DSC_0384_opt
Lahan Padi Toucheng Leisure Farm

Ketika ke Taiwan tahun 2014 silam, saya sempat mampir ke sebuah resort pertanian yang memiliki konsep pengelolaan yang bagus di Yilan, Toucheng Leisure Farm. Resort ini berada di tempat yang begitu indah, di antara cekung pegunungan, dilintasi sungai nan jernih dan dikelilingi hutan rapat dengan pohon-pohon tinggi.

Resort ini adalah salah satu resort pertanian populer di Taiwan, luasnya berhektar-hektar. Selain kompleks resort di sini terdapat juga lahan pertanian padi, kebun bunga, pengolahan madu, kebun sayur dan buah-buahan. Semuanya terintegrasi, saling menyokong satu sama lain dalam sistem pengelolaan resort ini.

Namun ada yang lebih menarik dari sekedar soal tempat di sini, namun bagaimana pemilik resort ini mengelola tempat ini. Resort dikelola dengan konsep ramah alam, barang-barang yang terbuang didaur ulang dan sebisa mungkin tidak menggunakan barang-barang yang tidak ramah alam.

Selain itu adalah bagaimana pengelolaan tenaga kerja di resort ini, tampak ketika di sana tenaga kerjanya adalah anak-anak muda, saya taksir berusia 20-an tahun dan dari berbagai bangsa. Sebuah hal unik dan menjadi pertanyaan kenapa pekerjanya bukan orang-orang Taiwan.

Rupanya Toucheng Leisure Farm ini memberikan ruang bagi anak-anak muda dari berbagai negara untuk menjadi relawan di resort ini. Mereka diijinkan berwisata di resort sekaligus menjadi relawan untuk bekerja selama kurun waktu tertentu, imbalannya mereka mendapatkan akomodasi dan makan selama tinggal di resort. Ini adalah konsep dasar voluntourism yang jamak diterapkan di berbagai daerah, walaupun pihak Toucheng Leisure Farm menyebut program ini sebagai Working Holiday, kerja dan berlibur.

Konsep ini tidak hanya menguntungkan bagi resort karena mendapatkan tenaga kerja. Tapi pihak resort memberikan kesempatan untuk mempelajari manajemen resort sampai teknik pertanian Taiwan yang sudah berkembang pesat dengan gratis kepada para relawan, sebuah konsep timbal balik saling menguntungkan yang baik dan menguntungkan satu sama lain.

Di Taiwan, upaya voluntourism yang ditawarkan oleh Toucheng Leisure Farm ini lantas menjadi pelopor dan diadaptasi oleh resort pertanian lain yang tersebar di banyak kota di Taiwan. Resort-resort pertanian dan wisata lainnya mulai menarik anak-anak muda untuk turut merasakan bekerja dan mengelola resort pertanian.

Voluntourism di Indonesia

Lantas bagaimana dengan voluntourism di Indonesia sendiri? Sejatinya voluntourism yang menggabungkan berwisata dan menjadi relawan belum menjadi hal yang populer di Indonesia. Mungkin karena tataran berwisata di Indonesia masih dalam tahap mengunjungi objek tertentu belum berorientasi pada pengembangan hubungan timbal balik dengan masyarakat di objek wisata tersebut.

Tapi voluntourism di Indonesia bukan tidak ada, beberapa upaya individual maupun kolektif yang mulai dilakukan. Saya sendiri berkenalan dengan apa yang mungkin dibilang konsep voluntourism adalah pada akhir 2010. Kala itu saya bersama teman-teman Backpacker Indonesia berkeliling Magelang untuk menjadi relawan erupsi Merapi.

Kala itu, mereka para pejalan berbondong-bondong datang ke Magelang atas dasar kemanusiaan, bukan untuk menikmati pemandangan tapi untuk turun ke lapangan membantu yang kesusahan. Banyak pejalan yang kemudian datang, membentuk grup-grup kecil dan menjadi relawan. Ada yang hanya sebentar, tapi ada juga yang menetap sampai tahap rehabilitasi selesai.

Bersama Backpacker Indonesia menjadi relawan Merapi di Magelang. doc : Nizar Wogan
Bersama Backpacker Indonesia menjadi relawan Merapi di Magelang. doc : Nizar Wogan
Bersama Backpacker Indonesia menjadi relawan Merapi 2010. doc : Nizar Wogan
Bersama Backpacker Indonesia menjadi relawan Merapi 2010. doc : Nizar Wogan

Bentuk lain voluntourism saya temukan di akhir 2011 lewat sahabat saya Rosa, ketika itu Rosa yang sedang melakukan ekspedisi ke puncak Binaiya membawa oleh-oleh cerita. Bahwa pada saat pendakian tersebut ia mampir di kampung kecil bernama Manusela dan betapa ia tersentuh dengan kehidupan dan perjuangan anak-anak di sana untuk mendapatkan pendidikan.

