DSC_0017
Bentang Alam Kalimantan. Makin Tergerus Pertambangan dan Perkebunan Komersil

Sebenarnya alam Indonesia sudah sekarat, embel-embel paru-paru dunia makin lama seperti paru-paru yang kena kanker, sudah bolong-bolong. Luasan hutan makin berkurang drastis, sungai-sungai yang makin menghitam, laut yang penuh limbah, binatang endemik yang jumlahnya makin tipis karena perburuan dan ini diperparah dengan sikap  manusianya yang makin tidak peduli.

Rasanya tindakan penyelamatan alam yang bombastis lebih bersifat normatif. Faktanya, korporasi dengan modal gemuk makin menggerus alam Indonesia sampai mungkin tak bersisa. Tak usah disebutkan satu persatu, tapi pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa dengan ini. Mungkin dipagut kegalauan antara melarang korporasi menyikat habis alam atau kehilangan uang yang mereka selalu bilang untuk pembangunan. 

Upaya-upaya tadi jalan di tempat, regulasi yang dibuat pemerintah adalah macan ompong di kandang sendiri. Penyelamatan alam lebih banyak dilakukan oleh usaha-usaha kolektif masyarakat sendiri. Oleh lembaga swadaya masyarakat yang lebih mencintai alam Indonesia dibandingkan pemerintahnya sendiri.

Tahun kemarin saya berjumpa dengan anak-anak muda Get Aceh. Mereka berinisiatif membangun pariwisata berkelanjutan di Aceh, menyejahterakan sekaligus melestarikan. Secara ekonomi mereka ingin memberikan keuntungan bagi warga lokal, tapi alam juga tetap terjaga. Mustahil? Tidak! Setidaknya pelan tapi pasti Get Aceh terus bergerak mengembangkan pariwisata yang berkelanjutan.

Lantas kita bisa apa? Banyak yang bisa kita lakukan. Di lingkungan mungkin kita bisa memulai dengan hal-hal kecil. Menghijaukan sekitar rumah, tidak membuang sampah sembarangan, mulai menggunakan material yang ramah alam. Jika kemudian bisa mengajak masyarakat sekitar, itu bagus, membangun kesadaran kolektif lantas bergerak dalam sebuah komunitas.

Sikap pribadi sangat penting, karena sebenarnya alam ini bisa terjaga dengan tindakan kita sekecil apapun. Saya mulai dari diri saya sendiri, sejak 2009 jika berbelanja di minimarket saya tak pernah minta tas plastik, saya membawa sendiri tas untuk tempat berbelanja.

Dengan demikian minimal saya mencegah satu plastik dibuang ke alam. Ini baru saya sendiri, bayangkan jika anda, pembaca blog ini mengikuti jejak saya dan makin berlipat, maka akan banyak tas plastik yang kemudian batal dibuang, batal mencemari alam. Maka jika kemudian ini masif, maka konsumsi plastik dalam skara makro akan berkurang. Mengurangi konsumsi plastik memang hal kecil, tapi jika dilihat dari skala besar ini bisa jadi tindakan efektif.

Ini baru dalam kehidupan sehari-hari dalam skala perjalanan kita bisa berbuat lebih banyak lagi. Misalnya lebih banyak menggunakan angkutan umum atau menggunakan kendaraan non emisi, ini bisa mereduksi potensi munculnya polusi. Atau hal kecil lainnya seperti membawa botol minum sendiri untuk mengurangi konsumsi air mineral dengan ini mengurangi potensi satu botol plastik terbuang.

Masalah utama dalam menjaga alam adalah ketidakpedulian. Banyak orang tidak peduli karena merasa alam kita masih luas, masih bersih, padahal kondisi faktualnya berkebalikan. Dua puluh tahun yang lalu mungkin air di sungai-sungai Jakarta masih bening, tapi sekarang? tak lagi bening, bahkan memadat penuh sampah. Hanya dalam kurun dua puluh tahun, kurang dari satu generasi. Kita banyak tak peduli, mau diakui atau tidak.

IMG_4178
Ruang terbuka hijau di Jakarta yang makin berganti rupa dengan hutan beton dan pemukiman.

Sebagai pejalan pun demikian. Kita cenderung cuek dan tidak menghormati aturan. Merasa bangga bahwa kita adalah kaum pejalan yang telah menaklukkan banyak tempat. Padahal jika tidak menghormati aturan, seseorang tidak akan menjadi sosok yang akan dihargai orang lain.

Sempu contohnya, sudah jelas itu adalah Cagar Alam, berarti fungsinya hanya untuk kunjungan edukasi. Tapi faktanya? Sempu adalah destinasi wisata liar paling populer di Jawa Timur. Banyak yang lantas membuat paket tur menjelajahi Sempu. Alam yang perawan lantas digagahi banyak manusia yang datang. Ini soal ketidakpedulian, tahu ada aturan tapi dilanggar dengan berbagai macam alasan. Padahal jika menahan diri untuk datang, senirwana apapun panorama Sempu, kita telah mengurangi 1 orang pengunjung yang merusak Sempu.

