Kare Kambing khas Arab. Paduan pedas dan panas yang begitu menggoyang lidah.

Pernahkah membayangkan bagaimana rasa Rendang tanpa Ramuan Rempah di dalamnya? Atau bisa membayangkan bagaimana rasa Kari Kambing khas Arab tanpa ada bumbu rempah di kuahnya? Atau satu lagi, bagaimana seandainya seporsi Steak tanpa taburan lada pada dagingnya?

Datar dan pasti rasanya hambar, kosong. Apa jadinya masakan-masakan di atas tanpa ada rempah di dalamnya?

Bukankah gelegak rempah pada serat-serat daging rendang adalah yang membuatnya menjadi masakan nomor satu di dunia. Bukankah campuran rempah pada kari yang membuat harum kari menjadi termasyhur. Bukankah taburan lada pada sepotong daging steak adalah pelengkap akhir kenikmatannya?

Untuk sebuah kemegahan rasa, selalu ada sepercik rempah di dalamnya.

Cerita Di Balik Kuliner Minang

Mertua saya pernah menyajikan pada saya olahan rendang yang Minang sekali. Alih-alih berwarna merah seperti rendang di rumah makan Padang, rendang buatan Mertua saya berwarna  mendekati hitam, dengan bumbu yang begitu pekat.

Tapi memang hasil rendang rumahan yang dibuat dengan tradisional tingkat kenikmatannya 2 tingkat dibandingkan dengan rendang di rumah makan Padang. Bumbunya seolah meledak di lidah, ada pedas cabe, panas dan menyeruak harum rempah.

Lantas saya bertanya pada Mamah, panggilan untuk mertua saya, apa rahasia rendang yang ia buat.

“Rahasianyo lalatek pada bumbu” katanya sambil menunjukkan beraneka ragam bumbu untuk rendang yang ia simpan.

Saya sampai bingung melihat beraneka ragam bumbu dan sampai kesulitan untuk mengenalinya satu persatu, seingat saya pada bumbu yang ditunjukkan Mamah ada lada, pala, kemiri, lengkuas dan entah berapa bahan bumbu lainnya. Barangkali memang rendang adalah makanan dengan aneka rupa bahan yang kaya.

Yang pertama bumbu, selanjutnya adalah durasi. Itu dua rahasia utama membuat rendang yang nikmat.

“Lamonyo limo jam”. Begitu kata Mamah.

lima jam membuat rendang, Mamah seperti pertapa. Ia akan diam, hening tidak memperdulikan sekitar, semua konsentrasi hanya ditujukan pada sepotong demi sepotong daging yang akan ia olah menjadi rendang. Rendang yang baik adalah yang dimasak lama sehingga setiap bumbu bisa meresap dalam-dalam pada tiap serat dagingnya.

Tak bisa dipungkiri olahan Minang memang terkenal unik, ada paduan rasa pedas cabai dengan pedas rempah yang kuat. Membentuk rasa pedas yang unik dan tidak bisa ditemukan pada olahan kuliner daerah lainnya. Tak heran jika rempah menjadi salah satu inti dari olahan kuliner Ranah Minang.

Nasi Kapau Fly Over Senen, tempat kuliner-kuliner Minang nan lezat bisa ditemukan di Jakarta.

Soal rempah ini saya juga mendapatkan pandangan lain, di bawah flyover Senen, diantara asap solar Metro Mini yang hitam, berderet warung Nasi Kapau yang menyajikan versi lain kuliner Minang. Di situlah salah satu surga kecil saya dan istri di Jakarta. Menikmati nikmatnya Nasi Kapau diantara bising kendaraan ibukota.

Juru masak lapak Nasi Kapau langganan saya menceritakan bagaimana rempah menjadi bumbu dasar untuk tiap hidangan yang akan ia olah. “Yang pertamo itu selalu lado, alah itu lainnyo.” Maksudnya adalah lada adalah rempah pertama yang akan ia olah.

Ia mengibaratkan, jika sebuah rumah, maka lada adalah pondasinya. Lada adalah alas, dasar, pondasi untuk bumbu-bumbu berikutnya. “Ndak ado lado, ndak ado raso”. 

Maka sebagai bumbu dasar, lada yang akan diolah pertama, baru kemudian yang lainnya.

