IMG_0214
Menunggu bis sembari menulis di Terminal Denizli.

Adalah Jaki yang mendorong saya untuk menulis catatan perjalanan dengan lebih serius. Dulu saya hanya menulis catatan perjalanan terbatas di Facebook. Jaki untuk kedua kalinya mendorong saya lebih serius dengan mendorong saya membuat domain blog perjalanan sendiri dan berhenti menumpang domain blog gratisan. Maka dari sebuah catatan perjalanan , blog ini berkembang menjadi ratusan catatan perjalanan.

Dulu, ketika awal-awal saya menulis catatan perjalanan, Jaki juga mereferensi buku berjudul โ€œSeandainya Saya Wartawan Tempoโ€ sebagai panduan saya untuk menulis. Sampai sekarang buku itu selalu menjadi acuan setiap kali menulis catatan perjalanan.

Kenapa mau menulis catatan perjalanan saja musti serius sekali? Sampai harus belajar dari buku jurnalistik? Karena saya berprinsip bahwa setidaknya kalaupun tulisan saya sepi pembaca, setiap proses penulisan yang saya alami adalah lahan pembelajaran.

Dus, saya merasa mungkin juga terlalu idealis sebagai penulis catatan perjalanan, terlalu banyak pertimbangan, pergulatan pemikiran dan tanggung jawab yang saya pikirkan sebelum menulis . Mungkin itu yang membuat saya lambat dan terkesan serius dalam menulis catatan perjalanan.

Namun saya berprinsip bahwa catatan perjalanan yang saya buat adalah sebuah catatan yang jujur dan bisa dipertanggungjawabkan. Jika catatan yang saya buat tidak bagus, setidaknya catatan saya tidak menyakiti dan tidak membuat kerusakan untuk pihak lain.

Begitulah ceritanya dan lambat tapi pasti saya menemukan gaya bagaimana saya menulis catatan perjalanan yang sesuai dengan diri saya sendiri.

Bagaimana Memulainya?

Menurut saya pribadi, seharusnya pejalan memiliki prinsip dalam membuat catatan perjalanan. Maksud saya begini, dari pertama kali memulai menulis perjalanan saya berpikir bahwa catatan perjalanan saya harus bisa menjadi sarana edukasi. Kedua, saya ingin tulisan-tulisan yang saya buat menjadi sarana pengingat bagi orang lain untuk terus bertanggung jawab saat melakukan perjalanan.

Itulah mengapa, karena dua prinsip tadi maka saya mengusahakan tulisan-tulisan saya memberikan sudut pandang yang berbeda. Mungkin juga itu yang membuat saya lebih tertarik mengangkat isu-isu tertentu dalam tulisan perjalanan saya.

Contohnya begini, ketika kita membicarakan objek wisata misalnya, biasanya orang akan bicara soal perjalanan ke sana, panduannya atau menulis tentang objek itu sendiri. Saya secara pribadi tidak menyukai hal tersebut, saya lebih suka menggali bagaimana pengelolaan objek wisata tersebut atau tentang bagaimana kehidupan orang-orang di tempat tersebut. Tapi itu tidak mutlak, tergantung situasi dan kondisi.

Namun karena dua prinsip tadi saya pegang benar, maka tidak semua perjalanan akan saya tuliskan, tidak semua pengalaman akan saya bagikan. Ada yang pantas untuk dibagikan, ada yang tidak. Saya sebagai penulis, sekaligus editor untuk menilai kepantasan apakah tulisan tersebut layak atau tidak dengan mengingat apa dampak dari tulisan saya yang muncul kelak.

IMG_20150220_144026
Catatan tentang sistem kemasyarakatan Suku Sasak Bayan Beleq.

Lantas, saya terbiasa menulis catatan perjalanan setelah rampung perjalanan. Kecuali jika pesanan, saya bisa tiba-tiba menjadi mahir menulis kala perjalanan masih berjalan. Namun saya lebih nyaman menulis setelah perjalanan usai karena saya bisa lebih leluasa menulis dan memiliki waktu untuk menyusun ulang detail-detail perjalanan yang terserak.

Namun rupanya banyak juga yang enggan menulis perjalanan setelah seusai perjalanan karena dua hal, memori dan detail. Memang masalahnya 2 itu, terkadang seseorang luput merekam detail atau bahkan lupa begitu saja tentang apa yang ditemui di perjalanan.