Banyak contoh lain yang bisa disebutkan. Tidung yang dalam dua tahun dari sebuah pulau yang damai menjadi pulau yang penuh hiruk pikuk sampai Semeru yang awalnya gunung yang diagungkan menjadi puncak ekstase penaklukan yang sedang trend. Ini semata soal ketidakpedulian yang berlarut akhirnya menjadi masalah besar. Urutannya mudah, pemerintah membuat aturan, satu melanggar dibiarkan.

Lama-lama pelanggaran makin berakumulasi , pemerintah kesulitan menegakkan aturan akhirnya sudah, dibiarkan dan jadi kebiasaan. Hal ini berulang dan tak pernah diatasi, masalah yang sebenarnya sangat mudah menjadi berlarut dan benang kusut. Masalah besar sebenarnya hanya kumpulan masalah kecil yang terakumulasi lama sekali.

Kita seharusnya menjaga etika dengan penuh kesadaran, jika tidak bisa mengajak orang lain, minimal keraslah pada diri sendiri untuk terus menjaga etika. Banyak bentuknya, tapi yang mungkin paling mudah untuk dilakukan adalah dengan patuhi saja aturan tanpa banyak bertanya, apalagi melanggar. Lalu berprinsiplah di mana langit dijunjung di situ bumi dipijak. Datanglah dengan sudut pandang orang lokal bukan sudut pandang seorang tamu yang harus dijamu. Membaurlah bukan membuat jarak.

Tidak usah jauh-jauh dengan contoh yang ambisius. Saya bisa contohkan bahwa menjaga etika dalam perjalanan adalah dengan mengikuti ritme hidup warga lokal. Mereka senantiasa memiliki kearifan lokal yang sangat-sangat ramah terhadap alam. Bentuk kearifan lokal memang biasanya menyesuaikan dengan alam, bukan justru melawan alam.

Di akhir, ada banyak sekali bentuk etika yang bisa dilakukan. Tapi satu hal, ariflah dalam perjalanan, merendahlah dengan lingkunan dan ramahlah dengan alam maka semesta akan senantiasa  merestui perjalananmu.

Tabik.

PS : Berikut saya lampirkan video tentang pentingnya Etika dalam Perjalanan. Video ini kerjasama dengan Campa Tour, sebuah jasa tour dengan konsep wisata berkelanjutan, concern terhadap wisata sejarah dan pemberdayaan warga lokal.

[yframe url=’http://www.youtube.com/watch?v=mmj-m3LcFxI’]

Postingan tematik untuk memperingati World Enviromental Day 2014 oleh Travel Bloogers Indonesia. Mari turut menjaga alam demi masa depan umat manusia. Postingan lain silakan tengok link di bawah ini.

Selamat Datang Di Masa Depan – @yofangga Menjelajah Negeri Orang Laut – @dananwahyu Dilema Wisata Karimunjawa – @fahmianhar Apa itu Green Tourism? – @FeliciaLasmana Interview with Tiza Mafira: Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) –  @discoverurindo 5 Dosa Para Pendaki Gunung Yang Harus Dihindari –  @wiranurmansyah Hutan Kalimantan, Nasibmu Kini –  @bpborneo Kebiasaan Bersahabat dengan Lingkungan –@dalijo Jatuh Cinta Kepada Hijau – @miss_almayra Tentang Cagar Alam, Dan Etika Jalan – Jalan Di Alam – @catperku.

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

19 KOMENTAR

  1. Haha… kadang-kadang untuk memulai sebuah perubahan itu rasanya mustahil, ya. Tapi perubahan besar kan dimulai dari hal kecil, misalnya ya, seperti yang kamu lakukan di blog ini. :p
    Selamat Hari Lingkungan Sedunia, Chan. 😉

    • hai yulin. orang kita selalu sibuk dengan hal besar, itu yang membebani karena terasa begitu besar.
      perubahan memang dimulai dari yang kecil kog. 🙂

  2. etika dengan alam seperti bagaimana orang lokal memelihara alam.
    kadang orang kota sok modernis.
    tapi menjadi beretika sekarang menjadi gaya hidup baru, ya?

  3. mengamini quote ini:

    “ariflah dalam perjalanan, merendahlah dengan lingkunan dan ramahlah dengan alam maka semesta akan senantiasa merestui perjalananmu”

  4. disini ketimpangannya ‘Faktanya, korporasi dengan modal gemuk makin menggerus alam Indonesia sampai mungkin tak bersisa’
    rakyat dihimbau sadar lingkungan sementara melihat korporasi merusak. rakyat kecewa dan akhirnya egp. jadi cukup menjaga alam halaman rumah. 🙂

  5. Saya sebagai pekerja sosial, yang telah sedikit jalan-jalan ke berbagai wilayah di Indonesia. Memang miris kondisi dilapangan, seperti hutan yang banyak dijadikan perkebunan skala besar dan masive. Salam kenal 🙂

  6. […] Bersama Tintin di Hutan Kota Kemayoran – Rembulan Indira Soetrisno : Bersihnya Situ Gunung – Farchan Noor Rachman : Menjaga Etika Perjalanan Menjaga Alam – Atrasina Adlina : Musuh Abadi, Plastik – Taufan Gio : How Environment-Friendly Are You? – […]

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here