Pic by Unsplash

Awalnya saya tak percaya kena Covid-19, ya seperti anda semua, pasti tidak akan percaya.

Namun, saya memang sudah siap kena Covid-19. Bagi saya keadaan di Indonesia memang semacam roussian roulette. Siapapun bisa kena Covid-19 dan soal kena atau tidak kena hanya perkara tunggu giliran. Jikapun ada yang tidak kena, berarti memang kombinasi daya disiplin tinggi yang ketat dan keberuntungan yang selalu menaungi.

Virus ini memang tak main-main cepat menyebarnya. Bahkan yang merasa sehat sentausa saja bisa ambruk seketika, lalu lemah tak berdaya.

Lalu apa yang sebaiknya dilakukan saat kena covid-19. Karena saya sudah siap, maka saya tenang dan mencoba berpikir logis tentang opsi-opsi yang bisa dilakukan saat kena Covid-19. Perlu diingat sejak hari pertama saya kena covid-19, saya menganggap bahwa ini tak hanya perang melawan penyakit, melainkan juga perang melawan mental dan pikiran diri sendiri.

Siapa sih yang tidak gentar dengan Covid-19?

Maka hal yang pertama saya lakukan ketika terkonfirmasi positif adalah bersikap tenang.

Lalu saya membaca literatur-literatur ilmiah dan saran dari dokter-dokter yang bertebaran di Twitter. Ini saya lakukan sembari saya menunggu waktu bersua dokter, bersikap logis adalah pondasi pertama untuk melawan Covid-19.

Saya dan istri kena dalam waktu yang hampir bersamaan. Bedanya adalah kondisi istri jauh lebih buruk. Angka CT istri pada saat hari pertama terkonfirmasi positif sangat rendah sekali, beda jauh dengan saya yang masih tinggi mendekati angka negatif.

Yang lebih beruntung lagi adalah kompleks tempat saya tinggal yang cukup sigap. Perlu diakui adanya support system di tempat tinggal bisa menjadi faktor penentu kesembuhan dari Covid-19.

Kelogisan yang saya tekankan membuat saya disiplin mengikuti saran dokter dan nakes yang sudah teruji. Multivitamin, air yang cukup, parasetamol adalah obat yang kami konsumsi. Ketika kemudian bersua dengan dokter dan konsul, obat kemudian ditambah dengan obat batuk.

Konsumsi obat dan multivitamin tadi ditambah dengan rezim minum air putih sebanyak 4 liter sehari dan buah banyak-banyak, lalu olahraga ringan selama 30 menit setiap pagi.

Memangnya tidak lemas dipakai olahraga? Saya akan bilang setiap hari gejalanya berbeda, tetapi hari satu sampai tiga memang lemas luar biasa. Perkara dari tempat tidur ke pintu kamar tidur saja bisa membuat ngos-ngosan tak karuan. Maka di hari satu sampai ketiga saya hanya bedrest sepanjang hari, olahraga saya mulai di hari keempat.

Saya hanya beruntung saya tak anosmia dan tidak kehilangan indra perasa. Karenanya saya masih bisa merasakan aroma dan rasa makanan, inilah kunci berikutnya, dengan menambah asupan makanan. Untuk covid-19 ini saya cukup picky dengan memilih makanan yang banyak proteinnya dan mengurangi yang berminyak.

Kepanikan sempat muncul di hari ketujuh. Saat saya kira sudah baik-baik saja, bahkan saya sudah mulai meningkatkan intensitas olahraga. Angka CT saya anjlok tidak karuan, bahkan di bawah istri saya pada saat pertama kena. Istri justru kurva CT-nya membaik, walau angkanya tidak naik signifikan.

Hasil konsultasi dokter memang wajar, beruntung juga dokter yang menangani saya memang ilmunya tinggi dan sangat komunikatif, katanya bisa jadi memang virusnya baru aktif di hari ketujuh. Saya tenang mendengar penjelasannya.

Oleh teman saya diminta konsumsi vitamin-D dosis tinggi, saya tak langsung iyakan. Sejak hari pertama memang beberapa saran dari teman banyak bertebaran, mulai dari yang minum obat ABCD sampai minum air kelapa. Saya akan tetap memegang teguh pemikiran logis dan berlandaskan ilmu medis, saran tersebut saya sampaikan ke dokter yang merawat saya.

