Suatu pagi saya tiba di Palembang dalam deraan hujan gerimis. Sopir taksi yang menjemput saya bilang cocoknya kalau dingin-dingin begini harus segera sarapan. Saya sepakat, dari Jakarta saya berangkat subuh dan jam setengah delapan saya tiba di Palembang. Perut sudah keroncongan minta diisi, cacing-cacing di perut sudah melongok minta disuapi. Sepertinya cocok makan mie di Palembang.

Palembang memang salah satu kota di Indonesia yang tersering saya kunjungi. Sudah bolak-balik entah berapa kali ke Palembang untuk beragam keperluan. Entah main, entah trip, entah jenguk teman, entah bekerja. Selalu saja ada alasan untuk kembali ke Palembang, terutama untuk kulinernya.

Melihat geliat Palembang untuk menjadi tempat wisata populer rasanya bikin saya cukup tercengang. Banyak pembangunan kota untuk menopang wisata kota yang dilakukan dengan cukup masif, terutama proyek LRT yang membentang dari Bandara sampai Kompleks Jakabaring. Sungguh komitmen untuk menaikkan pamor wisata Indonesia di Palembang.

Namun, bagi saya wisata yang paling saya cari di Palembang adalah wisata kuliner karena saya percaya Palembang adalah kota dengan sajian makanan lezat di setiap sudutnya. Dulu kala ketika pertama kali ke Palembang tahun 2009, saya menyicip pindang musi rawas yang kuahnya aduhai. Kini saya belum tahu akan menyicip apa, belum ada yang terlintas di kepala padahal dari Bandara sudah makin mendekati kota. Oia saya jadi teringat mau makan mie di Palembang.

“Ada sarapan mie di Palembang ga Pak?” tanya Saya.

“Mie celor saja gimana?” Supir taksi menjawab cepat.

Saya berpikir sebentar, rasanya belum pernah saya ke Mie Celor, boleh juga dicoba. “Bapak tahu mana yang enak?”

“Kita ke 26 Ilir saja, ramai itu” Jawab supir taksi yang langsung saya tanggapi, “Boleh, Pak!”

Palembang pagi nirmacet, sepi sekali, hujan rintik menyertai perjalanan menuju Mie Celor 26 Ilir. Hanya ada macet sedikit karena sudah jelang sampai di kedainya yang terletak di area Pasar Ilir yang penuh hiruk pikuk.

Nama lengkap kedai Mie Celor ini adalah Mie Celor 26 Ilir H.M Syafei. Konon ini adalah salah satu kedai mie celor tertua di Palembang yang masih eksisi sampai sekarang. Dari cerita mulut ke mulut, kedai ini sudah ada sejak decade 1950-an, sudah 60 tahun lebih berjualan mie celor dan ditahbiskan sebagai salah satu ikon kuliner legendaris Thailand.

Bagi yang belum pernah mencoba mie celor, tampilannya mirip mie nyemek. Kuahnya tidak encer juga tidak kental, pas di tengah-tengahnya. Kuahnya kaldu udang jadi rasanya kemepyar, toppingnya ada telur juga daging udang. Begitu saya cicip pekat kaldunya begitu terasa sampai di lidah, tiap suapan meninggalkan kesan.

Berada di tengah pasar, kedai mie celor ini tak pernah sepi pembeli, bahkan beberapa harus sabar menanti karena keterbatasan meja kursi. Pegawai kedai pun sibuk meracik mie celor dengan cepat dan hilir mudik menyajikannya kepada para pengunjung.

Di luar Palembang, mie celor belum seterkenal Empek-empek yang namanya sudah menasional. Empek-empek bahkan menjadi identitas kota, tiap menyebut Palembang selalu disosiasikan dengan Empek-empek, bisa dibilang Palembang ya kota Empek-empek.

Well, setelah habis dua piring. Ya, saya memang menyantap dua piring tidak satu karena memang rasanya mengundang selera. Saya benar-benar harus mengakui bahwa mie celor ini memang tiada banding lezatnya.

Usai makan mie celor mampir ke Pasar Ilir untuk membeli kain. Pasar ini menjadi jujugan saya kalau cari buah tangan dari Palembang. Harga kainnya murah-murah dan bisa tawar menawar dengan harga wajar. Beberapa kali saya membeli kain yang akhirnya saya jahitkan di Jakarta. Motif kainnya beragam juga jenis kainnya, mau dari yang paling murah sampai paling mahal ada semua.

Usai belanja kain saya segera menuju hotel untuk menitipkan barang karena waktu check in masih lama. Urusan pesan-pesan hotel ini sekarang makin mudah, saya yang pergi dadakan cukup pesan tiket hotel lewat Pegipegi. Kenapa saya pakai Pegipegi adalah listing hotelnya banyak dan variatif mulai dari rate rendah sampai tinggi. Tak hanya pemesanan hotel saja, ketika memilih region Palembang misal, Pegipegi menyediakan teks singkat berisi gambaran tentang Palembang mulai dari kondisi kota sampai kulinernya.

