DSCF6301

Mabuhay!

Awalnya saya membayangkan Ramadan di Filipina pasti akan berat. Pertama Filipina bukanlah sebuah negara muslim di mana muslim adalah minoritas di Filipina, jadi saya berlanjut ke bayangan yang kedua, saya akan membayangkan susahnya mencari masjid, mencari makanan halal, mencari kiblat, mencari tempat sholat dan sebagainya.

Pada akhirnya saya tetap berangkat dengan bayangan tersebut walaupun dalam hati saya tetap berketetapan untuk berpuasa, berniat untuk berpuasa hari berikutnya. Bagi saya ini adalah pengalaman menarik, Ramadan di Manila adalah Ramadan pertama negeri orang.

Hari pertama berpuasa di Manila, matahari menyengat dengan sadis. Saya hanya sahur segelas air putih di ujung waktu imsyak. Di hari pertama saya harus melakukan perjalanan jauh menuju Taal, dua jam perjalanan dari Manila. Di Taal ada gunung yang harus saya daki dan itulah yang membuat saya sedikit gamang, apakah saya harus tetap berpuasa?

Panas lebih-lebih di Taal, levelnya satu tingkat di atas Manila. Rasanya badan gosong total, keringat sudah di ubun-ubun, sementara kerongkongan sudah tercekat. Bisik setan sudah mengelus-elus karena di Taal penjual kelapa muda dingin bertebaran, serta beragam minuman dingin dipajang dengan warna-warni begitu rupa. Rasanya ingin membeli minuman dingin tersebut dan segera membungkam dahaga.

CIQIMSsUAAAfUEU
Taal Volcano

Namun setelah mencapai puncak Taal, menghadang panas dan mengukur kekuatan diri saya memutuskan meneruskan puasa. Lagipula, suasana tropis seperti ini mirip Indonesia, masa saya harus membatalkan puasa?

Teman seperjalanan saya Jeffrey tahu jika saya berpuasa. Ia pernah menjadi tenaga kerja di Qatar dan Arab Saudi, ia menceritakan bagaimana suasana Ramadan di dua negara tersebut.

Buat saya cerita Jeffrey seperti berkah, seperti motivasi, saya malah membayangkan jika di Qatar atau Arab Saudi yang panasnya lebih barat, keringnya lebih kering saja tetap menjalankan, bagaimana dengan saya yang hanya di Filipina?

Jeffrey tentunya tidak berpuasa, karenanya ketika saya mendapatkan jatah makan siang, saya berikan pada Jeffrey. Ia bilang akan makan, apakah tidak apa-apa. Saya bilang silakan makan, saya tidak masalah karena memang kewajiban saya untuk berpuasa, bukan kewajiban Jeffrey untuk tidak makan mengikuti saya.

Mencari Masjid

Saat melanjutkan perjalanan saya bilang pada Jeffrey saya harus shalat. Akhirnya Jeffrey pun mencarikan masjid dengan susah payah. Di Taal tidak ada masjid, akhirnya Jeffrey bilang akan mencari di Manila.

Jeffrey mengajak saya menuju masjid, tapi rupanya masjid di tempat pertama yang dituju sudah pindah. Mungkin terkena relokasi atau apa, Jeffrey lantas mencoba menanyakan dimanakah masjid terdekat. Ketika siang sudah tergelincir menuju sore, akhirnya Jeffrey menemukan masjid di Manila, di area bernama San Andreas. Saya bahagia.

DSCF6288
Masjid San Andreas
DSCF6273
Masjid San Andreas
DSCF6267
Masjid San Andreas
DSCF6281
Koleksi Kitab di Masjid San Andreas

Tengara masjid yang saya tuju tidak sama dengan masjid di Indonesia. Mirip ruko dua lantai, dengan kubah kecil yang menandakan itu masjid. Tidak ada menara, tidak ada kubah raksasa. Begitu masuk syahdu rasanya, di lantai satu masjid digunakan sebagai madrasah, sementara di lantai dua adalah tempat shalat.

Saya tidak shalat di masjid yang megah, namun di masjid yang bersahaja. Untuk sebuah masjid yang menjadi satu dengan madrasah, masjid ini cukup representatif. Memiliki ruang belajar yang luas, sekaligus tempat para santri, terdapat juga dapur yang lengkap untuk memasak bagi takmir dan para santri.

Awalnya saya dikira orang Filipina karena raut wajah orang Indonesia dan Filipina relatif sama. Namun ketika saya bilang saya dari Indonesia, mereka terkejut karena saya bisa menemukan masjid ini karena lokasinya yang bukan lokasi turisme dan tidak berada di tengah kota. Saya pun bilang, jika bukan karena Jeffrey saya tak akan bisa bersilaturrahmi dengan saudara-saudara muslim di San Andreas.

DSCF6299
Shalat Berjamaah di Masjid di San Andreas

Keramahan berikutnya datang saat saya mengikuti buka bersama di masjid yang sama. Buka bersama dilakukan dengan sederhana, berkumpul dan disediakan snack serta minuman. Kamudian seluruh jamaah menyantap hidangan sederhana tersebut dilanjutkan dengan shalat maghrib berjamaah.

Wajah-wajah teduh komunitas muslim di San Andreas hangat menyambut. Betapa buka bersama untuk pertama kali di negeri yang asing justru mengesankan, saya begitu disambut hangat dengan kesederhanaan dan nuansa persaudaraan.