Sate Padang, kuliner yang menggantungkan diri pada rempah untuk bumbunya

Lain lagi dengan Sate Padang. Ada sate Padang yang terkenal di Jakarta, tempatnya selalu penuh pengunjung dan menjadi legenda, Sate Padang Ajo Ramon. Di halaman Pasar Santa, Kebayoran, setiap malam ada bau harum sate yang dibakar dan bumbu kental berwarna kuning yang harum rempah dan pedas.

Pada Sate Padang yang konon khas dari Pariaman rempah adalah bumbu dasar. Bahkan aroma rempah sudah begitu terasa dalam setiap kecap bumbu yang sampai ke lidah. Ada aroma lada dan ketumbar yang kuat dalam bumbu Sate Padang, ditambah pula Kapulaga yang membuat harum bumbunya. Jadilah rempah-rempah ini bertaut saling menguatkan dan menjadikan bumbu Sate Padang yang khas dan rasanya begitu kuat.

Bisa jadi tanpa rempah takkan ada bumbu Sate Padang nan harum itu.

Rempah – rempah memang kemudian menjadi penting bagi olahan Minang, tanpa rempah takkan ada rasa yang kuat dari olahan kuliner rempah. Orang-orang Minang tahu benar memperlakukan rempah sebagai harta yang begitu penting untuk olahan kuliner mereka, siapa sih yang akan menyangsikan kuliner Minang yang begitu menggoda selera?

Gelegak Rempah Kuliner Jazirah Arab

Pada catatan sebelumnya saya pernah menulis bagaimana rempah bisa melanglangbuana, menjadi komoditi dari Indonesia yang mendunia. Maka dari sisi timur Kepulauan Nusantara, rempah merambah gurun pasir Arabia. Betapa jauh penyebaran rempah di dunia dari zaman dulu hingga sekarang dan secara tidak langsung ada pengaruh rempah terhadap kuliner Semenanjung Arab.

Salah satu kuliner dari Jazirah Arab adalah kari kambing. Ini adalah salah satu kuliner yang kulturnya begitu kental. Kuliner Arab yang paling dikenal ya kari kambing. Fungsi kari kambing dalam khasanah kuliner arab biasanya saling melengkapi satu sama lain. Kari kambing jamak dipasangkan dengan Roti Jala atau Martabak.

Memang kari kambing ini begitu nikmat, aromanya begitu menggugah selera. Harumnya menyengat dan membuat air liur menggelegak untuk mencobanya. Jika aromanya dihirup seksama, akan ada bau rempah yang begitu khas dari kuah karinya.

Betul sudah jika rempah menjadi bahan penting dalam gelegak kuah Kari Kambing. Bumbu rempah dasar untuk membuat Kari Kambing adalah Cengkeh, Pala, Kapulaga dan Kayumanis. Keempat rempah tadi yang menjadi dasar olahan kari khas jazirah arab, itulah yang membuat kari kambing yang begitu khas.

Kari kambing memang pedas, tapi pedas rempah. Pedas rempah adalah pedas yang menghangatkan badan, bukan pedas yang menyiksa lidah. Dan disitulah rempah menjadi dominan, sebagai bumbu utama dan pemberi aroma yang khas pada kuliner jazirah arab ini.

Maka rempah tak hanya menyeberang dari Kepulauan Nusantara ke Jazirah Arab, tapi juga menjadi sumber utama kelezatan kuliner khasnya.

Kopi Gahwa. Olahan kopi khas jazirah arab.

Selain Kari Kambing ada satu hal lagi yang begitu kenal dari Arab, kopinya. Saya tidak akan bicara soal Kopi Arabika, satu dari dua varian kopi yang ada di dunia, tapi saya bicara soal Kopi Gahwa, olahan kopi dari Arab.

Kopi Gahwa adalah metode menikmati kopi yang umum di jazirah arab, sajian kopinya unik karena mencampurkan beraneka rempah dalam secangkir kopi. Metode ini lantas menjadi khas dan menjadi signature untuk sajian kopi dari arab.

Lain daripada yang lain, Kopi Gahwa membuktikan bahwa kopi dan rempah bisa dikawinkan dan menghasilkan sesuatu yang nikmat. Bagaimana tidak, bahan umum untuk Kopi Gahwa selain kopi adalah Kapulaga, minimal ini yang disertakan dalam secangkir Kopi Gahwa.

