Bagi wisatawan barat dan domestik Jepang, Nanto adalah salah satu destinasi populer di Jepang dan mengunjungi Nanto sering menjadi salah satu itinerary utama. Namun, tidak demikian bagi wisatawan Indonesia, rasa-rasanya masih sedikit yang berkunjung ke area Nanto, padahal di prefektur Toyama, Nanto merupakan salah titik wisata unggulan.

Nanto adalah gemerlap wisata di jantung Hokuriku dan terbagi menjadi beberapa kota-kota kecil. Seluruh kota kecil ini menyimpan sejarah panjang ratusan tahun lamanya, karenanya bagi orang Jepang Nanto adalah tempat yang nostaljik. Lokasinya yang terletak di antara laut dan gunung turut membuat romansa sejarah terbekukan waktu di kota ini. Bagi pecinta sejarah, Nanto adalah tempat di mana gembok-gembok sejarah akan terbuka bagi para pengunjung.

Inami

Saat mengunjungi Nanto yang pertama saya kunjungi adalah Inami sebuah kota kecil yang sepi dan lengang. Inami jika di Indonesia bisa disamakan dengan sebuah kota kecamatan, area kota kecil dikelilingi pedesaan yang membentang. Rumah-rumah di Inami adalah rumah kayu dengan ukiran-ukiran detail dengan berbagai bentuk. Ukiran yang rupa jelita ini bertebaran di mana-mana di seluruh kota.Inami adalah Jepara-nya Jepang. Di sinilah ukiran-ukiran terbaik hadir, para perajin ukiran kayu juga bermukim di sini meneruskan tradisi mengukir kayu secara turun temurun. Di jalan utama kota, Yokamachi-dori di kanan kirinya adalah workshop sekaligus rumah-rumah para perajin ukiran kayu yang masih membuat ukiran kayu hingga sekarang.

Saya meminta izin untuk masuk ke dalam salah satu workshop kayu yang buka. Di dalamnya terdapat etalase yang memajang hasil kriya ukir kayu para perajin. Di sisi lain ruangan terdapat ruangan workshop, tempat para perajin membentuk gelondongan kayu menjadi ukiran yang cantik nan rumit. Dengan tingkat ketelitian tinggi, harga ukiran kayu di Inami memang wajar jika mahal, jika dirupiahkan harganya mulai puluhan juta hingga milyaran rupiah. Sebuah hal yang wajar memang, mengingat kualitas ukiran kayunya yang sudah tersohor, nomor satu di Jepang.

Sejarah panjang ukir kayu Inami tak lepas dari kuil Betsuin Zuizenji yang terletak di tengah kota. Kuil ini adalah kuil Budha yang sudah berdiri tahun 1390 dan masih tegak hingga kini. Terdiri dari dua bangunan utama  yang seluruhnya dari kayu dan menjadi salah satu kuil dengan bangunan dari kayu yang pernah ada di Jepang.

Kuil ini tak sekedar kuil, sesungguhnya kuil ini adalah etalase karya-karya terbaik perajin ukir kayu Inami. Di sinilah para perajin menggurat ukiran di sudut-sudut kuil, bahkan hingga sekarang, masih banyak ruang kosong yang akan diisi ukiran oleh para perajin Inami.

Syahdan kuil ini sudah terbakar beberapa kali, setiap terbakar lalu dibangun kembali dan dihiasi ukiran. Di satu masa, pengelola kuil memanggil perajin ukir kayu terbaik dari seantero Jepang utamanya dari Kyoto untuk berkumpul dan menghias kuil ini dengan ukiran, bergabung dengan para perajin dari Inami berkolaborasi untuk menghasilkan ukiran tercantik di kuil yang pernah ada di seluruh Jepang.

Kelak, kolaborasi ini menjadikan para perajin Inami menjadi yang terunggul di Jepang karena mereka menyerap ilmu para perajin terbaik dan mengadaptasinya. Maka tak heran hingga kini hasil kriya ukir Inami menjadi langganan para pembesar, pejabat, konglomerat hingga pihak kekaisaran Jepang.

Lepas dari kuil saya menuju Inami Wood Carving Composite Hall, tempat ini adalah ruang pamer karya kriya ukir Inami. Di tempat inilah karya perajin terbaik dipajang untuk kemudian dijual ke public. Di setiap ukiran terpampang nama perajin, tahun pembuatan, cerita tentang ukirannya dan harga. Saya sempat lirik-lirik di sini harga paling murahnya adalah puluhan ribu yen.

Tempat ini adalah tempat mahakarya dari Inami berkumpul. Berjejer beragam ukiran dengan berbagai bentuk dan rupa. Keunggulan teknik ukir yang tiada duanya di Jepang semua dikumpulkan di tempat ini.

Puas menikmati kriya kayu yang ada di Inami. Saya mencoba menyicip bagaimana rasanya menjadi perajin kayu. Di Inami terdapat workshop yang bisa didatangi untuk mencoba menjadi perajin ukir kayu barang sejenak.

