IMG_2321

Di Indonesia segala yang berbeda pasti dibesar-besarkan, seolah perbedaan itu sebuah masalah besar. Saya-pun tumbuh dengan pendapat seperti itu, lingkungan membentuk stigma perbedaan yang makin meruncing. Soal asmara, jodoh pun demikian. Keluarga besar saya menganjurkan bahwa saya sebaiknya menikah dengan orang Jawa, tidak menjalankan perkawinan beda suku.

Anjuran tersebut kemudian ditambahi dengan contoh konkret bagaimana tetangga sebelah yang menikah dengan orang Sunda kemudian pernikahannya gagal dan akhirnya bercerai. Menurut saya hal tersebut mengada-ada dan berbahaya. Padahal kegagalan pernikahan pastilah bukan karena Si A Sunda lalu si B Jawa, yang sesama Jawa pun banyak yang bercerai.

Saya lebih memaknai bahwa doktrin keluarga itu sudah melenceng jauh, pastilah maksud keluarga bila saya menikah dengan orang Jawa, minimal sudah tahu karakternya masing – masing karena satu suku, tidak sama halnya dengan pernikahan berbeda suku. Namun pada penyampainnya, justru salah kaprah dan yang terjadi malah stigma terhadap suku yang lain.

Maka ketika kemudian saya menjalin hubungan dengan gadis Minang saya sangat berhati-hati untuk menyampaikan kepada keluarga. Bahwasanya sosok yang saya pilih sebagai pendamping bukanlah orang Jawa seperti harapan mereka, sosok yang saya pilih adalah orang Minang, suku dariΒ  seberang.

Perbedaan Karakter

Dasar perbedaan paling kuat dalam perkawinan beda suku adalah perbedaan karakter. Ada stereotip-stereotip tertentu terhadap karakter sebuah suku dan itulah hal pertama yang akan ditemui. Seperti halnya gadis Minang yang menjadi istri saya, konsekuensinya butuh adaptasi karena karakter yang berbeda.

Sebenarnya yang ditakutkan oleh orang tua adalah bagaimana karakter yang bertolak belakang jika melakukan perkawinan beda dengan anggapan jika satu suku minimal sudah mengetahui karakter masing-masing. Ini tidak terjadi di suku saya saja, Jawa, hampir di setiap suku ada yang beranggapan bahwasanya menikah itu lebih baik dari sukunya sendiri.

Padahal sebenarnya jodoh itu di tangan Tuhan, kita tidak bisa menghendaki jodoh kita dari suku mana.

Seperti istri saya, ketika masih pacaran saya ajak ke untuk bertemu orang tua saya. Tujuannya untuk saling mengenal karakter masing-masing, mengingat ada karakter yang bertolak belakang antara Minang dengan Jawa. Saya pun demikian, berkunjung ke keluarga istri saya dan banyak belajar tentang budaya Minang yang diajari oleh keluarga besar istri saya.

Rupanya perkenalan karakter ini menarik. Karakter orang Jawa yang relatif tenang, diam dan menjaga perasaan bertemu dengan karakter orang Minang sering blak-blakan dan langsung pada tujuan. Di awal perkenalan tentu akan ada kekagetan-kekagetan, namun seiring jalannya waktu perbedaan karakter ini akan mencair sendiri, maksudnya adalah kami akan bisa memahami karakter satu sama lain.

Saya terkadang memanggil istri saya dengan Uni dan istri memanggil saya dengan Mas. Menyebut panggilan untuk meneguhkan asal kami bukan berarti kami bersikukuh merasa dihargai sebagi suku masing-masing, namun ini adalah cara kami untuk merayakan perbedaan.

Sampai menikah pun perbedaan karakter bahkan menjadi hal yang lucu. Istri saya keras kepala dan idealis, sementara saya lebih santai. Terkadang pembicaraan kami seperti lomba debat SMA ketika membahas suatu hal, lucu memang jika diingat-ingat.

Ingatlah, pengenalan karakter ini perlu. Karena saat menikah kelak, tidak hanya karakter istri atau suami kita yang perlu dipelajari namun karakter seluruh keluarga besarnya. Maka, pemahaman karakter adalah kunci karena pemahaman karakter adalah kunci utama untuk perkawinan beda suku.

 

Istri, Saya, Ibu dan Adik. 4 tahun proses perkenalan.
Istri, Saya, Ibu dan Adik. 4 tahun proses perkenalan.

