CSC_0255
Pasir Rantung, Sumbawa Barat.

Awal 2010 di sebuah sudut Kuta, saya berjumpa dengan Dom – saya tak tahu nama lengkapnya. Dalam sebuah perbincangan santai jelang matahari tiarapย , dia dengan botol bir di tangan kanan, saya dengan botol kola bersoda, Dom dengan mimik serius setengah berbisik.

“Kamu harus ke Timur sesegera mungkin, disana indah dan kamu akan melihat Indonesia yang sesungguhnya”

Saya mengiyakan Dom, pemuda asal Flores yang konon sudah merantau selama 5 tahun di Bali. Timur Indonesia waktu itu bagi saya masih berupa angan, belum sanggup kesana karena belum cukup uang. Timur Indonesia di awal 2010 yang saya tempuh hanyalah pelabuhan Padangbai yang dicapai ketika roadtrip bermotor keliling Bali selama seminggu.

“Nanti mampir ke kampungku di Flores, ada orang tuaku disana, kamu boleh tinggal, kamu bisa ke Kelimutu kalo mau atau kemanapun kamu mau”

Saya termakan omongan Dom dalam percakapan super singkat itu. Dom yang ramah dan bersemangat menceritakan tentang keindahan Timur. Saya waktu itu hanya bisa berjanji dalam hati akan pergi ke Timur dan kalau bisa singgah ke kampungnya di Flores.

Apa yang saya janjikan sendiri di awal 2010 baru 2011 saya bisa capai. Pertama kali menjejak timur adalah di Makassar lalu merayap ke Palu, menyusuri lekuk jalanan Palu – Poso – Tentena, berenang santai di Togean, merambati jalanan penuh pohon kelapa sepanjang Gorontalo dan berakhir di Manado. Bisa dibilang itu adalah pertama kali menikmati timur, dari ujung bawah Sulawesi berakhir di ufuk atasnya.

388429_2503902875847_1077049615_n
Senja di Gorontalo

Timur jika ditelusur tak akan ada habis-habisnya dari ujung ke ujung. Timur seperti selalu memberi ruang untuk keindahan-keindahan baru, selalu memberi ruang bagi rona pesona untuk terus tersibak satu per satu. Timur tidak akan membosankan untuk ditapaki selangkah demi selangkah.

“Indonesia makin ke timur makin indah bung!”

Itu pesan Dom yang saya ingat sebelum kami berpisah waktu itu dan pesan itu yang saya buktikan dalam perjalanan ke Timur. Semakin ke Timur, Indonesia makin mempesona. Di Timur alam makin meriah, senyum makin merekah dan langit sumringah.

Timur adalah zamrud khatulistiwa yang sesungguhnya, tempat dimana orang masih menyatu dengan alam, tempat dimana manusia masih mengagungkan dengan sungguh-sungguh karunia-Nya.

Tapi bicara Timur tak hanya bicara tentang alam indah yang memukau, bicara Timur adalah bicara senyum paling tulus yang pernah saya temui. Kelegaan mereka untuk berbagi dengan tamu tak ada habis-habisnya, nyaris di hati mereka nir curiga pada siapapun yang datang bertandang, semua akan disambut dengan hangat, disambut dengan hati.

Saya jadi ingat Dom, kami berbincang akrab walau tak saling kenal, senyumnya lebar, kulitnya legam. Dom selalu bangga dengan Timur-nya sementara saya terpukau omongannya. dengan segala sudut pandang Barat saya.

Sayangย Timur selalu menjadi dikotomi atas berbagai ketertinggalan dari Barat, padahal Timur selalu diasosiasikan dengan surga. Apakah Timur yang dibilang Surga akan dibiarkan begitu saja? Sementara keindahannya dipertunjukkan habis-habisan, penduduk Timur hanya boleh mengais-ais remah-remahnya?

Ah, seandainya semuanya dimulai dari Timur, seandainya semuanya tidak dipandang dari Barat tentunya Timur adalah permata yang akan memesona dunia.

Tabik.

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

14 KOMENTAR

  1. nganu om, makassar itu tengah bukan timur, pokoknya indonesia tengah bukan timur *penganut mazhab pembagian waktu garis keras* :p

  2. saya juga punya mimpi datang dan menelusuri timur Indonesia dan menuliskannya sebanyak mungkin di blog saya.. Mudah-mudahan mimpi itu bisa saya wujudkan

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here