Rosa tergerak untuk berbuat sesuatu dan berjanji kembali ke Manusela karena ia menemukan ada hal yang perlu dilakukan yang ia temui di perjalanan. Rosa kemudian menggugah hati banyak orang dan berupaya membantu mengembangkan taraf pendidikan anak-anak Manusela. Pada saat ia memancangkan tekad untuk kembali ke Manusela, lahir pula Satu Buku Untuk Indonesia dan akhirnya Rosa kembali ke Manusela seperti janjinya dan membawa seribu buku untuk anak-anak di sana.

Rosa dan anak-anak Manusela, beserta 1000 buku yang ia bawa ke Manusela.
Rosa dan anak-anak Manusela, beserta 1000 buku yang ia bawa ke Manusela. doc : 1 Buku Untuk Indonesia
406416_369099456440494_702439327_n
Bagaimana buku dibawa ke Manusela. Melewati hutan lebat dan Sungai Sekuwala yang begitu deras. doc : 1 Buku Untuk Indonesia

Saya memang tak turut ke Manusela, saya hanya membantu dalam tahap pengumpulan buku untuk yang Rosa dan Satu Buku Untuk Indonesia lakukan. Satu Buku Untuk Indonesia sekarang menjadi sebuah usaha kolektif yang terus berlanjut. Melakukan perjalanan sambil membagikan buku ke seluruh Indonesia, melakukan perjalanan sembari terus membagi pengetahuan.

Pada akhirnya saya mengerti bahwa apa yang Rosa lakukan lewat Satu Buku Untuk Indonesia adalah salah satu jenis dari voluntourism itu sendiri. Kelak berikutnya banyak sekali upaya-upaya sosial kemasyarakatan bersifat voluntourism yang datang dari inisasi dari para pejalan dalam bentuk serupa, berbagi buku sepanjang perjalanan.

Di Borobudur lain cerita soal voluntourism. Saya berkawan dekat dengan Pak Yus, seseorang yang menyediakan rumahnya secara sukarela untuk menampung para relawan yang datang dari beragam penjuru dunia. Mereka yang berkunjung rata-rata menetap 3-6 bulan lamanya di Borobudur, turut serta dalam pengembangan kebudayaan, ikut kegiatan masyarakat sampai aktif dalam konservasi candi.

Dalam hal ini Pak Yus bertindak sebagai tuan rumah bagi para relawan yang datang. Jenis voluntourism di Borobudur ini memang difasilitasi oleh sebuah NGO dari luar negeri yang bervisi mengembangkan masyarakat seiring dengan perkembangan Borobudur serta upaya penyadaran masyarakat tentang pentingnya konservasi Candi Borobudur. Di sini Pak Yus adalah salah satu penduduk lokal yang berkesempatan terlihat dalam model pengembangan voluntourism di Borobudur.

img_0204
Pak Yus dan salah satu relawan

Selalu ada timbal balik positif dalam voluntourism. Relawan mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang budaya sosial tempat mereka menetap selama beberapa bulan, turut serta membangun masyarakat dan terlibat aktif dalam konservasi Candi Borobudur. Dari sisi Pak Yus sendiri mendapatkan wawasan dan pandangan baru dari mereka yang singgah dan menetap di rumahnya, para relawan sudah dianggap keluarga sendiri.

Beberapa contoh yang saya ceritakan memang menunjukkan bahwa voluntourism  di Indonesia sampai memang belum menggejala, ia masih gagap dan mencari bentuk. Mungkin karena konsep baru seperti ini belum terlalu diterima.

Bisa juga karena memang belum banyak yang memahami tentang voluntourism padahal jika ditelaah, ada banyak yang manfaat yang dipetik dari voluntourism. Kita tinggal menunggu sampai voluntourism bisa diterapkan benar-benar dan mendatangkan efek positif di Indonesia.

Konsep Baik Voluntourism

Jika dirunut dari akarnya, voluntourism menggabungkan antara prinsip-prinsip traveling/tourism dan volunteer. Pada penerapannya ada banyak jenisnya, bisa seperti di Taiwan seperti yang saya temui, atau pada kasus yang Rosa dan Satu Buku Untuk Indonesia lakukan, bisa juga seperti yang Pak Yus sediakan untuk relawan-relawan yang datang.