Dokter bilang boleh, silakan gunakan vitamin-D dosis tingginya.

Saya segera minum vitamin-D dosis tinggi, 5000iu per hari mulai hari ketujuh kena Covid-19. Rupa-rupanya ada efeknya, sejak hari mengonsumsi vitamin-D saya jadi lebih sering ke belakang dan berkeringat, padahal konsumsi air putih tidak bertambah, tetap 4 liter dalam satu hari.

Esoknya saya tanya dokter katanya itu tanda eskresi untuk mengeluarkan virus.

Virus Covid-19 memang menyerang bagian pernapasan. Yang saya rasakan tidak batuk, tetapi gatal di kerongkongan yang menggila, rasanya pengin menggaruk bagian dalam kerongkongan kalau bisa. Memang konon di situlah virus Covid-19 menempel, beranakpinak berlipat ganda.

Maka dokter menyarankan untuk sering-sering berkumur dengan obat kumur. Saya mengikuti dokter dengan berkumur setiap dua jam, plus menyikat gigi tiga kali sehari, dengan turut menyikat bagian lidah dan rongga mulut. Saya sampai aneh sendiri, mulut rasanya bau mint sepanjang hari.

Sikap positif selanjutnya adalah dengan mencoba untuk menyibukkan diri dengan apapun yang bisa dilakukan. Saya banyak-banyak membaca buku, menulis buku juga menonton film. Bedanya dengan saat normal adalah, bahkan ketika semua aktivitas tersebut saya lakukan di tempat tidur, saya merasa kelelahan.

Virus Covid-19 memang begitu keji menyasar bagian pernafasan kita. Saya membayangkan paru-paru saya dicabik bagiannya satu-per-satu pelan-pelan. Tidak sampai sesak nafas memang karena saya cukup bersyukur bahwa tingkat saturasi saya bagus, tetapi rasanya lelah tak berkesudahan terus mendera sepanjang kena covid-19.

Bahkan kelak ketika sembuh pun, stamina merosot drastis. Saya tak mampu berolahraga sekuat sebanyak porsi sebelum kena Covid-19. Hal-hal semacam kerja yang sebelumnya saya cukup spartan, saya kurangi menjadi ritme yang cukup pelan.

Dokter memang bilang begitulah jahatnya virus covid-19. Bahkan ketika sembuh pun tak akan langsung sembuh seketika, efeknya bisa panjang yang orang lebih mengenalnya dengan post covid.

Kami rasakan sendiri betapa tersiksanya post covid, selama sebulan setiap hari batuk melulu dari pagi sampai sore. Bahkan ketika diam tak berbuat apapun batuk akan tiba-tiba menyerang dan saya bisa sampai terjengking-jengking berbatuk ria.

Memang saat saya konsul terakhir dengan dokter saat sudah negatif, dokter sudah mewanti-wanti kalau efek post covid bisa berbulan-bulan. Menurut pengalamannya, biasanya dua sampai tiga bulan jika gejalanya ringan, tentu bisa lebih lama lagi jika gejalanya lebih berat.

Total dua belas hari saya kena Covid-19 sampai negatif. Saya cukup terkejut dengan hasilnya dan bersyukur juga bisa melewati hampir dua minggu isolasi yang konon membosankan.

Segala gejala covid-19 sudah saya rasakan kecuali anosmia. Batuk sudah, demam sudah, ngilu sendi sudah, lemas tak berkesudahan sudah, diare sudah, gangguan tidur juga sudah. Jujur, ini adalah sakit yang membuat bingung karena setiap hari gejalanya bisa berbeda-beda. Saking bingungnya walau sudah bersikap positif saya masih menghadapi kecemasan, besok apalagi gejalanya?

Pengalaman kena covid-19 memang menyadarkan saya bahwa cukup sekali saja kena Covid-19, jelas saya tak mau kena lagi. Saya juga berpesan, jangan sampai ada yang kena Covid-19, rasanya nano-nano, bedanya yang ini bukan ramai rasanya, tetapi sangat tak jelas rasanya.

Tabik.

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

14 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here