“Hey! Malaysian? Moslem?”
Saya dan istri berkali-kali disangka orang Malaysia saat berjalan melintas Sultanahmet Square. Perkaranya mudah, muka ras melayu. Mengira dari Malaysia mereka berusaha menggoda kami untuk mengikuti tour Selat Bosphorus sampai menjual barang dagangan, seperti bunga kertas, tasbih dan peci merah Turki.
Sultanahmet Square di libur pagi sungguh penuh sesak. Wisatawan penuh sampai ke sudut-sudut. Di sini ada titik temu 2 bangunan agung yang menjadi simbol Istanbul. Ada Hagia Sophia yang tegak berdiri dari era Romawi Kuno sementaranya di seberangnya ada Masjid Sultanahmet yang gagah dengan minaret-minaret yang menjulang ke langit.
Saya lekas menuju pintu masuk Hagia Sophia, jam 9 pagi namun antriannya sudah panjang. Istri sebenarnya mengingatkan untuk berangkat lebih pagi karena hari sebelumnya gagal masuk, antriannya tiga kali lipat lebih panjang dari ini.
Bangunan berwarna cokelat merah bagi saya pribadi adalah salah satu bangunan yang harus dikunjungi. Ibu saya mengenalkan Hagia Sophia ketika saya SD, beliau menunjukkan pada saya di buku ajar sejarah SMA-nya, di Turki ada Gereja yang diubah menjadi Masjid lalu berakhir dengan menjadi Museum.
Hagia Sophia memang daya tarik utama Istanbul, itulah kenapa tampaknya berwisata ke Istanbul tidak lengkap tanpa ritus mengunjungi Hagia Sophia. Maka kami berdua-pun rela berdesakan, bersama ribuan wisatawan lainnya mengantri tiket masuk.
”Right here, right here”. Petugas keamanan Hagia Sophia mengarahkan kami dan turis lainnya.
Petugas keamanan tapi ganteng, begitu bisik Istri saya. Kami berdua memang sedikit iri dengan postur orang-orang Turki, iri dalam tanda kutip. Mereka seolah perpaduan dari dua ras yang menghasilkan postur terbaik di dunia, muka eropa dan wajah asia.
Seusai membeli tiket, kami pun masuk ke area Hagia Sophia. Luar biasa memang, pantas bangunan ini menjadi bangunan suci bagi wisatawan yang datang ke Istanbul. Bangunan ini lebih dari sekedar untuk menggugurkan ritus wajib kunjung. Hagia Sophia adalah episentrum dari segala daya tarik Istanbul.
Saya lama terkesima melihat bagaimana batuan-batuan besar ini tersusun menjadi satu rangkaian. Di era lalu, pastilah ini bangunan megah yang membuat orang-orang terpukau.
Di pintu masuk Hagia Sophia saya merasakan getaran, bangunan ini merangkul dua agama besar yang pernah ada di Turki, tanpa mengalahkan satu diantaranya, Katolik dan Islam. Pada setiap dinding, ukiran, pintu ada jejak – jejak sejarah yang tak terbantahkan.
Hagia Sophia tidak dibangun sekali jadi. Bangunan agung ini dibangun bertahap, melalui banyak konflik, menjadi saksi bisu bagaimana Byzantium menjadi Konstantinopel dan berakhir di nama Istanbul. Dari bongkah batu-batu Hagia Sophia, ada sejarah yang mengendap lapis demi lapis.
Mosaik-mosaik Yang Bercerita
Saya menatap kubah di Pintu Kaisar. Di bagian atas ada mosaic yang menggambarkan Kaisar Byzantium, Leo yang mencium kaki Yesus Kristus, sementara di kanan-kiri Yesus Kristus ada Bunda Maria dan Malaikat Jibril.
Dari pintu inilah Kaisar-kaisar Romawi Timur memasuki Hagia Sophia untuk memulai liturgi. Dan dari sini pula saya melihat langsung kubah yang melengkung indah. Istri tak henti-henti mengagumi, bagaimana orang zaman dahulu bisa membuat kubah sesempurna ini, dengan teknologi yang belum secanggih sekarang.
Bagian utama dari Hagia Sophia ketika saya masuk rupanya sedang direnovasi. Jika kita menengok ke atas akan ada ornament kayu bulat besar tergantung dengan kaligrafi yang bertuliskan Allah dan Muhammad. Pada empat penjuru kemudian ada lafaz 4 khalifah, Abu Bakar, Ummar bin Khattab, Ustman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.
