DSCF0423

Ada gending lagu mandarin di depan kelenteng Tay Kak Sie ketika saya tiba, kemudian saya melihat lampion-lampion bergelantungan. Saya kira saya merasa berada di Tiongkok sana, walaupun sebenarnya saya berada di Semarang.

Tay Kak Sie adalah klenteng tua, konon yang tertua di Semarang. Dulunya tidak berada di lokasinya sekarang tapi berada di Semarang Atas. Karena terlalu jauh, akhirnya di awal tahun 1800-an dipindah ke lokasi sekarang Gang Lombok.

DSCF0402

Klenteng ini menjadi tetenger Gang Lombok. Gang ini dinamai demikian karena sebelum dibangun Klenteng, daerah ini adalah kebun Lombok/Cabe yang luas. Perpindahan klenteng membuat kebun cabe berubah menjadi Klenteng dan pemukiman, tapi namanya tidak berubah, tetap mengenang cabe yang pernah menjadi penanda daerah.

Berada di pusat pecinan, Tay Kak Sie ini memang menjadi pusat aktivitas. Ada gedung olahraga persis di samping klenteng tempat anak-anak muda pecinan berlatih wushu. Tidak main-main, gedung olahraga ini dijadikan pula tempat latihan untuk kontingen PON Jawa Tengah. Sebenarnya selain Tay Kak Sie, ada sembilan klenteng lain di area Pecinan. Hanya, Tay Kak Sie ini yang paling besar dan memiliki dewa pelindung yang tertinggi.

Drama Tiongkok
Drama Tiongkok

Selain itu kesenian tradisi Tiongkok juga tumbuh subur. Ketika tiba di Tay Kak Sie saya disuguhi drama komedi Tiongkok tentang Ibu dan Anak. Ceritanya tentang anak yang ingin menikah dan membawa calon pengantinnya ke hadapan ibunya. Drama dimainkan tanpa teks, hanya diiringi alunan musik mandarin dan narasi yang dibawakan oleh seorang pemandu.

Bagaimana cara mudah mengenali daerah pecinan? Bagi saya ada dua, dari fasad bangunannya dan yang kedua dari warna merah yang dominan. Fasad bangunan Tiongkok sangat khas, melengkung dengan ornamen rumit, seperti terlihat pada atap Kelenteng Tay Kak Sie. Ciri kedua ada bentuk bulat pada bubungan atap rumah, biasanya untuk kawasan pemukiman.

Ornamen pada Atap Kelenteng
Ornamen pada Atap Kelenteng
Ornamen Pada Ruko
Ornamen Pada Ruko

Sementara warna merah memang warna dominan orang-orang Tiongkok, warna khas pecinan. Klenteng-klenteng di manapun dominan warna merah. Memanglah, merah adalah warna yang dicintai orang-orang keturunan Tiongkok. Konon warna ini adalah warna berkah, warna keberuntungan.

Ada 2 hal menarik di sebelah Tay Kak Sie, yang pertama adalah sekolah Kuncup Melati yang dikelola oleh Yayasan Khong Kauw Hwee. Sekolah ini adalah sekolah yang sangat plural, dimiliki oleh Yayasan orang-orang Tionghoa tapi pengajarnya banyak juga yang muslim dan berjilbab.

Sekolah ini memang menjadi contoh bagaimana cairnya hubungan antar manusia di Semarang. Walaupun sekolah Tionghoa, tapi siswanya beragam. Hebatnya lagi sekolah ini menggratiskan seluruh biaya untuk murid-muridnya dan sekolah ini dikhususkan bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu.

Murid-murid sekolah Kuncup Melati bermain Barongsai
Murid-murid sekolah Kuncup Melati bermain Barongsai

Keragaman ini mencerminkan bagaimana Semarang terbentuk. Sebagai kota pelabuhan, Semarang meleburkan banyak kebudayaan, Tionghoa, Arab, Gujarat, Jawa, Bugis dan lain sebagainya. Kota yang sangat cair dalam budaya dan kehidupan sosialnya.

Hal menarik kedua di sebelah Tay Kak Sie adalah Loenpia Gang Lombok. Bau harum loenpia sebenarnya sudah menyeruak semenjak masuk area kelenteng Tay Kak Sie, maklum tampat Loenpia ini persis di samping kompleks Klenteng.

DSCF0117

Antriannya panjang sekali, satu pembeli bisa harus menunggu satu atau dua jam demi Loenpia. Orang-orang juga sabar sekali menunggu. Kuliner legendaris memang pantas ditunggu, pantas berkorban waktu.

Sekarang ini Loenpia Gang Lombok sudah dikelola generasi ketiga. Konon Loenpia ini jugalah yang pertama kali mempopulerkan kuliner khas Tionghoa ini di Semarang, hingga sekarang Semarang identik dengan julukan Kota Lumpia.

