“Selama Ramadan, Bandar lebih sepi dari biasanya”. Syuaeb, kawan saya yang menjemput di Bandar Seri Begawan menceritakan. Kisah ramadan di Brunei Darussalam saya mulai dari Bandar Seri Begawan, karena di kota inilah saya berjalan-jalan selama beberapa hari.
Bandar Seri Begawan yang ritmenya sungguh pelan, di Ramadan ternyata ritme pelan tersebut adalah persamaan kata lengang. Ritme yang pelang semakin bertambah pelan, di pagi dan siang seolah tidak terlihat aktivitas, walaupun sesungguhnya aktivitas pastilah terus berjalan.
Walaupun demikian sesungguhnya Ramadan di Brunei Darussalam berjalan meriah, Sultan Hassanal Bolkiah setiap malam mengadakan shalat tarawih di Istananya. Masyarakat Brunei Darussalam dipersilakan untuk datang ke istana, halaman parkir Istana yang sangat luas akan penuh dengan mobil-mobil masyarakat Bandar Seri Begawan yang ingi menunaikan shalat tarawih bersama sang sultan.
“Biasanya Sultan akan memberikan hadiah untuk seluruh masyarakat yang turut hadir ke Istana.” Syuaeb melanjutkan.
“Selama sebulan penuh?”
“Tentu saja.”
Luar biasa, pemimpin negara makmur ini memang dikenal murah hati. Sebagai pemimpin, Sultan Hassanal Bolkiah sering sekali memberikan hadiah pada rakyatnya.
Di saat Ramadan ada kegiatan yang menjamur di seluruh Brunei, Khatam Quran. Sama dengan kegiatan khataman di Indonesia, Khatam Quran juga kegiatan untuk menamatkan pembacaan ayat-ayat Al-Quran. Khatam Quran biasanya dilakukan di masjid, siang dan malam hari. Dilakukan oleh hampir seluruh lapisan masyarakat, organisasi pemerintah maupun swasta.
Saya diajak oleh Syuaeb ke Masjid Jami Hassanil Bolkiah untuk melihat bagaimana proses Khatam Quran. Masjid utama di Bandar Seri Begawan ini membagi sesi Khatam Quran menjadi dua, untuk kaum pria dan wanita. Mereka yang sedang Khatam Quran berada di ruangan khusus yang telah disediakan oleh takmir masjid.
Di masjid ini pula saya mengikuti proses pengumpulan zakat. Di Brunei Darussalam zakat dikumpulkan melalui masjid-masjid di seluruh negeri. Pengumpulannya tidak dalam bentuk beras namun dalam bentuk uang yang nominalnya disamakan dengan harga beras tersebut.
Zakat tersebut kemudian dikelola oleh badan zakat negara yang akan menyalurkannya kepada yang berhak. Nominal zakat pun dibedakan sesuai kualitas berasnya, untuk beras impor dari Thailand nominalnya lebih besar. Salah satu alasan mengapa zakat dikumpulkan dalam bentuk nominal adalah supaya beras-beras untuk zakat akan sama jenis dan mutunya, demikian yang diceritakan oleh Syuaeb.
Uniknya restoran-restoran di Brunei Darussalam tetap buka, tetap beroperasi. Tidak seperti di Indonesia yang berpolemik soal buka atau tidaknya restoran di bulan Ramadan. Pemerintah Brunei Darussalam hanya mensyaratkan bahwa restoran tersebut hanya boleh melayani menu take away atau makanannya dibawa pulang. Tiap restoran atau rumah makan tidak diizinkan untuk menyajikan makanan untuk disantap di dalam restoran.
Tentunya restoran atau rumah makan di Brunei Darussalam mengikuti aturan tersebut, seluruh restoran tetap buka dengan menyajikan menu take away, pemerintah mengontrol dan jika ada yang melanggar bisa berujung ke pencabutan izin restoran sampai penjara bagi pengusaha restorannya.
Buat saya kebijakan soal restoran atau rumah makan di Brunei Darussalam saat Ramadan adalah win-win solution yang mungkin bisa diterapkan di Indonesia. Hak mereka yang tidak menjalankan puasa Ramadan tetap terakomodasi, pun tidak mengganggu mereka yang sedang beribadah puasa Ramadan.
Satu yang menarik adalah menjelang buka puasa warga Bandar Seri Begawan berbondong-bondong menuju bazaar. Di Bandar Seri Begawan memang terdapat bazaar tahunan berskala besar yang berlokasi di Stadion Nasional Bandar Seri Begawan. Di Bazaar ini terdapat banyak sekali barang yang dijual.
Suasana bazaar memang sangat ramai sekali, terutama untuk makanan-makanan berbuka puasa. Segala macam hidangan dari hidangan melayu sampai masakan oriental ada semua, bahkan saya bertemu dengan penjual ayam penyet dari Jawa Timur yang berjualan di bazaar. Katanya laris manis, saya tanyakan pada Syuaeb ayam penyet memang salah satu makanan Indonesia yang paling populer di Brunei.
Menikmati Ramadan di Brunei Darussalam rupanya memberikan nuansa berbeda. Di negara muslim ini Ramadan berarti ketenangan dan suasana yang melambat, namun demikian saya mencatat hal bagus. Di Brunei Darussalam hak mereka yang berpuasa maupun tidak sama-sama dihormati tanpa mengalahkan satu dengan yang lain.
Tabik
NB : Perjalanan Ramadan di Brunei Darussalam ini bisa terwujud atas dukungan dari maskapai Kesultanan Brunei Darussalam, Royal Brunei Airlines.
Web :Â Fly Royal Brunei
Twitter :Â @RoyalBruneiAir
Instagram :Â @RoyalBruneiAir
damn~ envy bisa dapet bazar ramadhannya T_T tau gitu kemaren minta ekstend sehari dah~
hamdallah kak. cuma ngikutin itinerary inimah..
Aku pikir di Indonesia lebih win win solution, mas. Rumah makan boleh tetap buka, bahkan bisa dimakan di tempat, dengan memberikan tirai penutup.
Hanya segelintir orang saja yg masih mempermasalahkannya 🙂
TUL!
ngebaca ini cuma bikin iri.. bang, klo ke sana lagi, mintain hadiah dari sultan buat yudi ya? bilang ke sultan, aceh pengen ikut brunei hahahaha
#dikejartnigw
😀
hijrah aje ke Brunei.
senengnya kalo udah femez bisa dapet sponsor kelayapan. hehehe
saya msh heran dgn brunei, ini negara satu-satunya yg damai dalam artian di berita apapun jarang kesebut. mo perang, mo politik, mo ekonomi, mo dagang hingga urusan pariwisata. SEPi!!!!
padahal negara asean laennya mayan lah, filipina aja lbh terkenal. vietnam mulai sering kesebut.
pertanyaannya…kira-kira knp ya negara ini “luput” daripemberitaan ASEAN? ato setidaknya berita orang indonesia. hehehe
Hamdallah rejeki Mas. 🙂
Iya bener ya, negara yang sepi dan damai. Minim berita. Mungkin karena makmur dan tidak mau mencari perhatian Mas.
[…] deh baca pengalaman mas Farchan Noor Rachman saat travelling di bulan ramadhan ke negara tetangga kita, Brunei Darussalam, yang nyata-nyata merupakan negara Islam dan menegakkan hukum Syariat Islam […]
Tiap bulan Ramadan gw yakin postingan ini akan terus relevan dan timeless “khususon di Indonesia” hehe
Brunei ini Negeri kecil, tapi tetap toleran ya. Kita ini negeri besar, harusnya makin toleran. Apa logika gw yang udah kebalik 😀
Aminnn