Sesungguhnya kaligrafi besar tersebut baru dipasang di abad ke – 19 oleh Sultan Abdulmecid I. Kala itu ia memerintahkan mega restorasi untuk Hagia Sophia. Dimintalah duo arsitek ternama dari Swiss, Gaspare dan Giuseppe Fossati.
Pada restorasi besar-besaran itupula beberapa mosaik utama di buka kembali untuk melindungi dari kehancuran. Sejak berdirinya di abad ke-6, Hagia Sophia sebenarnya adalah rumah bagi mosaik-mosaik yang indah dan penuh enkripsi. Mosaik yang menggambarkan bagaimana kelihaian orang-orang Romawi Timur dalam melakukan simbolisasi.
Maka saya mau tak mau menatap ke atas. Di antara kaligrafi Allah dan Muhammad, ada mosaik besar Bunda Maria dan Yesus Kristus yang dilukiskan pada lengkung kubah utama Hagia Sophia, atau dalam tradisi Katolik Orthodoks dan Ritus Timur mosaik berfigur ini disebut Theotokos.
Jika dilihat dari sudut pandang berbeda, mosaik dan kaligrafi ini akan terlihat pada satu garis lurus. “Indah ya sayang? Merinding rasanya” bisik istri saya yang tidak bisa tidak saya iyakan.
Kubah-kubah Hagia Sophia pernah menaungi kidung liturgi umat Katolik, pernah juga melewati masa menjadi rumah bagi lantunan ayat-ayat suci Al-Quran. Hagia Sophia adalah rumah bagi dua agama yang sebenarnya masih memiliki talian hubgungan satu nafas darah.
Hagia Sophia dibangun sebagai bangunan suci nan terhormat, maka ketika Konstantinopel ditaklukkan. Sultan Mehmed II tetap menjadikan Hagia Sophia bangunan suci, diubahnya dari gereja menjadi masjid, seorang ulama kepercayaan Sultan mengucap syahadat pada bagian altar gereja. Ucapan syahadat kemudian menandai berubahnya Hagia Sophia dari gereja utama Kekaisaran Romawi Timur menjadi masjid resmi Kesultanan Ustmaniyyah.
Pada penaklukkan Konstantinopel tersebut, banyak bagian dari Hagia Sophia yang merana, rusak parah. Sultan Mehmed II lantas memerintahkan renovasi dan restorasi. Mengembalikan keagungan bangunan suci ini, diubahnya altar menjadi mihrab, merubah kiblat ke arah Mekah dan mulai memerintahkan masjid diisi dengan syiar Islam.
Para penerus Sultan Mehmed II terus melestarikan Hagia Sophia. Tidak merusak atau menghilangkan mosaik yang ada sebelumnya namun justru merawatnya. Bentuk bangunan utama dirubah, namun ditambahkan menara-menara tinggi yang kemudian menjadi ciri khas Istanbul.
Dimulai dari bangunan agung inilah sejarah mencatat Istanbul kemudian disebut sebagai kota seribu minaret, kota beribu menara.
Mosaik yang menyimbolkan kekristenan dirubah menjadi mosaik islami dengan menyamarkannya menjadi bentuk-bentuk geometri. Mosaik bergambar manusia ditutup dengan warna polos baru dihiasi dengan kaligrafi-kaligrafi ayat-ayat suci Al Quran.
Dengan demikian mosaik-mosaik dengan banyak simbol kekristenan tetap ada dan terjaga, sementara kaligrafi yang melambangkan islam pun tetap tetap terlukis. Kesultanan Ustmaniyyah merawat warisan ini tanpa merusaknya, menjaga warisan sejarah kristen sekaligus menunjukkan kebesaran nafas Islam.
Maka di Hagia Sophia, sejarah telah digurat di bawah kubah, Allah, Muhammad, Yesus dan Bunda Maria berada di bawah kubah yang sama. Dalam sejarah ratusan tahunnya, Hagia Sophia telah menaungi para uskup, tapi juga pernah melalui masa di mana Hagia Sophia adalah rumah para ulama.
Ruang-ruang Rahasia
“Capek mas, tunggu sebentar” Istri saya terengah-engah saat kami berdua mendaki tangga menuju lantai 2 Hagia Sophia.
Tangga berbatu melingkar ini bak labirin, batu-batuan granit berbentuk kubus besar-besar mengantar kami sampai di lantai dua. Saya mengantar Istri mengikuti laku Robert Langdon saat mencari nisan Henricus Dandolo. Henricus Dandolo adalah Doge Venezia, pemimpin Republik Venezia yang di saat perang Salib memimpin ribuan pasukannya dan turut melakukan pengepungan terhadap Konstantinopel.