Beda Tidak Untuk Sama

Perbedaan di antara kami membuat kami saling mengisi. Saya tidak ingin membuat istri saya menjadi orang Jawa dan begitupun sebaliknya saya harus menjadi orang Minang. Biarlah istri saya tetap dengan Minang-nya dan saya dengan Jawa-nya. Perbedaan justru yang membuat kami menikmati apa yang kami punya.

Jika istri suka masakan pedas, saya suka manis, apa lantas istri akan memasak makanan manis pedas? Tidak kan? Malah nanti jadi campur baur, maka lebih baik biarkan yang pedas tetap pedas sementara yang manis tetap manis. Lalu kita saling mencicipi satu sama lain kenikmatannya.

Ada contoh lain. Semisal, jika ke Tanah Abang istri saya yang berperan, ia akan tawar menawar dengan bahasa Minang, sementara jika ke Warung Pecel Lele maka saya yang akan memesankan makanan. Atau saat berbelanja, saya lebih cepat melihat barang murah, sementara istri lebih kilat menghitung, maka ada pembagian tugas, saya hunting barang, istri yang menghitung. Kenapa bisa? Karena konon orang Jawa lebih bisa irit sementara orang Minang mengalir darah bisnis dalam nadinya sehingga soal hitung-hitungan harga, istri saya lebih lihai.

Hal-hal demikianlah yang kami nikmati. Perbedaan karakter bagi tak juga berarti harus disamakan. Perbedaan justru memperkaya kehidupan kami. Yang penting kami masing-masing bisa menjadi diri sendiri.

Dalam hal lain misalnya, istri saya daya analitisnya kuat sementara saya lebih aktif otak kanan dan intuisinya. Maka hal itu kami lakukan untuk menyelesaikan berbagai masalah. Syukurlah dengan apa yang kami lakukan kami bisa membuat keputusan-keputusan tepat, keputusan yang menggabungkan apa yang kami punya.

Intinya adalah perbedaan ini dirayakan dan disikapi positifnya, jangan hanya dilihat titik jeleknya saja. Nikmati saja sikap positifnya sementara hal-hal negatifnya diminimalkan.

Mengalah?

Istri sering bilang bahwa kami berdua orang yang sama-sama tak mau mengalah. Mungkin benar juga, jika salah satu mengalah maka akan timbul rasa dominan dari salah satu yang itu menyiksa kami. Ego kami memang besar, maka kami berusaha melakukan banyak diskusi untuk berkompromi, bukan untuk mengalahkan satu sama lain.

Tapi dalam hal pernikahan terkadang memang harus ada yang mengalah, apalagi yang ada hubungannya dengan keluarga besar.

Paling banyak persoalan itu di saat resepsi, kami berdua sempat mengalaminya karena tekanan keluarga besar. Untungnya adalah pihak keluarga inti tidak ada masalah dan lebih santai. Akhirnya memang kami yang harus mengalah, yang penting pernikahan tetap dijalankan dengan lancar.

Soal mengalah ini penting jika kami tidak mencapai kata kompromi. Satu-satunya jalan ya satu pihak mengalah dengan catatan tidak ada yang merasa dikalahkan dan bersikap ridho. Toh sikap mengalah bukan berarti kalah, namun untuk kepentingan lebih baik bagi kami berdua.

Lalu Kenapa Tidak?

Ketika memantapkan diri untuk meminang Istri saya yang memang orang Minang, saya memang berpikir kenapa tidak? Untuk pertama kalinya di keluarga besar, terjadi perkawinan beda suku. Ada lucunya, ada serunya, ada juga intriknya. Namun buat saya perkawinan beda suku ini merupakan cakrawala baru, memahami kultur yang berbeda-beda.

Pada akhirnya jodoh di tangan Tuhan dan Tuhan pun pasti tidak memilih-milih suku. Jika Indonesia menganut Bhinneka Tunggal Ika, kenapa harus takut memiliki pasangan dari suku yang berbeda?

Jadi jika ada yang mengalami hal yang sama, mari bercerita.

Tabik.