DSCF6306
Suasana setelah Buka Bersama

Muslim di Manila

Sesungguhnya ada sedikit rasa kekhawatiran sebelum berangkat tentang pandangan orang-orang Manila terhadap muslim. Mengingat beberapa konflik di selatan Filipina, terutama menyangkut MILF/MNLF dengan pemerintah Filipina. Namun di Manila ternyata kekhawatiran sirna, kekhawatiran saya tidak jadi ada.

Umat muslim di Filipina mungkin sekitar 10 persen dari total penduduk Filipina. Padahal Islam datang ke Filipina sebelum Katolik Roma yang sekarang menjadi agama mayoritas yang dipeluk penduduk Filipina. Mayoritas umat Muslim berada di sisi selatan Filipina seperti Mindanao dan Palawan.

Maka tak heran jika di Manila umat muslim lalu lalang, jilbab juga bukan pemandangan asing. Di Manila, saya mendengar azan berkumandang dengan merdu di Intramuros, tempat katedral dan gereja tertua di Manila berada.

DSCF4992
Saya dan Rowena

Ketika di Intramuros pula saya bersua Rowena, seorang muslim yang lama tinggal di Filipina. Saya bertemu Rowena lewat perantara Sandy, teman saya di Manila. Rowena tinggal di pemukiman di dalam Intramuros. Beruntung bisa mengenal Rowena yang banyak bercerita tentang kondisi umat muslim di Manila. Menurut Rowena, di Manila bisa dibilang umat muslim tidak memiliki masalah, semua setara.

Apa yang dikatakan Rowena sepertinya memang benar. Ketika mampir di Masjid sekitar San Andreas, nampaknya memang kehidupannya rukun-rukun saja. San Andreas, Manila memang seolah menjadi satu titik komunitas muslim, mulai dari pemukiman, toko bahan makanan halal sampai toko buku Islam ada di sana. Itulah mengapa ketika sore, ada lapak makanan kecil semacam penganan di Indonesia dan penjual es kelapa muda laris manis, orang-orang San Andreas merubung untuk berbuka puasa.

Muslim di San Andreas rata-rata sangat syar’i dan menunaikan sunnah dengan begitu baik. Kaum pria memelihara jenggot, menuju masjid dengan baju koko yang rapi dengan bawahan yang tidak isbal. Selain itu lantunan ayat-ayat suci Al-Qurannya pun begitu merdu dan teduh. Saya merasakan damai di San Andreas walaupun faktanya, San Andreas dikepung oleh hiruk pikuk Manila yang semakin malam semakin menggila.

DSCF6305

DSCF6304

Rowena sendiri memiliki suami seorang Katolik. Di Filipina hal tersebut biasa saja, maklumlah untuk ukuran Asia Tenggara, Filipina sangat sekuler. Maka mesti suaminya tidak menjalankan puasa karena beda keyakinan, Rowena tetap menjalankan ibadah sebagai muslim yang baik.

Bertemu Rowena macam bertemu saudara, Rowena memberi tahukan lokasi masjid-masjid yang ada di Manila dari yang besar sampai yang kecil. Kami berbincang tentang bagaimana kehidupan umat muslim di Manila sampai tentang pandangan tentang hukum islam. Dari Rowena akhirnya saya tahu bahwa pemerintah Filipina menghargai umat Muslim, Idul Fitri menjadi hari libur nasional walaupun hanya satu hari saja.

DSCF6298

Di hari kedua menjelang buka puasa, saya menuju Mall of Asia. Bangunan megah ini dikatakan sebagai salah satu mall terbesar di Manila. Berjalan-jalan di dalamnya wajar jika tersesat, ukurannya barangkali lima kali Pondok Indah Mall Satu, Dua dan Tiga digabungkan sekaligus.

Letaknya yang di tepi Manila Bay memang cocok sekali untuk ngabuburit. Di sinlah saya bersua banyak sekali muslim di Manila, kebanyakan anak muda. Rupanya sembari menanti berbuka anak-anak muda muslim di sini juga turut menikmati suasana, jalan-jalan di Mall sembari menikmati matahari tenggelam dari Manila Bay.

Dua hari di Manila tentunya belum cukup untuk mendapat gambaran utuh soal kehidupan umat Muslim di sana. Namun dari pertemuan dengan Rowena, akhirnysa saya bisa merasakan rasanya bertemu dengan saudara sesama Muslim di negeri yang asing. Pada perpisahan dengan Rowena, ia mengucapkan doa untuk saya, saya pun demikian, turut memberikan doa pada Rowena. Semoga jika Allah berkehendak, saya bisa kembali bersua Rowena, saudara muslim saya yang sangat baik di Manila.

Tabik.

NB : Perjalanan ke Filipina ini bisa terwujud atas dukungan dari maskapai Kesultanan Brunei Darussalam, Royal Brunei Airlines.

Web :Β Fly Royal Brunei

Twitter :Β @RoyalBruneiAir

Instagram :Β @RoyalBruneiAir

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

18 KOMENTAR

  1. Tentu berpuasa di tempat yang agama Islam itu minoritas mempunyai kenangan sendiri, mas. Aku yakin ada semacam kekuatan dan rasa kekeluargaan yang erat walau tidak saling mengenal. πŸ™‚

  2. wah ternyata gak gampang juga ya kalo kita puasa di filipina. menarik mas tullisannya, boleh mampir-mampir juga ke blog saya mas walaupun masih newbie πŸ˜€

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here