Alasan istri saya harus menjelajahi Hagia Sophia adalah buku di mana Robert Langdon menjadi tokoh utama, Inferno karangan Dan Brown. Pada buku tersebut Hagia Sophia dikultuskan sebagai bangunan misterius, penuh ruang-ruang rahasia dan pesan-pesan tersembunyi.
Memang Hagia Sophia hingga sekarang pun masih terus ditelusuri. Baru-baru ini ada penelitian untuk mengetahui kondisi bagian bawah bangunan, konon ada relung-relung terselubung yang menunggu dieksplorasi.
“Ini mas! Ketemu Nisannya!” Kata istri saya saat menemukan nisan Henricus Dandolo, rupanya kecil saja nisannya.
“Fotoin dong nisannya. Buat kenang-kenangan”.
Istri saya melanjutkan, ia kemudian dengan gembira mencatat di buku notes kecilnya. Nisan Henricus Dandolo sudah ditemukan. Tulisnya rapi dan digarisbawahi.
Ketika menuju theater inilah saya sempat melihat beberapa pintu yang tidak dibuka, jalan menuju ruangan lain yang tertutup. Benarlah bahwa di sini masih banyak ruang-ruang rahasia, entah ruang apa.
Saya sempat menuju ke Ruang Pembaptisan yang masih utuh. Lantas menuju kompleks pemakaman Sultan-sultan Kesultanan Ustmaniyyah yang dibangun di sisi Hagia Sophia, suasananya hening dan banyak Gendermarie yang berjaga.
Seorang pemandu sempat membisiki saya bahwa sebenarnya ada ruang pemakaman santo, orang suci dalam ritus Katolik di sini. Namun ia tidak menjelaskan di mana, katanya melanjutkan makam tersebut menyatu dengan tembok Hagia Sophia. Melebur ke-santo-annya dengan tugas Hagia Sophia sebagai bangunan suci.
Teringat dengan apa yang digambarkan oleh Dan Brown, saya dan istri pun terlarut dalam imajinasi dan menduga-duga bahwa sesungguhnya Hagia Sophia adalah labirin raksasa dengan ruang – ruang rahasia yang menunggu untuk dibuka.
Dari Reruntuhan Ke Reruntuhan
Kemegahan Hagia Sophia sebenarnya mirip bulatan kambium pada pada pohon kayu. Setiap lapisan kambium adalah penanda umur pohon sendiri. Demikian jika kita memahami setiap lapis bangunan Hagia Sophia.
Pada setiap reruntuhannya ada fase yang berbeda-beda. Pada setiap relung, ruang, tiang, minaret ada masa yang berbeda dan cerita yang berlainan pula.
Di bagian luar terdapat reruntuhan pondasi dan kolom yang dibiarkan tertidur begitu saja. Konon itu adalah artefak pada fase pertama dari pembangunan gereja Hagia Sophia, ketika Istanbul masih bernama Byzantium dan dibawah pengaruh Romawi Timur.
Bangunan utama sejak dibangun hanyalah bangunan di bagian kubah utama saja. Lantas jika kita menengadahkan dan melihat minaret yang menembus langit, maka minaret itu juga dibuat satu per satu ketika kekuasaan Romawi Timur beralih pada Kesultanan Ustmaniyyah.
Bangunan yang muncul di sekeliling pun muncul belakangan, sesuai fungsi yang dikehendaki. Ada makam para sultan, ada sekolah untuk anak-anak bangsawan Kesultanan Ustmaniyah, sampai taman-taman di sekeliling Hagia Sophia.
Fasad yang dikenal dan diakrabi dunia sekarang adalah fasad yang lengkap mengikuti waktu yang berjalan. Itulah mengapa, Hagia Sophia layaknya pohon besar dengan ratusan lapisan lingkaran kambium.
Bangunan besar ini indah mengikuti kehendak zaman. Zaman-lah yang melengkapi Hagia Sophia menjadi sekarang, sejarah lah yang melengkapinya menjadi bangunan yang indah.
Minaret – Minaret Yang Menjadi Simbol
Saya tidak tahu apakah minaret di Hagia Sophia bisa didaki. Minaret Hagia Sophia adalah episentrum dari ribuan minaret lainnya di Istanbul. Minaret-minaret yang saling menyerukan panggilan menghadap Allah lima kali sehari, minaret yang terus melantunkan ayat-ayat suci.
Saya pernah melalui subuh yang begitu kudus di Istanbul. Terbangun karena gema azan yang dilantunkan bersahut-sahutan oleh seluruh muazin di seantero Istanbul. Rasanya ribuan minaret di Istanbul bersamaan menyerukan gema yang indah.
Tanpa disadari air mata menitik sedikit demi sedikit dan saya yakin siapapun akan menunaikan ibadah shubuh yang penuh haru biru.
