Setelah dari Arequipa selanjutnya saya menuju Colca Canyon, jika lancar seharusnya perjalanan akan ditempuh dalam waktu enam jam perjalanan. Perjalanan kali ini menarik karena saya akan menyusuri jalanan di ketinggian, melaju di pegunungan Andes.

Saya berangkat pagi-pagi dari Arequipa menggunakan mobil minivan. Pengemudinya bernama Dante, seorang pengemudi senior yang sudah akrab dengan jalanan di Pegunungan Andes.

Setengah jam dari Arequipa sinyal telepon seluler sudah hilang, pemandangan berganti rupa menjadi padang rumput dan gunung-gunung tinggi.

Yang menakjubkan dari Peru adalah bagaimana bangsa ini membangun jalan di ketinggian. Membelah gunung, memutari gunung, mengikis bukit. Mungkin memang bangsa Peru dianugerahi kemampuan teknikal yang ajaib, karena ratusan tahun silam pun orang-orang Inca sudah membangun konstruksi di tempat-tempat yang sulit dijangkau, di gunung-gunung, di hutan dan di bukit-bukit.

Jalanan yang saya lewati di Pegunungan Andes mirip ular raksasa, berwarna coklat dan berkelok-kelok.

Dante sendiri menganggap profesinya adalah profesi terhormat. Ia memiliki mobilnya sendiri, sebuah Mercedes Sprinter yang mampu mengangkut 12 orang penumpang. Saya duga umur Dante sekitar 50-an, tapi setelah berbincang ternyata dia bilang umurnya sudah 72 tahun.

Di perjalanan saya terus mengunyah daun koka untuk mengurangi gejala Accute Mountain Sickness yang pelan-pelan mulai meraba. Kepala mulai goyang-goyang dan badan menggigil.

Dante adalah tipe manusia tua-tua keladi, di umurnya yang kepala tujuh enteng saja banting setir ke kanan dan ke kiri. Lawan kami di jalanan ini adalah truk-truk besar yang membawa hasil tambang. Truk-truk itu datang dari Cile dan akan membawa bahan tambang tersebut hingga Equador, Colombia bahkan Meksiko.

Satu setengah jam perjalanan berkelak-kelok saya tiba di Salinas and Aguada Blanca National Reserve.

Tempat ini adalah padang rumput yang luasnya sungguh gila, jalan raya membelah padang rumput sejauh mata memandang dan dipagari oleh puncak-puncak gunung es. Di sini hidup Alpaca, spesies asli Peru yang menjadi hewan nasional Peru. Di pinggir jalan, kanan kiri dibangun pagar besi untuk menahan Alpaca agar tidak menyeberang jalan raya.

Jalan raya membelah tepat di tengah taman nasional. Sesekali petugas taman nasional lewat dengan mobil patroli. Sementara mobil-mobil van yang membawa para turis banyak yang berhenti di sisi jalan, mereka menonton dan menunggu momen tepat memotret Alpaca

Alpaca-alpaca di sini dibiarkan hidup bebas, mereka berkeliaran taman nasional yang luas ini. Di cuaca yang dingin, Alpaca bertahan dengan bulunya yang tebal.

Setengah jalan, nafas saya mulai berat. Yang paling berat dari perjalanan ini adalah bagaimana tubuh harus beradaptasi dengan sangat cepat dengan ketinggian. Dari Arequipa yang berada ketinggian 2300 mdpl tiba-tiba dalam waktu dua jam saya sudah berada di ketinggian 4000 mdpl. Tubuh tentunya terkaget-kaget dengan kondisi ini.

Setiap bernapas rasanya makin berat dan berat. Kepala juga pusing ditambah dengan hawa dingin, perut makin meronta. Rasanya sungguh tidak karu-karuan.

Di luar kondisi tubuh yang ampun-ampunan, saya terhibur dengan pemandangan pegunungan Andes, juga membayangkan bagaimana peradaban besar muncul di pegunungan ini. Di antara sisi jalan tampak megah gunung-gunung tinggi berlapis es di puncaknya, sejengkal lagi menuju awan.

Titik tertinggi di jalanan ini ada berada di 4910 mdpl. Ada semacam tugu petunjuk ketinggian dan juga platform untuk menikmati titik tertinggi tersebut. Di sini saya berfoto sejenak, menikmati angin kencang juga tubuh yang makin menggigil.

Di titik 4910 mdpl

Menurut Dante, setelah ini jalanan menurun sampai ke Colca Canyon. Jadi tubuh seharusnya tidak terlalu bermasalah lagi dengan ketinggian. Memang benar, setelah berada di ketinggian 4910 mdpl jalanan semuanya menurun, kepala agak ringan dan rasa ngilu di badan semakin berkurang.

Jalanan masih berkelak-kelok dan hebatnya adalah tak ada jalan rusak. Saya membayangkan bagaimana jalanan ini dulu dibangun. Hebat nian orang-orang Peru ini mengiris perbukitan nan panjang menjadi jalan mulus tanpa lubang.

Dari kejauhan pemandangan gunung-gunung mulai berganti pemandangan ladang nan hijau. Peralihan dari area pegunungan ke area pertanian. Ini pertanda saya sudah masuk ke area Colca Canyon.

Jalanan mulai menurun, dari tinggi gunung masuk ke ceruk lembah. Dari jauh tampak Chivay hanya titik-titik. Sembari menikmati angin, saya menikmati perjalanan di Pegunungan Andes.

Tabik.

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

8 KOMENTAR

  1. Sadis banget! Kereen!!
    Kalau dilihat dari foto-fotonya setuju Mas, Peru leluhurnya udah punya teknologi tercanggih di eranya, membuat jalan sampai ke ketinggian kayak gitu, sungguh keajaiban ilmu pengetahuan yang diterapkan manusia

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here