Begitu masuk, di hadapan saya sudah ada satu kubus kayu utuh yang harus saya ukir. Tampaknya mudah, saya hanya harus mengukir kubus kayu ini menjadi sebuah speaker dengan melubangi kubus sesuai pola. Tampaknya mudah, tapi ternyata susah, untuk mengukir, melubangi kubus butuh kekuatan juga ketelitian. Salah sedikit bentuknya jadi tidak karuan.

Kiranya satu jam kemudian speaker saya jadi, cukup melelahkan memang, tetapi pengalaman ini menarik. Setidaknya saya belajar satu hal. Menjadi perajin ukir kayu yang handal memang butuh jam terbang.

Johana

Ketika tiba di kota ini, saya senyam senyum karena kota ini namanya unik sekali, Johana. Dirasa-rasa memang nama kota ini mirip nama perempuan. Entah kenapa dinamai Johana, mungkin karena kotanya memang molek jelita belaka, mirip paras perempuan yang penuh pesona.

Johana sama dengan Inami, kota kecil. Kota inilah penyambung garis kerajinan dari Shirakawago dan Gokayama, jika dua desa tadi menghasilkan benang sutra, maka kota Johana-lah yang memintal benang sutra ini menjadi kain sutra. Johana dikenal sebagai penghasil kain sutra terbaik di Jepang.

Saya menikmati Johana yang sepi di pagi hari untuk menuju salah satu pabrik sutra milik keluarga terpandang di Johana, Matsui. Usaha kain sutra Matsui dimulai pada tahun 1877 dan diturunkan secara turun temurun, kini kendali pabrik kain sutra ini dipegang oleh Noriko Matsui setelah mendapatkan tongkat estafet dari ayahnya.

Di pabriknya yang berada di bangunan yang masih tegak sejak berdirinya pabrik ini, Noriko mengajak saya melihat bagaimana benang-benang halus dipintal menjadi kain sutra. Mesin-mesin berderap tanpa henti, hebatnya mesin ini adalah mesin yang sudah berusia 70 tahun, Noriko-lah yang merawatnya sendiri.

Di Pabrik ini, keluarga Matsui mengeluarkan beragam jenis kain sutra. Mulai kain untuk kimono, scarf, hingga kain sutra untuk tembok bangunan. Mulai kain sutra yang lembut hingga yang sangat kuat bisa diproduksi oleh keluarga Matsui.

Dengan tradisi turun temurun ini, kain sutra Matsui kemudian menjadi salah satu kain sutra unggulan dari Johana dan menjadi langganan Kekaisaran Jepang. Jika pihak Kekaisran butuh kain sutra, mereka akan memesan langsung kain sutra dari Keluarga Matsui di Johana.

Selain sutra, Johana memiliki keelokan dari bangunannya. Layaknya tipikal kota kecil dan tradisional, rumah-rumah di Johana masih utuh berasal dari ratusan tahun silam. Bahkan karena pemandangan kota ini yang masih sangat tradisional, banyak orang menikmati Johana untuk bernostalgia.

Setiap tahun di Johana diselenggarakan festival Hikiyama Matsuri. Festival ini sudah berlangsung selama 300 tahun dan setiap tahun seluruh penduduk Johana tumpah ruah di jalanan untuk mengikuti festival ini. Daya tarik festival ini pun menarik orang-orang dari seluruh Jepang untuk datang dan berkunjung ke Johana. Festival ini menggunakan beberapa pajangan dalam kereta yang diseret oleh penduduk Johana. Sembari memainkan musik, pajangan yang berusia 300 tahun ini akan diseret berkeliling kota.

Pajangan ini kemudian disimpan di tengah kota, disimpan di ruangan dengan suhu yang dijaga dan dijadikan museum. Pengunjung bisa melihat bagaimana pajangan dengan ukiran dewa-dewa ini begitu megah. Ketika festival akan dimulai, barulah pajangan ini akan dikeluarkan dari tempat penyimpanan dan diarak keliling kota.

Satu lagi yang menarik dari Johana adalah kota ini menjadi tempat ziarah para pecinta anime, khususnya manga Sakura Quest. Seluruh kota ini menjadi latar manga ini, di dunia nyata kota ini bernama Johana namun di dunia anime kota ini bernama Manoyama. Selain itu ada juga School of True Tears, salah satu manga populer yang juga mengambil setting di Johana. Setiap sudut di manga ini sama persis dengan kondisi nyata kota Johana.

Jadi walaupun kotanya kecil, ternyata bagi pecinta anime, Johana semacam tempat suci pecinta manga. Banyak yang berkunjung untuk mencocokkan kondisi di anime dengan di dunia nyata.

Setelah berkunjung ke Inami dan Johana, Nanto memang tempat yang menarik untuk dijelajahi saat berwisata ke Jepang. Kultur, sejarah, kerajinan hingga kulinernya menjadi daya tarik utama dari Nanto. Kapan lagi bisa menikmati keramahan dan sejarah Jepang dengan begitu intim selain di Nanto?

Tabik.

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

7 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here