DSCF0171

Bicara soal kuliner, di Pecinan Semarang ada Semawis. Pasar malam yang menyajikan banyak sekali sajian kuliner. Tak hanya melulu kuliner Tionghoa, beragam kuliner nusantara sampai kuliner khas Jepang atau Korea juga ada di Semawis.

Pasar ini buka di malam hari, tenda-tenda penuh lampu warna-warni dan semarak pengunjung yang ingin berwisata kuliner memenuhi jalanan. Saya sempat mencicip Nasi Ayam. Nasi ayamnya sedikit berbeda dengan Nasi Ayam yang ada di Simpang Lima, Nasi Ayam-nya a la Tionghoa dengan bumbu agak serupa dengan Ayam Hainam.

DSCF0498

Keramaian Semawis mencerminkan bahwa pecinan memang ditakdirkan sebagai salah satu pusat ekonomi sebuah kota. Perdagangan tradisional sampai modern tumbuh dari kawasan pecinan.

Pecinan Semarang sejak dahulu kala juga demikian, di era kolonial mendapat previlege sebagai salah satu pusat ekonomi. Kini gambaran pecinan sebagai pusat ekonomi di Semarang tergambar begitu sederhana, hampir seluruh bank memiliki cabang atau unit di Pecinan, mulai bank BUMN, swasta hingga bank daerah.

Sebuah bank tentunya tidak akan membuka cabang di daerah yang arus ekonomi tidak kencang. Keberadaan bank-bank di antara-antara fasad kuno dan reruntuhan bangunan di pecinan menunjukkan tegaknya perekonomian di Pecinan Semarang.

Pecinan bagi saya tak hanya sekedar tempat, tak hanya penanda. Dalam lorong-lorong pecinan ada cerita, ada sejarah panjang tentang sebuah kota. Jika ke Semarang, ingatlah pecinan-nya, berjalanlah dan terbuai dalam sejarah setiap pandang mata melihat fasad bangunannya.

Tabik.

Posting dalam rangka trip #SemarangHebat oleh Badan Promosi Pariwisata Kota Semarang.

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

48 KOMENTAR

  1. Pecinan bagi saya tak hanya sekedar tempat, tak hanya penanda. Dalam lorong-lorong pecinan ada cerita, ada sejarah panjang tentang sebuah kota. — > setujuh, Pecinan itu lambang sejarah peradaban, hampir seluruh kota di dunia punya Pecinan.
    Well Said Kak Chan!

  2. […] Kak Rian Tempat Wisata dan Kuliner Asyik di Semarang Kak Rico  dari Sam Poo Kong ke Tay Kak Sie Kak Sinyo FamTrip Bikin #SemarangHebat jadi Trending Topik (Part1) Kak Vika Ada Gusdur di Pecinan Semarang Kak Leo Jelajah Malam di Lawang Sewu Kak Eka  Semarang Night Carnival 2016 Kak Badai Semarang Hebat Culinary Heritage Kak Danan Dongeng Rasa di Restoran Semarang Kak Imama Hantaman Jeram Kali Kreo Kak Chan Ada Tiongkok di Semarang […]

  3. Iya ya mas Farchan, cara mengenali daerah pecinan itu seperti apa, setidaknya ada dua hal ya? warna merah yang konon katanya warna berkah / keberuntungan dan desainnya melengkung cukup rumit, 🙂
    Rata – rata untuk klentengnya banguanannya sangat menarik,,,,,
    Aku mau kak Farchan Lumpianya, hehehe

  4. Tendanya khas warnanya, 🙂
    Setiap kota pedagangan pasti ada pecinannya, terutama kota pesisir. Dari pecinan kita ambil banyak pelajaran.
    salam

  5. Mas, ini Klenteng yang di depannya ada kapal Laksamana Ceng Ho bukan. Kalau bener berarti warung Lunpianya di pinggir kali yang ada Kapal Laksamana Ceng HO..

  6. Selalu suka tulusan kak Chan. halus dan agak nyastra gitu deh. hihihi…

    tapi klo dr buku2,, kelenteng yang tertua tuh Siu Hok Bio kak. klo Tay Kak Sie tuh yg paling beken se-pecinan semarang dan merupakan klenteng induk. gitu. setauku sih.

  7. Menarik banget ini, Mas! Ga cuma jadi tempat sembayang ya, itu ada drama Tiongkok yang dipentasin di klenteng. Lalu sekolah-sekolah dan pelatihan wushu di sekitar klenteng. .. Cerita soal sekolah plural yang gratis ini juga hangat banget. Pas sama foto suasana pagi klenteng 🙂

    Harus mampir ke sini kalo main ke Semarang! 😀

  8. Semarang auranya emang khas banget. Keunikannya itu bikin saya jatuh cinta meski belum banyak mengeksplore. Jadi pengen maen ke tempat yang sampean tulis Mas. Kalo lumpia kayaknya wajib beli deh setiap ke Semarang.

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here