Mengantisipasi hal tersebut saya memiliki beberapa cara. Pertama, untuk mencatat detail saya mengandalkan 2 hal, ingatan yang kuat dan catatan kecil pada notes. Ada rasa syukur karena saya dianugerahi ingatan yang cukup kuat, dari situlah saya mencoba menuangkan detail yang bersifatย rupa fisik dan inderawi.

Sementara untuk detail perjalanan seperti contohnya harga barang, tujuan, ongkos, waktu tempuh dan detail lain saya terbiasa mencatatnya. Jika memang pada detail tersebut ada yang kurang barulah saya membongkar foto-foto untuk mencoba mengingat kembali detail dan atau mencoba riset dari internet.

Dalam prinsip saya, data yang didapat sendiri adalah prioritas, sementara hasil riset internet adalah pendukung.

Memperkuat Riset

Bagaimana saya meriset? Saya membagi riset menjadi tiga bagian. Riset pada saat perjalanan, riset pustaka dan riset seusai perjalanan.

Ketika perjalanan, riset saya mulai dengan mencatat detail apapun yang menurut saya menarik. Riset di saat perjalanan ini buat saya porsinya paling besar karena detail-detail perjalanan inilah yang akan menjadi inti dari tulisan perjalanan.

Riset pertama ini banyak sekali bentuknya, bisa dengan mencatat apa yang dilihat, mewawancarai penduduk lokal atau mengingat apa yang dialami. Yang penting adalah hasil-hasil riset tersebut ada memorinya/dokumentasinya sehingga mudah ketika kelak dituangkan dalam sebuah tulisan.

Jika kebetulan tempat tersebut memiliki sejarah yang menarik, saya mencoba meriset dari buku-buku sejarah yang memang jadi santapan saya sehari-hari. Itu jika ada, biasanya saya sisipkan sedikit informasi dari buku-buku tersebut. Jika memang tidak ada ya tidak dimasukkan. Itulah mengapa jika pembaca cermat, banyak sekali catatan saya yang meninggalkan catatan kaki berupa sumber pustaka.

Sementara riset terakhir adalah riset pasca perjalanan. Biasanya ini untuk objektifitas tulisan, caranya adalah dengan meng-cross check ulang informasi kepada sumber-sumber lainnya, baik lewat internet atau meminta keterangan dari teman-teman yang lebih tahu tentang daerah tersebut.

Intinya pada tahap riset inilah saat di mana saya melakukan verifikasi ulang terhadap hasil informasi yang sudah saya dapatkan di perjalanan atau pustaka. Apakah informasi ini valid, apakah informasi ini bisa dipertanggungjawabkan, apakah informasi ini adalah informasi yang benar dan sebagainya.

Saya pribadi berpendapat, riset adalah bagian terpenting dari catatan perjalanan saya. Riset menjadi kunci supaya tulisan yang saya hasilkan memiliki kekuatan.

IMG_20150220_150423
Beberapa buku referensi

Merencanakan Plot

Sayaย  mencoba menulis catatan perjalanan dengan membuat plot sangat sederhana. Prakteknya, dalam sebuah batang tubuh tulisan saya membaginya menjadi 3 bagian, bagian awal, tengah dan akhir. Masing-masing bagian memiliki tema cerita yang berbeda-beda. Setelah itu baru saya menjalinnya menjadi satu bagian utuh.

Terkadang saya memisahkan bagian tersebut dengan membuat sub judul, terkadang tidak, mengalir begitu saja. Buat saya yang penting dari plot tersebut bisa ada alur dan garis besar cerita. Memang tidak terlalu detail dan serius seperti plot novel, yang penting adalah saya memiliki pegangan untuk bercerita.

Soal plot tidak melulu bersifat kronologis, misalnya cerita dari awal sampai akhir perjalanan atau dari tempat A ke tempat B. Saya justru tidak menyukai tulisan yang demikian karena saya kurang lihai menulis yang bersifat kronologis seperti catatan perjalanan dan juga saya cepat bosan menulis yang bersifat kronologis.

Saya merasa tulisan saya punya alur yang melompat-lompat. Terkadang hal itu membuat pembaca bingung. Saya sendiri merasa kebingungan karena saya juga susah bercerita secara runtut. Seolah seperti ada letupan-letupan yang mendadak harus saya ceritakan.