Minaret yang menjulang di Hagia Sophia selalu menjadi pusat dari keindahan Istanbul. Menjadi objek bagi jutaan foto tentang Istanbul, diambil dari Sultanahmet Square, dari daerah Galata, dari Selat Boshporus. Sebisa mungkin ada minaret-minaret dari Hagia Sophia yang begitu pusatnya.
Sekarang Hagia Sophia memang menjadi museum. Semenjak Bapak Turki menjadikan Turki lepas dari Kesultanan Ustmaniyyah, Hagia Sophia diubah menjadi museum. Menjadikannya museum berarti menjadikannya simbol kebanggaan bangsa Turki, walaupun kebijakan ini sempat ditentang oleh banyak ulama Turki ketika itu.
Karpet-karpet dibuka, restorasi dilakukan, mosaik-mosaik baru tersingkap, orang-orang dibebaskan masuk. Hagia Sophia menjadi rumah bagi siapapun yang ingin menziarahi sejarahnya. Saya dan istri menyaksikan bagaimana sejarah tiap bangsa, tiap periode sejarah yang ada di Istanbul digurat pada tubuh Hagia Sophia.
Minaret beserta kubah Hagia Sophia telah menjadi simbol bagi Istanbul, simbol bagi Turki, simbol bagi sejarah ratusan tahun. Menjalani takdir sebagai gereja, masjid dan sekarang museum, minaret Hagia Sophia telah menjadi bangunan pencerita sekaligus tempat ziarah suci bagi mereka yang mengerti sejarah kekristenan dan islam di Turki.
Saya pelan-pelan menggandeng tangan Istri, melewati beberapa reruntuhan pilar-pilar romawi kuno yang tertinggal di halaman belakang Hagia Sophia.
Berbisik, “Suatu saat kita ziarah ke sini lagi dek”.
Kami berdua keluar dari tempat suci ini dan menatapnya kembali lama-lama. Sampai ketika kami keluar pagar Hagia Sophia kami berjumpa sapaan yang tak asing lagi bagi kami.
“Hey! Malaysian? Moslem?”
Tabik.
Foto-foto oleh Putri Nur Ayyini.
kangen banget sama tempat ini, semoga kita bisa kesini lagi ya…aamiin 🙂
kayaknya emang Malaysia lebih populer ya disana? aku juga dikira org malaysia terus, sampe capek jelasinnya
Amin Makcik.
Situ memang mirip Malaysie Makcik.
Haha
Detail sekali ceritanya Mas, jadi berasa ikut kalian menyusuru Hagua Sophia 😀
Terima kasih Nia. 🙂
Sama, saya selama Tinggal di India selalau ditanya ‘Are you come from Malaysia” kayaknya nggak kenal sama Indonesia. Kadang saya balas dengan senyum trus bilang kalau saya dari Indonesia. kebanyakan, Saya Iya kan. Disitu kadang saya merasa lelah. hehehe
Salam kenal 🙂
Betul Mbak!
Entah mungkin Malaysia memang lebih terkenal ya Mbak? Apa karena orang Malaysia lebih banyak yang pelesiran…?
setuju mas..malaysia lebih banyak plesiran karena mereka ga butuh visa for max3bln stay -/+ 164 negara…di Belanda aja hampir dimana2 panduan pakai bahasa melayu bukan Indonesia padahal kita jajahan nya..yah itulah 🙁
saya ke sini Dec kmrn..benar2 merinding di dalam nya …membayangkan kejadian2 pada jaman itu..thanks tulisan yg sgt menginspirasi buat yg blm pernah ke sn
Hai Kak Adel.
Mungkin memang demikian kiranya, karena hal itulah orang Malaysia banyak yang berplesiran ya?
Wah sudah ke Hagia Sophia ya? Benar-benar merinding memang di sana.
Salam
Keren dan informatif banget bang tulisannya
Terima kasih mas. 🙂
Gokil juga tempatnya disana yaa.. jadi kepengen ke turki..
Thanks artikelnya
terima kasih! 🙂
waduh terlalu keren ini mas.
Baru tau namanya Hagia Sophia.
Kayaknya emang bagusnya baca Inferno dulu biar agak familiar sama bagunannya, biar bisa sambil berimajinasi waktu mengeksplorasi.
Nice post dan salam kenal mas 😉
Nah betul, di Inferno ada beberapa bangunan juga yang diceritakan, kelak saya buatkan seri-nya. 🙂
Salam kenal walter.