Praktek voluntourism yang paling umum dijumpai adalah menetap di sebuah daerah, lalu berkontribusi untuk mengembangkan daerah tersebut. Bentuknya bisa apa saja, mengajar adalah praktek yang paling sering ditemui, bisa juga bekerja sukarela sesuai kepakarannya.

Di beberapa negara lain, voluntourism bahkan sudah diterapkan dengan target-target tertentu di mana ada hasil dan Key Performance Indikator benar-benar diukur. Ini berarti voluntourism benar-benar diukur supaya hasil kepada masyarakat memang nyata.

Pada dasarnya saya sepakat bahwasanya voluntourism itu baik dengan catatan penerapannya benar-benar terukur. Seperti diketahui, turisme massal selama ini justru menghancurkan relasi masyarakat lokal, objek wisata dan pengunjung. Pengunjung seolah bisa berbuat sesukanya karena dia membayar, objek wisata tinggal objek dan masyarakat lokal terpinggirkan.

Sisi baiknya adalah voluntourism bisa mengikis sedikit demi sedikit kesenjangan antara pengunjung dan masyarakat lokal yang terjadi seperti kasus di atas. Dengan voluntourism pengunjung bisa mengunjungi langsung dan merasakan apa yang dirasakan oleh masyarakat lokal. Bagi masyarakat lokal pun ada pandangan baru bahwasanya pengunjung tak hanya berkunjung lalu pulang. Mereka sama-sama terikat untuk membangun lingkungan sekitar objek wisata supaya lebih maju dan berkembang.

Namun voluntourism tak lepas dari kritik. Di beberapa negara voluntourism dituding sebagai bentuk lain eskploitasi ketertinggalan dan ketidakberdayaan penduduk lokal. Eksploitasi ini merujuk pada harga yang harus dibayar calon relawan yang berkunjung. Sehingga seolah-olah relawan itu membayar untuk menikmati betapa tertinggalnya penduduk lokal.

Kritik lain juga tentang tidak terlaksananya program-program yang seharusnya berlangsung. Ini karena tidak fokusnya program yang dijalankan, entah karena tidak cocok atau juga resistensi masyarakat terhadap para relawan yang berniat datang.

Memang setiap program tak pernah lepas dari pro dan kontra, namun pandangan-pandangan positif tentang voluntourism terus digelorakan. Saya pada satu titik percaya bahwa voluntourism adalah solusi yang pas untuk memberikan rasa tanggung jawab saat traveling, atau bisa juga menjadi wadah nyata timbal balik para wisatawan/traveler untuk masyarakat lokal.

Voluntourism juga seharusnya tidak dikotak-kotakkan menjadi kegiatan tertentu atau diidentikkan dengan pemberian bantuan semata, voluntourism bisa mencakup semuanya. Saya justru beranggapan, selama seseorang berbuat baik dan mendatangkan manfaat pada penduduk lokal saat ia traveling, bisa jadi seseorang tersebut sedang melakukan voluntourism dalam bentuk yang paling sederhana.

Tabik.

Sumber :

1. Working Holiday di Toucheng Leisure Farm.

2. Pengertian dan Konsep Dasar Voluntourisme

3. Twitter Satu Buku Untuk Indonesia

4. Kritik-kritik Terhadap Voluntourism

5. Sisi Lain Voluntourism

6. Sisi Lain Voluntourism

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

10 KOMENTAR

  1. “Saya pada satu titik percaya bahwa voluntourism adalah solusi yang pas untuk memberikan rasa tanggung jawab saat traveling, atau bisa juga menjadi wadah nyata timbal balik para wisatawan/traveler untuk masyarakat lokal.” Noted. Setuju. Suka banget dengan kalimat ini.

  2. Duh jadi pengen ngerasain.. Karena ada temennya temenku yang dia buat sebuah organisasi namanya voluntourism juga..

    Jadi tertarik.. Tapi waktunya aku harus cari-cari yang pas 🙁

  3. Mas bisa minta info tentang Voluntourism yang lebih ke pendidikan? Bisa share kontaknya mbak Rosa di medsos? Thanks

  4. Pas nyari informasi volunturisme di Indonesia malah nyasar kesini. Kalau di indonesia ada enggak sih komunitas atau website khusus yang memfasilitasi volunteer dari dalam negeri? Kepikiran pengen coba volunteer kayak om bolang itu 😀 di indonesia timur~

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here