NB : Catatan ini terinspirasi oleh catatan sahabat saya, Listra Lubis seorang perempuan Batak yang menikah dengan seorang Lelaki Jawa. Catatannya bisa dibaca di sini -> Nomor Satu

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

65 KOMENTAR

  1. setuju mas, mau nikah sesuku apa beda suku konflik pasti ada #eh…
    yang penting saling ngalah
    selamat yo mas, udah merid, maaf jarang aktif ngeblog πŸ™‚

  2. Saya juga menikah beda suku. Kemungkinan takan menghalangi jika anak-anak kelak menikah sengan suku mana saja. Kemungkinan lagi cucu-cucu saya akan berakar pada budaya yang lebih beragam lagi…

    Jadi urang awak istrinya ya Mas Chan. Saudara sesuku saya berarti πŸ™‚

  3. Hahahaha enak yo chan πŸ™‚
    _wingi kae sajak ketemu kowe neng kapus… neng meh aruh-aruh wedi salah uwong.. benarkah kuwi dirimu chan?… cedak mesjid_

  4. Saya tak hanya beda suku tapi beda negara πŸ™‚ . Tak hanya menyelami karakter yg bertolak belakang , juga budaya Dan adat yg kadang bikin jidat saya ndut ndutan πŸ™‚ Apalagi suami Dari India yg masih kental mempertahankan budaya Dan Adat. Saya yg asli jawa sering Woles alias ngalah, maklum orang India seneng berdebat. But in the end, love will keep us together πŸ™‚

  5. Beda suku itu sudah biasa kang, di tempatku apalagi heee.. Banyak suku bugis nikah dengan madura, ata jawa – bugis, atau jawa – madura. πŸ˜€

  6. nah persoalan yang sama terjadi di keluarga saya yang notabene orang jawa mas. ibu saya sering wanti-wanti biar gak cari pasangan orang sunda. udah gak masuk akal sih kekhawatiran seperti ini, soalnya kan semua tergantung anaknya yang mau menjalankan biduk rumah tangga.

  7. membaca tulisan ini seperti sedang berkaca, kak. aku sama si mamas juga uni-mas., hhehe..

    Karena konon orang Jawa lebih bisa irit sementara orang Minang mengalir darah bisnis dalam nadinya sehingga soal hitung-hitungan harga, istri saya lebih lihai.–>ini bener banget πŸ˜€

  8. Inspiratif banget bang. πŸ™‚
    Calon suami sy kebetulan dr suku dayak ini. Sayanya jawa tulen. Hehehe πŸ™‚
    Sempet ada omongan yang sama kayak dari keluarga masnya itu, stigmanya sama juga.. πŸ˜€
    Alhamdulillah tinggal menghitung bulan saja ini bersuami suku dayak. πŸ™‚

  9. Assalamualaikum

    Masya Allah tulisan ini saya baca berulang-ulang, sekana ini adalah panduan bagi saya. Kebetulan saya sama persis dengan posisi penulis, bedanya saya tidak pakai proses pacaran. Awalnya sehari setelah calon istri saya wisuda, saya langsung memberanikan menemui orang tuanya, alhamdulillah mereka menerima dengan terbuka. Eh, sehari sebelumnya saya nembak duluan, jujur jika selama 4 tahun terakhir ini saya memendam rasa untuk dia… dan dia tak menjawab, saat itu saya tahu gadis minang butuh pebuktian, makanya saya langsung ketemu orang tuannya hehe

    doakan kami karena kami baru dalam proses perkenalan

  10. Assalamualaikum mas…

    Saya juga ngalamin hal yang sama. Kemaren saya baru bertemu dengan keluarganya. Alhmdllh di respon cukup baik. Saya mau bertanya dengan mas Rachman. Kemaren pernikahannya itu gimana. Dari segi syarat dan yang lainnya. Mungkin bisa di share ke saya. Terima kasih

  11. maaf sya brpacaran dan berniat menikah sma orang medan. apa saja yg perlu dipersiap kan soal materi?? hahaaaa… mohon petunjuk nya…

  12. kak saya bertanya saya orang jawa apakah boleh menikah wanita minang atau padang soalnya saya pacar saya orang padang/minang jalin hubungan 4th kak rencana saya mau menikah pacar saya orang minang/padang ohya sayamau bertanya apakah wanita minang dibeli laki-laki atau tidak kak? mohon diinfoin saya terima kasih kak

  13. Assalamualaikum, terimakasih tulisan na mas.
    saya punya calon orang minang, sementara saya orang batak kita uda serius untuk melanjutkan ke pernikahan mas tapi orang tua saya tidak setuju kalo calon saya orang minang. Saya gak tau apa alasan na tapi orangtua saya hanya mengatakan tidak suka tanpa alasan. Sekarang saya lagi berjuang untuk meyakinkan orang tua saya kalo calon saya insyaallah agama dan akhlak na baik.
    Doain ya mas semoga lancar

  14. Selamat pagi mas ..
    saya mau nanya,ketika ada perbedaan suku atau adat bagaimana solusi yg tepat dan terbaik ketika kita menetukan “kita menikah pakai adat jawa ya” atau “kita pakai adat minang ya” . karna kebetulan calon saya org minang mas ..