Rempah begitu dibutuhkan untuk Kopi Gahwa, mungkin karena dataran Arab yang dingin sehingga Kopi Gahwa ini disajikan juga sebagai minuman penghangat. Selain Kapulaga ada juga rempah lainnya yang biasa diramu bersama kopi, tak hanya satu tapi beberapa. Ada cengkih dan juga kayumanis.

Metode brewing a la Kopi Gahwa ini menambah khasanah lain bahwa rempah begitu luas digunakan dalam dunia kuliner, tak hanya sebagai bumbu tapi juga menjadi bahan dasar untuk minuman. Tanpa ada rempah takkan tercipta Kopi Gahwa.

Rempah Adalah Kunci

Dari sekian banyak ulasan soal kuliner tadi, ada satu benang utamanya, rempah-rempah. Di sini rempah sangat dibutuhkan untuk membuat sajian kuliner apapun jenisnya. Tak hanya sebagai bumbu, rempah juga menjadi hal utama untuk sajian itu sendiri.

Maka rempah adalah kunci, bukan hanya pelengkap semata. Ia adalah elemen utama untuk tiap kelezatan dari kuliner yang ada.

Tiada rempah, tiada olahan kuliner yang lezat dan menggugah selera. Pabila tiada rempah mungkin tiada ada rasa harum yang menyergak dalam sebuah makanan atau tiada juga sensasi rasa pedas yang harum yang menghangatkan badan.

Tapi rempah tak hanya berpengaruh pada kuliner nusantara, ia juga berpengaruh pada kuliner dunia. Setidaknya ada satu jenis rempah sebagai bumbu dasar.

Maka memang benar bahwa rempah adalah mahakarya yang sesungguhnya. Rempah sebagai kunci, sebagai inti kuliner yang sesungguhnya. Dan kekayaan rempah Indonesia ini memang harus disyukuri, dari Indonesia rempah lantas menjadi kunci berbagai olahan kuliner di berbagai belahan dunia.

Dus, Gemah Rempah Mahakarya Indonesia ini secara global mungkin mempengaruhi bagaimana dunia kuliner secara umum. Tanpa rempah barangkali takkan ada kuliner lezat seperti sekarang.

Rempah sekali lagi adalah kunci.

Tabik.

NB :

Artikel ini diikutkan dalam kompetisi penulisan Gemah Rempah Mahakarya Indonesia.

Seluruh foto adalah properti pribadi.

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

16 KOMENTAR

  1. Postingan kak chan udah mulai keluar bahasa minangnya, hehe 😀
    Walopun dulu sering di dapur buat bantuin ibu masak, tapi sampe sekarang aku gak pernah hafal bumbu apa aja yang dipakai waktu masak rendang. Bumbunya terlalu banyak, waktu masaknya juga terlalu lama. 😛

    NB: Pagi-pagi baca ini bikin laper kak 😀

  2. Ondee, sumondo pulo uda iko 🙂 rendang rumahan makin manteb kalo di masaknya pake kayu dan sekali-kali kalau ke Sumbar cobain Sate Minang di Dangung-Dangung Payakumbuh

  3. Imbang lah sama masakan khas Aceh, cuman sepanjang yang kutahu, aceh kari-nya pakai santan, pakenya kelapa disangrai, ada banyak cengkeh didalamnya 🙂 sama-sama rempahnya kuat, dengan citarasa yang berbeda 🙂

  4. Iy dari dulu sampai sekarang Indonesia memang terkenal akan rempah2nya..
    Potensi sangat besar Indonesia yg bisa bikin Indonesia lebih maju jika bisa dimaksimalkan lebih lg y ka
    Gemah Rempah Mahakarya Indonesia nya keren..

  5. Makanan tanpa rempah ibarat hanya makan sesuap nasi. Indonesia memang terkenal dengan kekeayaan rempahnya. sampai terkenalnya akan rempah. akhirnya indonesia jadi di jajah selama tiga setengah abad lebih.

  6. Maaf klw krg berkenan, kebetulan sy keturunan minang. Seingat saya lado dlm bhs minang artinya adalah cabai. contohnya Lado padi = cabai rawit. CMIIW. Mohon koreksinya jg ya.. secara keseluruhan, artikelnya bagus !!

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here