Bicara gula, saya jadi ingat era kolonial. Di jaman itu Indonesia pernah menjadi salah satu penghasil gula terbesar di dunia. Pemerintahan kumpeni dan swasta berlomba-lomba mengeksplorasi gula di Indonesia, seorang saudagar kaya dari Semarang Oei Tiong Ham di awal abad ke 20 bahkan disebut sebagai Raja Gula. Sang raja ini menguasai 5 pabrik gula dan memiliki istana megah di Semarang.

Kejayaan gula di masa lalu sebenarnya masih ada hingga sekarang. Bentangan kebun tebu yang begitu luas masih ada di berbagai daerah di Indonesia. Pabrik-pabrik gula yang masih ada sejak era kolonial pun masih beroperasi hingga sekarang.

Entah apakah ada korelasi antara digdayanya industri gula di masa lalu dengan kebiasaan orang Jawa yang lebih familiar dengan rasa manis. Begini, kalau anda hidup sebagai orang Jawa, rasa manis dan gula sudah berkelindan sejak lahir. Teh manis, kopi tubruk dibubuhi gula, biscuit manis, bahkan masakan pun suka yang manis-manis. Kebiasaan itu menjadi ciri khas orang Jawa yang bahkan membuat restoran minang di Jawa menyesuaikan selera lidah orang Jawa, masakan minang yang manis.

Mungkin kalau dilakukan penelitian yang lebih komprehensif dengan pendekatan ilmiah dan social, bisa jadi etnis Jawa di Nusantara mengonsumsi gula lebih banyak dibandingkan etnis lainnya. Bisa jadi lho ya.

Konsumsi gula sebagai orang Jawa inipun yang mempengaruhi saya, sebagai orang Jawa yang dibesarkan dengan kebiasaan minum teh manis, rasa manis memang lebih akrab di lidah dibanding rasa lainnya. Tendensi selera akan rasa manis itu ternyata turun temurun, bisa jadi karena kebiasaan sejak kecil, bisa jadi juga secara genetis DNA orang Jawa sudah beradaptasi dengan rasa manis.

Sampai-sampai kalau masakan atau minuman tidak manis rasanya tidaklah afdhol.

Gara-gara kebiasaan makan atau minum yang manis-manis saya jadi kepikiran apakah konsumsi gula saya itu normal atau tidak ya.

Saya jadi ingat bahwa ketika saya berusaha menurunkan berat badan, hal yang saya lakukan pertama kali adalah mengurangi konsumsi gula. Gumpalan lemak yang ada di tubuh ini disebabkan oleh konsumsi gula yang berlebih.

Apakah gula itu artinya negatif untuk tubuh? Ya tidak, dalam takaran yang pas, tubuh justru membutuhkan gula. Secara fisiologis gula dibutuhkan sebagai sumber energi, asupan gula akan diserap tubuh dan dibagi ke bagian tubuh yang membutuhkan. Baru sisanya akan disimpan sebagai cadangan energi.

Tapi, segala yang berlebihan kan tidak baik, gula juga demikian, jika konsumsinya berlebihan menjadi tidak baik.

Menurut Kementerian Kesehatan, konsumsi gula yang ideal dalam sehari adalah 50 gram atau kira-kira setara dengan 4 sendok makan gula. Sementara badan kesehatan dunia WHO malah memiliki batas ideal yang lebih rendah, yaitu 25 gram dalam sehari.

Itulah kira-kira konsumsi ideal untuk tubuh dan sebaiknya memang kita semua mengikuti anjuran tersebut.

Saya jadi ingat selama ini mungkin konsumsi gula saya berlebihan. Pagi minum teh manis, siang teh manis dan malam teh manis. Wah bisa jadi berkali lipat dari anjuran Kementerian Kesehatan, apalagi WHO. Saya jadi tahu bahwa ada hal-hal lagi yang saya harus saya kurangi lagi kan.

Ternyata jika mengacu batas konsumsi gula yang ideal tersebut ternyata batas asupan gula harian sangat mudah terlampaui tanpa sadar. Iya tanpa sadar karena selama ini saya tidak tahu sebenarnya batas konsumsi gula yang pas itu berapa.

Jika konsumsi gula yang berlebih justru tidak baik untuk tubuh maka seyogyanya kita mulai mengurangi konsumsi gula, memperhatikan jenis makanan yang dikonsumsi dan mulai disipilin untuk mengukur konsumsi gula kita kan.

Caranya mungkin bisa dimulai dengan hal-hal kecil, misalnya jika selama ini minum teh manis pagi hari dengan dua sendok teh gula, maka dikurangi menjadi satu sendok teh dan perlahan-lahan hingga bisa menikmati teh hangat tanpa gula. Perubahan bisa dilakukan dengan pelan asalkan konsisten dan dengan demikian tubuh bisa menyesuaikan diri dengan konsumsi gula yang ideal untuk tubuh.

So, sebagai orang jawa barangkali sudah identik dengan tendensi pada rasa manis. Namun bukan berarti kita harus selalu mengonsumsi makanan atau olahan yang manis, pada titik tertentu saya bisa menjadi orang jawa yang suka dengan rasa manis namun tetap memperhatikan asupan gula setiap hari.

Tabik.

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

12 KOMENTAR

  1. Sebagai sesama orang Jawa, saya malah tidak suka dengan masakan atau minuman manis. Itu sebabnya, saya selalu susah mencari menu yang pas kalau semisal pergi ke Yogya, atau Solo. Akhirnya, larinya ke ayam / bebek goreng (itupun sambalnya seringkali terasa manis 😀 )

  2. ak udah mulai mengurangi gula sejak diketahui punya riwayat gula tinggi. lebih suka es teh tidak manis dibandingkan et teh manis. atau ganti dengan air putih biar lebih sehat. 🙂

  3. Di Jawa pesen es teh, pasti datangnya teh manis.
    Di sekitaran Jabodetabek, pesannya es teh, datangnya teh tawar. (Kalau mau manis harus bilang teh manis)

    Pernah ada temen orang Jawa main ke jkt, terus makan di warung makan pesan es teh, terus komentar ga jelas “teh apaan ini”. ?

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here