  15. mas? saya ingin bertanya…saya suku bugis, saya pacaran dengan lelaki suku batak, ,kata orangtua saya,kamu lebih bagus nikah dengan laki2 yg suku bugis juga, agar kturunan raja kamu tidak putus… tetapi saya membaca digoogle, klau suku batak itu keturunan bugis juga ,,, apakah kturunan saya tetap putus kalau saya menikah dengan laki2 suku batak ???
    mnurut mas gimana ???

  16. Saya bingung mas, orangtua pacar saya menolak saya hanya karena saya orang jawa πŸ™
    Padahal sama2 islam, sama2 mahasiswa, sama2 makn nasi, kulit sawo matang warna mata hitam
    Tapi mereka kekeuh ga mau terima saya yang jawa πŸ™

  17. Mas farchan mau tanya nih
    Sebelumnya sy salut baca cerita mas di atas itu. Ceritanya menguatkan saya untuk berfikiran positif untuk menjalin hubungan perbedaan suku/adat. Meskipun banyak yang bilang perbedaan suku itu ribet inilah itulah.
    Nah sy wanita jawa timur . saat ini status masih berpacaran sama orang padang dari painan. Dia nya merantau di jawa ini jadinya dekat.
    Nah gimana ya mas kalo cowo padang meminang cewe jawa. Apa syarat nya juga beli2 gitu. Cowok padang beli cewe jawa ato sebaliknya. Dan kalo tidak menuruti adat apa boleh..

  18. masss, inspiratif ceritanya, kebetulan banget sy juga mau menikah dengan orang beda suku, saya jawa tapi calon saya minang, memang seru mas memadukan 2 orang dari suku yang berbeda, lebih lagi sekarang saya tinggal di sulawesi, sudahlah lengkap. πŸ˜€
    alhamdulillah waktu ketemu keluarganya dan dia ketemu keluarga saya semua lancar, bahkan masalah adat pernikahan sendiri ngga jadi masalah sama sekali. yang jadi masalah cuma 1, kadang suka roaming masalah bahasa kalau pas kumpul sama keluarganya,. hehehe

  19. Sore mas, wah persis banget nih sama saya dapet orang minang..cuma bedanya sekarang saya masi berusaha buat meyakinkan ortu nih akan pilihan hidup saya..Ya biasa orang jawa, pasti ada omongan ini itu lah,nanti ini nanti itulah, jadi orangtua terutama ibu saya blm memberikan jawaban setuju atau tidak. Yang saya mau tanya, gimana dulu mas bisa meyakinkan orang tua mas untuk menerima pilihan mas ? apa orangtua mas langsung setuju atau ada prosesnya ? Thanks for sharing

  20. Saya sedang mengalami hal serupa. Bedanya saya, keluarga laki2 nya mash kekeh dengan prinsipnya. Engga menerima pernikahan beda suku, sya sampai bingung.

  21. Saya menikah dengan lelaki bugis, dia ingin diberi marga spt orang batak spt saya bagi keluarga saya tidak menjadi masalah, karena yang penting kita seiman

  22. Maaf kak, saya ya njalin asmara sama orang minang nig..
    Kok bisa sampai uang panai itu g ada kak?.
    Itu kan syarat dari sana sejak dulu ya

  23. Maaf mas, bagaimana jika lelaki bugis menikahi wanita sunda? apakah uang panai itu masih ber laku atau jadi mengikuti adat istiadat suku sunda? tp sejujurnya saya masih bingung, minder juga karna pendidikan kami tidak sebanding. saya hanya tamatan SMA sementara si fullan sarjana. Takut nya jadi prtimbangan pihak kluarganya yg biasanya mencarikan pasangan untuk anaknya yang sesuai dengan bibit bobotnya. terimakasih sebelumnya mas

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here