Jam 9 pagi sembari menikmati kopi di Jalan Veteran saya melihat bus demi bus yang membawa rombongan buruh tiba, lalu rombongan buruh turun dari bus dan berkumpul sesuai kelompoknya masing-masing. Ketika itu saya masih santai bersama Tomi, teman motret saya yang rencananya akan meliput aksi May Day Jakarta 2017.

Menurut informasi pusat aksi adalah di patung kuda. Sebelumnya seorang kawan yang juga aktivis buruh, Maxie memberi tahu bahwa dia berada di Salemba. Saya jawab bahwa saya tak bisa merapat ke Salemba karena di sekitar Monas sudah penuh.

Menuju Tugu Kuda

Waktu menunjukkan pukul 10.30 ketika kelompok buruh mulai meninggalkan Jalan Veteran menuju arah Tugu Kuda memutar melewati Gambir. Di pagi yang terik itu saya mengikuti perjalanan kelompok buruh melalui jalur yang mereka lewati.

Aksi May Day 2017 menggambar organisir yang baik antar kelompok buruh. Masing-masing memiliki koordinator sendiri-sendiri, para buruh ini mengikuti arahan sang koordinatornya.

Masing-masing buruh datang dengan seragam sendiri-sendiri, ada yang berseragam mengikuti pabrik bernaung, ada yang berseragam sesuai organisasi buruh tempatnya bernaung. Namun, dari seragam yang berbeda-beda ini mereka memiliki kesamaan, kesamaan untuk mengikuti aksi dan menyuarakan suara mereka.

Jalanan benar-benar sudah tutup total di depan kedutaan Amerika Serikat. Buruh-buruh terkonsentrasi di titik ini sampai ke arah Patung Kuda.

Jalanan dua lajur penuh buruh, ada yang menggelar aksi teatrikal, ada yang beristirahat di bawah pohon yang rindang, ada yang ikut selfie, ada yang merapatkan barisan dan menyanyikan yel-yel buruh.

Orasi-orasi dari para buruh bersautan, pada intinya adalah meminta pemerintah meningkatkan kesejahteraan kaum buruh, meminta pemerintah tidak membela kepentingan kapitalisme asing sampai perlindungan terhadap buruh.

Di titik depan balaikota yang banyak kiriman karangan bunga untuk Ahok dan Djarot beberapa buruh malah ikut selfie di depan karangan bunga, sebagian lain menginjak-injaknya dan langsung diingatkan oleh teman-teman sesama buruh. “Jangan injak, jangan bikin rusak”.

 

Saya salut dengan koordinasi para buruh ini. Selama ini aksi buruh selalu identik dengan gangguan paa kepentingan umum atau kerusakan fasilitas umum. Sementara apa yang saya lihat sebaliknya. Para buruh yang mengikuti aksi sangat tertib dan menjaga sikap.

Sampai jam 12, buruh terus mengalir menuju patung kuda. Semakin banyak aksi teatrikal, semakin banyak kelompok buruh yang turut bergabung.

Saya berjalan pelan menuju Patung Kuda yang menjadi titik konsentrasi para buruh. Mereka akan menuju istana.

Istana sendiri sudah dijaga ketat sejak ring 1. Lepas patung kuda barikade tinggi sudah dipasang dan buruh pun tak bisa merangsek maju, tertahan di patung kuda. Di sinilah kemudian para buruh berkumpul sementara para koordinator buruh berorasi.

Ada banyak sekali organisasi buruh, saya bertemu KSPI, KASBI, FSPMI, GSBI, Kabar Bumi, Seruni dan masih banyak lainnya. Semuanya bersatu dalam atribut masing-masing. Para buruh perempuan juga tak kalah, mereka tetap semangat mengikuti aksi.

Matahari makin menantang dan buruh makin banyak yang datang. Saya menyepi ke sudut gerbang monas, ada tenda sepi dan orang-orang duduk di dalamnya. Bapak, ibu, anak, sekeluarga.

Yang di dalam tenda adalah keluarga dari Teluk Jambe, Karawang. Mereka adalah para petani yang hidup daerah yang hanya berjarak dari dua jam dari Jakarta. Sayangnya adalah para petani ini tertindas, dalam konflik melawan pemilik modal mereka kalah, lahan hilang dan akar petani mereka tercerabut. Mereka kalah oleh kapital.

Untuk memperjuangkan nasibnya, mereka berada di Jakarta dan menggelar aksi kubur diri Selama berbulan-bulan mereka bertahan entah sampai kapan, mungkin hingga suara mereka didengarkan.

 

Tepat tengah hari saya tiba di Patung Kuda. Ini adalah titik di mana seluruh buruh yang ikut aksi berkumpul dari segala penjuru. Di titik ini orasi tak berhenti, terus menerus digelorakan oleh para pegiat kaum buruh.

Para buruh yang berada di sini menyambut orasi dengan yel-yel perjuangan kaum buruh. Sesekali mereka juga bernyanyi, lagu-lagu perjuangan kaum buruh. Digantang matahari yang tepat berada di atas kepala, mereka tidak kenal lelah, tak mau berhenti, semangat justru semakin terbakar.

Saya berada di sini, di titik ini saya merasakan bagaimana kaum buruh memang benar-benar memperjuangkan apa yang mereka suarakan. Sejarah pergerakan kaum buruh memang panjang. May Day adalah peringatan ketika di abad 19 kaum buruh memperjuangkan jam kerja 8 jam di mana saat itu jam kerja bisa berpuluh-puluh jam.

Ini pengalaman pertama saya mengikuti May Day dan memang kaum buruh memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan dalam setiap aksinya.

Tabik.

Foto diambil seluruhnya dengan Fujifilm XA3 dan Lensa Kit 16-50 mm.

 

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

6 KOMENTAR

  1. Alhamdulillah ya aksi May Day-nya berjalan kondusif. Dulu tahun 2012, pabrik tempat saya kerja (di Kawasan Indusri Jababeka 1 Cikarang) pernah digeruduk/ disweeping oknum serikat buruh yang demo May Day memaksa supaya pabrik stop produksi. Ada pabrik tekstil tetangga dekat pabrik, malah pagarnya sampai roboh dan mesin2nya juga dipaksa berhenti. Pokoknya waktu itu (sebelum tanggal 1 Mei jadi hari libur nasional), setiap tgl 1 Mei kalau pas hari kerja, bawaannya was-was. Karyawan diinstruksikan berangkat kerja pakai baju biasa (seragam simpan di tas). Mobil polisi, mobil water canon stand by di setiap simpang di kawasan. Alhamdulillah sekarang 1 Mei jadi libur nasional. Malah di Cikarang nya jadi sepi, para buruh melakukan aksinya ke Jakarta.

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here