Jembatan ini saya tempuh saat perjalanan dari Doda ke Lembah Bada. dibawahnya sungai berarus deras..

Dalam Islam diajarkan konsepsi Surga dan Neraka, Surga bagi mereka orang baik sebagai hadiah atas kebaikan semasa hidupnya, dan Neraka adalah bagi begundal, penjahat dan merupakan ganjaran atas kejahatannya. Namun ada juga proses untuk masuk neraka dulu sebelum masuk surga, jadi segala kesalahan dan kejahatan dicuci dulu di neraka dan setelah bersih baru masuk surga. In other means, seseorang harus menderita dahulu sebelum mendapatkan kebahagiaan abadinya.

Seperti itulah dalam traveling, tidak melulu soal paradise/firdaus. Kadang untuk menuju tempat-tempat semacam surga itu butuh neraka terlebih dahulu. Butuh dipanggang oleh segala macam penderitaan yang menyiksa jiwa dan raga. Dan hanya ada 2 tipe orang : menyerah atau terus maju. Mereka yang menyerah mungkin akan selamanya hidup dalam kekalahan, menyerah sebelum mencapai tujuan. Dan mereka yang terus maju pada akhirnya tentu akan memperoleh kebahagiaannya.

Seperti saat saya ke Sulawesi Tengah, siapa sih yang tidak akan terpikat oleh keindahannya? Boleh saya bilang, landscape di Sulawesi Tengah itu juara, Paradise. Tapi akses menuju kesana itu yang saya sebut neraka, hell.

Sudah jamak jika jalanan di Indonesia ini buruk dan sepertinya pemerintah itu enggan mengalokasikan anggaran negara untuk perbaikan akses transportasi, terutama di daerah. Di Jawa saja pembangunan jalan terus berlanjut, bahkan seperti di Pantura bisa dikatakan pembangunan abadi, tidak akan selesai sampai hari kiamat.

Di Jawa saja banyak yang terbengkalai, apalagi luar Jawa. Dan ini yang saya temui Sulawesi Tengah, jangankan jalan rusak, bahkan tidak ada jalan sama sekali. Bayangkan untuk akses antar desa / antar kecamatan saja harus memutar jauh ke ibukota kabupaten dan itu butuh waktu 12 jam. Sementara masyarakat terbiasa melintasi beberapa bukit yang lebih singkat waktunya, yaitu 5 jam jalan kaki.

Maka dari itu saya mencoba mengikuti jalur para penduduk desa, dengan berjalan kaki. Antara Doda ke Lembah Bada yang menurut penduduk desa hanya ditempuh 5 jam perjalanan. Tapi, karena saya traveler amatiran plus sok-sokan, jadilah saya tidak 5 jam, tapi 15 jam jalan kaki itu sudah termasuk paket menginap di tengah hutan di gelap malam.

Neraka? Memang, tapi saya menikmatinya. Yang lebih mengerikan adalah jalan antara Lembah Bada menuju Ampana, kota tempat penyeberangan sebelum ke Kepulauan Togean. Perjalanan ditempuh dalam waktu 12 jam perjalanan menembus bukit-bukit dan Jalan Trans Sulawesi yang berkelak-kelok.

Jalananya.. hmm.. tidak beraspal, batu. Di dalam mobil seolah berada di kapal yang sedang dihempas badai, perut menggelinjang dan mau muntah. Pantat ini seperti seolah beralas paku, panas.

Kondisi tidak berubah saat memasuki jalan trans Sulawesi, berkelak-kelok, berlubang dan sopir yang mengemudikan mobilnya seperti Colin Mc Rae* beraksi, tekuk kanan, tekuk kiri, banting kanan, banting kiri dan tiba-tiba direm mendadak. Dan mendadak pula muka saya biru, pucat pasi.

Pantat panas karena sudah duduk lebih dari 6 jam, sementara perjalanan belum mencapai setengahnya. Rasa-rasanya sangat menderita, belum lagi hujan deras mendera dan ternyata jendela mobil rusak, tidak bisa ditutup. Jadilah saya terkena tempias air hujan di dalam mobil. Jalan dari Trans Sulawesi menuju Ampanan lebih menggila, lubang menganga dimana-mana seperti hendak menerkam para pengendara. Pun dengan ancaman longsor yang setiap saat bisa menyergap.

Pyuh. Saya sudah pucat pasi, dalam hati saya berdoa semoga bisa sampai tujuan dengan selamat, tanpa kurang suatu apa. Dan derita pantat panas seolah neraka ini masih terus berlanjut beberapa ke depan, sampai saat saya sampai di Ampana menjelang tengah malam.

Dalam hati, bersyukur sekali saya terbebas dari siksa yang membuat pantat serasa menipis. Begitu berdiri rasanya sangat menyenangkan sekali, tapi ketika menggerakkan badan. Peuh, rasanya tak sanggup. Badan rasanya kaku-kaku karena terlalu lama duduk di perjalanan, lemas rasanya.

Memang butuh pengorbanan sebelum mencapai kebahagiaan, memang harus melewati neraka sebelum mencapai surga. Dan seperti itulah perjalanan, sebelum mencapai sebuah keindahan pasti ada jalan terjal yang harus ditempuh.

Tapi apakah seorang traveler hanya mau menikmati keindahan saja? seperti seorang utopis yang mau jadi kaya tanpa usaha? Tentu tidak bukan? Bahwasanya dalam perjalanan pun bisa menemukan neraka perjalanan. Dan tak lantas kita menyerah, nikmati saja neraka perjalanan itu. Karena itu tidak akan ditemukan di perjalanan yang lain.

Nikmati saja neraka perjalanan, karena itu bagian dan, sesungguhnya menikmati neraka perjalanan pun sama mendebarkannya seperti menikmati surga perjalanan.


tulisan atas tweet mas Yudasmoro / @wordstraveler.

*Colin McRae adalah seorang pereli juara dunia, bagi generasi yang menikmati usia remaja di awal 2000-an pasti pernah mengenal namanya menjadi salah satu judul game terkenal di konsol playstation.

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here