari sekecil harta kita didunia ini semuanya adalah titipan semata apa salahnya kita membantu sodara2 kita yang tidur beralaskan bumi beratapkan langit besar atau kecil semua akan berarti buat mereka ..
    salam hangat buat temen2 …semua .

    buat kang efenerr silakan kita bisa merapat kembali hatur nuhun ..saya dan tmen2 menunggu bisa merapat kembali πŸ˜€

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here