Pun demikian, tulisan saya terkadang penuh kritik dan penuh subjektifitas. Memang seharusnya demikian tulisan perjalanan, sesuai dengan perasaan yang dirasa selama perjalanan. Bukankah kita menceritakan sebenar-benarnya apa yang kita lihat, yang kita rasa tanpa perlu ditambah-tambahi?

Namun untuk mengimbanginya, perlu ada sudut pandang objektif, maka itu saya dapatkan dari feedback pembaca atau dari pendapat masarakat lokal. Jadilah tulisan itu memang pendapat subjektif tapi soal data harus tetap objektif.

Kekritisan selama ini saya anggap menjadi ciri khas tulisan saya, tapi mungkin ini sekadar pendapat pribadi. Penting menjadi kritis karena perjalanan bagi saya adalah sesuatu yang harus bisa dipertanggungjawabkan. Kritis juga membuat seseorang menjadi lebih jernih dalam memandang sesuatu.

Selama ini saya merasa cukup menulis dengan menggunakan panduan plot sangat sederhana yang saya lakukan tadi, itulah yang membuat tulisan saya memiliki ciri khas. Kecuali saya ada pesanan tulisan dari media massa atau on line lainnya, kalau demikian saya mengikuti panduan dari mereka tanpa mengulangi ciri khas tulisan.

Membuat Konklusi

Mirip sebuah makalah, tulisan selalu saya tutup dengan kesimpulan. Mungkin ini terkesan kuno, namun saya merasa perlu membuat kesimpulan karena tidak semua pembaca mampu membahas sampai akhir. Jika dalam bangunan ada paku kunci, maka konklusi adalah paku kunci tulisan yang saya buat. Ialah yang memastikan tautan demi tautan terkunci dan manjadi satu tulisan yang utuh.

Konklusi juga menjaga saya barangkali ada yang terlewat, maka saya cukupkan di konklusinya. Konklusi terkadang berisi rangkuman, opini, beberapa berisi ajakan atau pesan-pesan. Intinya adalah konklusi tidak hanya pelengkap, namun bagian ini adalah bagian penting juga dalam satu tulisan utuh, konklusi adalah penutup sempurna tulisan saya.

Last, Menulislah Dengan Banyak Membaca

Saya penulis otodidak, tidak pernah mendapatkan pelajaran formal menulis selain pelajaran Bahasa Indonesia di bangku sekolah. Itulah mengapa tulisan saya banyak cela, banyak argumen yang lemah, plot-plot yang bolong sampai diksi yang tidak tepat.

Pun demikian saya tidak mengikuti kursus-kursus penulisan. Untuk memperbaiki tulisan terkadang saya mengusili teman-teman yang memang benar-benar penulis untuk mereview tulisan saya, pastinya harus menyiapkan telinga yang lebih tebal daripada biasanya.

Walaupun begitu, namun saya berusaha setiap hari memperbaiki kualitas tulisan-tulisan saya dengan banyak-banyak membaca buku. Saya tidak memilih buku perjalanan semata yang saya baca, hampir semua genre saya baca. Masing-masing memiliki fungsinya sendiri-sendiri.

Saya membaca novel untuk belajar membuat plot dan alur yang pas, membaca buku-buku sejarah untuk mempelajari bagaimana menyajikan kronologis, membaca buku biografi/otobiografi untuk mempelajari bagaimana menulis dengan sudut pandang orang pertama, kedua atau ketiga. Itulah mengapa setiap saya kemanapun selalu menenteng buku, karena saya percaya orang yang tulisannya bagus dia pasti juga banyak membaca buku bagus.

Terakhir, ini semua adalah proses bagaimana saya melahirkan tulisan. Tentunya setiap orang memiliki versi masing-masing, beginilah versi dari saya. Intinya adalah saya akan berusaha untuk terus meningkatkan kualitas tulisan dari hari ke hari. Perbaikan ini bukan untuk saya pribadi, tapi juga demi kepuasan dan kenikmatan pembaca yang rutin mengunjungi blog dan membaca catatan perjalanan saya.

Tabik.

PS : Tulisan ini terinspirasi oleh tulisan Ardi Wilda tentang proses kreatif menulis, Jaki juga menulis tentang proses menulis musik di blognya. Jika ada yang ingin menulis serupa, mari berbagi.

