Beberapa waktu yang lalu istri saya mengadakan perjalanan ke Bangladesh. Negara ini jarang dijadikan tujuan wisata, kalah jauh dibandingkan India atau Nepal. Padahal secara budaya Bangladesh ini menarik, mayoritas bersuku Bengali dan menganut agama Islam.

Istri ke Bangladesh selama seminggu, di Dhaka istri menikmati bagaimana kemacetan di Dhaka lebih ruwet daripada kemacetan di Jakarta. Di Dhaka bajaj masih berlalu lalang memenuhi jalanan.

Selain itu Istri menikmati bagaimana rush hour di Dhaka, bagaimana orang-orang menyemut memenuhi stasiun di pagi hari, menikmati sarapan roti gandum dan teh susu seperti layaknya orang Dhaka kebanyakan.

Sarapan Roti Gandum dan Teh Susu

Menurut Istri, Dhaka sama seperti Jakarta,Β sedang giat-giatnya membangun. Proyek infrastruktur mudah ditemui di sudut-sudut Dhaka, mulai dari gedung bertingkat sampai fasilitas umum.

Kemacetan di Dhaka

Barang-barang di Bangladesh juga lebih murah. Bahkan untuk ukuran kota wisata seperti Chittagong pun harga barang lebih murah. Itulah mengapa Istri saya membelikan saya banyak oleh-oleh berupa baju dari Bangladesh.

Satu fakta yang perlu dilihat tentang murahnya harga tekstil di Bangladesh yang lebih murah adalah bahwa Bangladesh memang ibukota produk tekstil murah di dunia. Jika anda pernah menonton film dokumenter The True Cost, anda akan melihat bagaimana ribuan pabrik tekstil murah menjamur di Bangladesh, disertai masalah tenaga kerja yang dibayar sangat murah hingga eksploitasi anak di bawah umur untuk dijadikan pekerja.

Banyak brand fashion dunia membuat produknya di Bangladesh, biaya produksi yang sangat murah menjadi pertimbangan mereka lalu dijual dengan harga berpuluh kali lipat. Bentuk modern dari kapitalisme yang melintasi batas-batas negara.

 

Bajaj di Dhaka

Ketertarikan akan kehidupan Bangladesh membuat Istri semangat sekali untuk perjalanan ini. Ia membawa kamera Fujifilm X70 karena ingin merekam kehidupan Bangladesh dari dekat sekali.

Baca Juga : Review Fujifilm X70.

Kiranya Fujifilm X70 menjadi pilihan yang cocok, selain kecil, kamera ini memang disesuaikan untuk street photography. Dengan kamera inilah Istri saya merekam foto-foto sepanjang perjalanan, menemukan hal-hal unik di Bangladesh, menikmati kehidupan orang-orang Bangladesh.

Selamat menikmati foto-foto Bangladesh karya Istri saya.

Tabik.

Pekerja Dhaka
Shubuh yang sibuk di Dhaka
Stasiun di Dhaka
Petugas Kereta Api, PINKY!
Di dalam kereta
Penjual koran
Penyemir Sepatu
Keramaian di Stasiun
Keramaian di Dhaka
Becak di Dhaka

 

 

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

32 KOMENTAR

  1. Foto – fotonya keren banget kak, istrinya hebat ngambil moment. Salam hormat untuk istrinya kak.

    Btw, kok agak miris dengan eksploitasi pekerja dibawah umur ya, seperti segala cara dihalalkan demi ongkos produksi yang murah.

  2. Kalo baca bangladesh, aku inget dulu pembimbing skripsiku di malaysia, orang bangladesh juga. Orangnya pinter banget, dan ganteng :p. Tp kyknya orang bangladesh dan india ini memang otaknya encer dan kalo ngomong meyakinkan banget ya.. :D.

    Jd pgn jalan2 juga ke negaranya.. Penasaran πŸ™‚

  3. Betul, bangladesh memang jarang dikunjungi. Semoga suatu hari saya pun bisa ke sana, untuk melihat bumi bangladesh.

  4. Pertama datang disambut udara dingin 13 derajat celcius di bulan januari..kesan pertama adalah bagaikan kembali di era jakarta dahulu kala..dan di kota inilah sy terpaksa tinggal 10 bulan lamanya karna kontrak kerja dgn biman air..semrawut dgn para pembalap jalanan dgn bising swara klakson hehehehe

  5. Waduh aku dikit lg tinggal disana karna calon suami orang sana, kuat ga yah hidup disana kalo udah kebiasaan asiknya di Jakarta :”D

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here