Bojoku dong chan, ngibrit mau shalat subuh di blue mosque. Dipanggil sama turis malaysia, bukannya pakcik manggilnya…ustad coba
subhanallah. sungguh ukhti Olen mendapatkan ustad memiliki suami seorang ustadz.
kalo ttg dikira malaysia, sepertinya semua org Indonesia disangka begitu ;p. Akupun pas ke Istanbul juga dikira begitu 😀
Aku kok merinding ya baca ini mas… kebayang lg pas kesana dulu, bangunan2 nya, ukiran2, tp yg paling berkesan ya mozaik2 kristen dan islam di dindingnya itu..apalagi tulisan Allah, Muhammad Yesus dan bunda Maria 🙂
yg bikin aku nyesel cuma, kita hanya semalam di sana, dan foto2 yg kuambil kebanyakan pake BB biasa -__- jd ga bisa digedein.padahal pemandangan di sana bgs2 bgt… eh, tp pas kita kesana Nov, ga ada antrian sepanjang itu mas.. masih normal lah…
Senasib…Semua dikira orang Malaysia ya. 🙂
Mungkin karena bukan peak season ya mbak? Saya ke sana pas weekend, jadi membludak antriannya. 🙁
bagus sekali mas ceritanya, setelah baca ini serasa saya sudah mengunjungi hagia sophia.
btw iya kayaknya mas kenapa malaysia lebih populer karna orangnya lebih banyak yang traveling. mungkin kalau orang indonesia lebih banyak yang traveling pasti lebih dikenal indonesiannya yang juga bisa berefek positif ke bidang yang lain.
Selamat sore mas Andi.
Terima kasih apresiasinya. 🙂
Entah mas, mungkin karena hubungan diplomatik Malaysia lebih bagus daripada Indonesia mungkin?
gw curiga om, jangan2 mereka emank gak tau indonesia, tpi taunya BALI, nah loh..
bisa jadi oms..
Wah, kalau saya sering disangka Filipino kalo ke luar negeri :]
Tulisannya bagus sekali Mas Farchan, sangat meracuni saya supaya bs segera ke Aya Sofya. Kalau dipikir-pikir, kalau sikap toleransi Sultan Mehmed bs dicontoh orang-orang sekarang, I think the world will be a better place…
travelitarius.blogspot.com
salam kenal kak Putri. 🙂
memang dunia akan lebih damai jika kondisinya terus demikian..
Amazing tenin mas. 😀
Subhanallah yaaa…
nice written as always!
thanks kak kennoy!
Ya mas, ga jauh2, yg dkt saja di Chatuchak Bangkok petugas wisatanya menyapa “Malaysia?surau?halal food” sambil antar ke surau, ramah sekali, pdhal mereka kan rebutan Patani, trus di Ho Chi Minh sama jua, tukang becak menyapa “Malaysia?Petronas Tower? Good”. Cuma di Jepang saja yg ga disapa.hahaha. Di Perth pun kami dikira dari KL oleh rombongan ibu2 Malaysia. Hobi banget ya mereka jalan2
Iya Mas, saya belum pernah ke Chatuchak. Namun rasanya ramah sekali orang-orang di sana. 🙂
bukti nyata ambisi kekuasaan
🙂
wah bagus sekali
subhanallah saya sampai merinding bacanya. saya teringin sangat nak pergi ke instambul dan melihat hogia shopia dan masjid sultan mahmed. insya allah saya akan menyusul.aminn
terima kasih atas ceritanya mas
terima kasih kembali ibu mimi.
subbhanallah sampai merinding bacanya. saya teringin sangat nak pergi ke istambul dan melihat aya shopia dan masjid sultan mahmed. insya allah saya akan menyusul. amin amin amin ya rabbalalamin
terima kasih atas ceritanya mas ini bisa untuk referensi traveler saya.
Makasih atas tulisan perjalanan ke HagiaSophia, Turki . Saya jadi mengetahui tentang sejarah bahwa perang salib pernah terjadi di Turki, namun karya karya Arsitektur kebudayaan Kristen tetap dilestarikan. Tuhan memberikan kekuasaan untuk menggusur kekuasaan lain. Sultan Mahmed juga tetap toleran terhadap bangunan bangunan berarsitektur Kristen. Hati nurani bisa menyuarakan bahwa sejarah perlu di wariskan kepada Generasi muda. Tadi saya juga baru mengetahui bahwa Bunda Maria pernah mengungsi ke Turki pada saat di Yerusalem terjadi perubahan sejarah bahwa orang Kristen di kejar kejar disana.
Betul, Mas. Bunda Maria wafat di dekat Efesus.
Tulisan mu ini lho mas.. Bikin serasa kita lagi ikut tour bareng.. ???
hehe. siap, mbak.