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

32 KOMENTAR

  1. Baca tulisan ini membuat saya punya perspektif baru soal menulis catatan perjalanan. Selama ini masih bergaya kronologis dan sekedar berbagi atau berdasarkan pengalaman pribadi aja. Memang masih harus banyak belajar.
    Thanks.for sharing, mas.

  2. Cand….
    Terus berkarya kawan….gak sia sia sejak SD sudah terkenal kutu buku…sampe sampe kaca lensa semakin tebal hehehe

  3. Keren nih, menulis dari sudut pandang lain agar tulisan yang dihasilkan bisa mengedukasi pembacanya. Mikirnya out of the box, tapi bermanfaat banget.
    Saya harus banyak belajar lagi tampaknya, hehe..

  4. Thx mas dah saring… Tulisan ini seperti mengkritik tulisan catatan perjalanan saya…tapi memang saya butuh tulisan seperti ini. Saya jd lebih tau dan juga termotivasi untuk terus belajar… Top

  5. Aku nggak setinggi misimu buat “memberi edukasi dan sebagai sarana pengingat” setiap mulai menulis. Masih belum siapa wae buat ke arah situ.

    Dulu memang pas awal-awal gaya penulisan cenderung ke arah snobbish. Kritik sana-sini, kasih label jelek ke band ini itu, pakai bahasa-bahasa tingkat dewa. Semacam pengen ngajak pembaca buat gak nonton Dahsyat atau minta supaya pembaca beli CD band-band indie saja alih-alih beli album band-band Inbox. Tapi jadinya kok tulisannya berjarak ya. Menurutku pribadi ketika kita menulis dan berani mempublikasikan (entah itu di blog sekalipun) ya kamu harus bisa jadikan tulisan itu sebagai alat kamu bicara.

    Sekarang sih lebih ke story telling wae. Sekedar ngasih tau ke publik kalo, misalnya, album baru Ungu cuma buang-buang duit kalau dibeli. Kalau ada yang anggap sebagai sarana edukasi ya ta’ anggap bonus wae haha.

    Nice post, keep writing pokmen

  6. Wah saya suka sekali gaya mas menulis. Ringan dan enak dibaca. Mas kalau sekaranya ada buku panduan mas dalam bentuk pdf atau apalah, mohon kirim ke email saya ya mas : idrusdama@gmail.com

    Saya sangat senang bisa menimba ilmu dari catatan perjalanan mas. Kren… syukra atas ilmunya…

  7. Wah wah keren tulisan blognya. Kalau tertarik kami bisa bantu untuk menjadikannya buku seperti novel-novel di gramedia dengan biaya murah. Kami bantu mulai dari pracetak (bahkan pengumpulan tulisan dari blog/ website untuk dijadikan buku) dengan biaya murah (self publishing).
    Untuk mengetahui lebih jauh tentang kami atau contoh beberapa buku yang sudah kami bantu terbitkan bisa dicek: http://www.heryamedia.com atau https://heryamedia.wordpress.com/

    Kontak kami:
    SMS Centre: 0877-80538726/ 0877-67866622
    BBM: 2AC9FC12
    WA: 087767866622
    Email: heryamedia@yahoo.com/ heryamedia@gmail.com

  8. Terima kasih sudah menulis artikel ini. Ternyata saya nggak sendirian yg bingung nulis artikel perjalanan yang bersifat kronologis. Sama mas, saya juga suka loncat2 cara berpikirnya. Kadang suka kesulitan menuangkannya karena ada banyak hal yg ingin saya sampaikan sekaligus. Klo sempat mampir ke blog saya (rizkyindonesia.blogspot.com) saya akan berterima kasih sekali. Karena dengan demikian saya bisa meminta komentar/kritik mas atas tulisan saya.

    Sejauh ini saya senang dengan bukunya Agustinus Wibowo, Fatris & M. Yunus. Mencoba menulis spt mrk namun masih ada aja yg kurang. Sayangnya saya sendiri nggak tau dimana kurangnya. That’s why I need some discussion with another writers.

  9. Tulisan yang menginspirasi dan menyadarkan saya bahwa hidup adalah sebuah perjalanan yang terasa lebih baik jika diabadikan lewat kata agar menjadi cerita abadi untuk hari esok. Keren mas

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here