Selain hotel, saya juga pesan tiket pesawat lewat Pegipegi. Enaknya adalah ada komparasi harga langsung jadi saya bisa memilih maskapai yang memberikan tawaran termurah. Dengan komparasi harga ini, Pegipegi memberi pilihan pada konsumen dengan lebih leluasa. Lewat Pegipegi saya tak perlu repot pesan hotel dan tiket pesawat, cukup di satu portal saja. Untuk pembayarannya saya gunakan kartu kredit agar praktis.

Saya hanya dua hari di Palembang. Hari pertama pasca makan mie telor, jalan-jalan belanja, makan Empek-empek, makan malam di depan Benteng Kuto Besak dan diakhiri dengan makanan wajib, Martabak Har. Esok paginya jalan-jalan kulineran lagi.

Hari kedua di Palembang saya cari-cari sarapan lagi. Saya tanya ke resepsionis hotel, apa makanan dekat hotel yang biasanya ramai untuk sarapan. Resepsionis menyarankan saya ke Mie Ayam Atet yang tak terlalu jauh dari hotel. Segera saya meluncur ke Mie Ayam Atet.

Tampilan luarnya tampak tak meyakinkan, kedainya hanya ada dua gerobak mie dengan meja kursi yang ditata sekedarnya. Tetapi begitu melongok ke dalam kedainya, alamak itu pengunjung penuh betul. Rupanya mobil-mobil yang parkir di sepanjang jalan di depan Mie Ayam Atet adalah mobil para pengunjung kedai mie. Pertanda bagus untuk dicicip sebagai sarapan.

Saya pesan mie ayam bakso satu porsi untuk menu sarapan. Atet yang membuat mienya sendiri dengan cekatan bak ahli Kungfu meracik satu demi satu mie ayamnya. Denting sumpit beradu dengan saringan mie dan mangkuk. Atet lalu mencampur bumbu memberi topping, mengambil kuah lalu menyerahkan pada pegawainya agar dibawa ke pengunjung.

Awalnya saya kira Mie Ayam Atet ini tidak menjual mie ayam yang halal. Saya berpikiran demikian karena dari namanya. Rupanya mie ayam ini halal, dugaan saya salah. Memang tak seharusnya berprasangka sebelum mencoba.

Mie Ayam Atet disajikan terpisah antara mie dan kuahnya. Mienya bertekstur lunak namun liat, bumbu yang dituang manis gurih. Toppingnya adalah ayam dan bawang goreng, uniknya disertai dengan jeruk nipis untuk menambah aroma asam. Selain itu ada pangsit kering terpisah yang sangat gurih. Saya mencoba memakannya dengan mengangkat mie lalu mencelupkan ke kuahnya, rasa gurih mienya bertaut dengan kuahnya yang kental gurih aroma kaldu.

Dengan rasa yang khas seperti ini pantas saja Mie Ayam Atet penuh. Dari cerita konon Atet ini bukan orang asli Palembang, tapi asli Lampung yang merantau ke Palembang. Lalu di Palembang, Atet meracik mie yang sesuai selera lidah wong Palembang. Ternyata cocok dan laris. Soal cerita ini benar atau tidak saya tidak tahu, hanya dengar dari obrolan orang saja, tak sempat menanyakan ke Atet. Namun, yang jelas mienya enak dan rasanya khas betul.

Dua hari di Palembang berkuliner sepertinya cukup membuat perut saya jadi penuh dan berat badan naik dikit. Memanglah Palembang ini menyajikan kuliner yang enak. Saya rasa enaknya kuliner Palembang karena paduan campur baurnya budaya yang ada di kota ini. Jadilah segala rasa tertumpah menjalin menjadi rasa yang khas. Itulah yang membuat lidah dan perut orang Palembang begitu lentur pada olahan kuliner.

Edisi kali ini saya menjadikan dua kedai mie sebagai highlight trip. Bukan mpek-mpek, bukan durian, bukan pindang asam, tetapi mie celur dan mie ayam. Dua kedai mie yang saya coba barangkali bisa menjadi referensi ketika mencari referensi kuliner di Palembang. Walaupun saya percaya di luar dua kedai mie yang saya cicipi masih ada ratusan mungkin ribuan kedai mie dengan sajian maknyus di Palembang.

Tabik.

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

13 KOMENTAR

  1. Saya baru tahu bentuk mie celor. Kalau sebatas mendengar, sudah beberapa kali.
    Ternyata Mie Celor itu kuahnya kental, ya? Yang kering menggoda juga ada irisan jeruk nipisnya, pasti kecut-kecut seger gitu kayaknya. :”

  2. Sebagai orang Palembang yang gak pernah tinggal di Palembang. Tentang dua makanan ini aja udah bikin pengen ke sana. Beberapa kali pulang ke Palembang selalu dijamu keluarga gak sempat makan di luar. Besok2 harus coba.

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here