Pertama kali jalan-jalan gratis. Sulawesi Tengah. 2011
Pertama kali jalan-jalan gratis. Sulawesi Tengah. 2011

“Enak ya lu jalan-jalan terus, gratis lagi.”

Saya terkadang hanya nyengir bingung jika ada berkata demikian, bingung untuk menjelaskan iya, bingung untuk menanggapi juga iya. Biasanya hanya saya tanggapi dengan tersenyum dan berucap terima kasih.

Bagaimana ya? Apa jalan-jalan gratis di mata orang lain adalah sebuah pencapaian? Padahal itu bukan pencapaian dan jika dianggap pencapaian maka selalu ada harga di balik semua pencapaian, selalu ada resiko yang harus diterima

Pertama kali saya jalan gratis adalah di 2011, menyisihkan ribuan peserta setelah melalui proses panjang. Saya yang kala itu tidak punya portofolio apapun berangkat mengelilingi Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Sulawesi Utara. Gratis iya, enak iya, makan, transportasi, penginapan semua ditanggung. Apa susahnya?

Tapi semua ada konsekuensinya.

Perjalanan kala itu lebih 21 hari dan karena cuti sudah habis kekurangannnya saya izin dengan konsekuensi bulan depanΒ  25 % penghasilan bulanan saya dipotong karena perjalanan gratisan tersebut.

Kala kemarin bulan madu ke Turki pun saya bersyukur ada hadiah dari atasan istri yang membuat kami bisa ke Turki. Minimal dari perjalanan dan menginap saya tidak terlalu pusing, beberapa hotel di Istanbul memberikan diskon setelah saya email.

Atas kenyamanan tersebut saya menggunakan cuti alasan penting selama 10 hari, bulan depan penghasilan bulanan saya dipotong 50%.

Apa semua orang berani atas konsekuensi-konsekuensi seperti itu? Jika saya berani apakah orang lain berani? Apakah rela penghasilan dipotong sebesar itu untuk sebuah perjalanan gratisan?

Saya rela, tapi tidak semua orang mau seperti saya dan sanggup melakukannya.

2014 ke Subang juga Gratis. Tapi harus kerja membuat liputan.
2014 ke Subang juga Gratis. Tapi harus kerja membuat liputan.

Saya berani karena ini resiko saya, I’ll take my own risk. Di sini passion berbicara dan saya rela melakukannya, rela dengan resiko tersebut.

Beberapa orang bertanya tentang blog, bagaimana caranya blog menghasilkan uang, bagaimana bisa mendapatkan trip gratisan dari blog. Beberapa berbicara demikian.

“Enak ya cuma nulis dapat jalan-jalan gratis”

Enak kog, memang enak. Tapi boleh saya balik bertanya “Sanggup nggak pas liburan masih tetep nulis?”

Biasanya teman yang bertanya bengong, saya pergi.

Ada rasa tak enak sebenarnya, namun saya sudah enggan basa-basi. Ya itu tadi, barangkali memang banyak yang tidak tahu bahwa sesungguhnya tak ada yang benar-benar gratis di dunia ini.

Begini, jalan-jalan gratis, menginap gratis, barang gratis, endorsment gratis itu tidak datang tiba-tiba, ada proses panjang yang harus dilalui, tidak serta merta. Setiap apapun pasti ada proses panjangnya.

Satonda, saya ke sini gratis namun harus bekerja untuk promosi untuk Sumbawa
Satonda, saya ke sini gratis namun harus bekerja untuk promosi untuk Sumbawa

Mulai membuat travel blog di tahun 2011, di tahun 2013 saya baru bisa jalan-jalan gratis karena blog. Di 2013 juga saya putuskan migrasi ke domain dot com. Ini effort berat karena traffic yang turun dan saya harus susah payah membangun traffic blog lagi dari nol, dari mula.

Apakah atas semua gratisan itu tidak ada harganya? Investasi saya untuk hosting domain, untuk custom template blog, untuk maintain blog. Waktu untuk mengenalkan blog, menulis catatan perjalanan, memperbaiki tulisan. Semua itu ada waktu dan biaya, hanya untuk satu blog saja.

Dan bahwa jika terkait kerjasama dengan brand atau jalan-jalan bersama brand ada ketentuan yang harus dipenuhi, ada prasayarat dan di saat seperti itulah saya bekerja, bukan main-main. Ada deadline yang harus saya penuhi, ada tetek bengek lainnya yang juga harus saya taati.

Bukankah lebih nikmat yang jalan-jalan biasa? Tanpa terbebani kerja-kerja seperti yang saya lakukan?

Ke Makassar juga gratis, tapi harus bekerja menjadi guest speaker
Ke Makassar juga gratis, tapi harus bekerja menjadi guest speaker

Dari sisi tulis menulis, saya belajar otodidak. Teman, di saat kamu pulang kantor, bercanda-gurau, shopping dan pulang hingga larut malam. Bersyukurlah masih punya waktu untuk hal-hal yang menyenangkan. Sementara saya sesampai di rumah kembali berkutat denganΒ  buku dan berlatih menulis secara kontinyu setiap malam dan berakhir lewat tengah malam. Mempercayai jalan sunyi yang sedang saya tempuh.

Hitung juga malu yang harus saya gantung ketika berhadapan dengan klien. Tak terhitung pula penolakan-penolakan tulisan dari media. Hitung juga proses belajar memotret yang tidak sekali jadi.

Tidak semua perjalanan saya gratisan, lebih banyak yang dengan biaya sendiri. Dengan demikian saya menyisihkan uang saya untuk apa yang saya inginkan, jalan-jalan. Jika demikian ini soal prioritas, soal bagaimana menikmati hidup. Iya bukan?

Toh jika mau mengikuti gaya jalan-jalan yang saya lakukan, sebenarnya memprihatinkan. Tidur di dormitory, berjalan kaki jauh sekali untuk mengirit uang dan lain sebagainya. Tahukah kamu saat di Turki untuk bulan madu kami tidur di dormitory melulu tanpa ada momen berdua. Bukan tidur di kamar suite berlapis satin dan bertebaran bunga-bunga di tempat tidurnya.

Maukah menukar potongan gaji dengan kebahagiaan saat liburan?

Maukah menahan tidak membeli gadget mahal demi tiket pesawat ke tempat impian?

Maukah tidak makan di restoran demi menikmati makanan lokal di tempat tujuan?

Maukah tidak belanja baju-baju bermerk demi tidur tanpa baju dan berjemur matahari?

Ini soal pilihan sebenarnya. Hukum ekonomi berkata high risk, high return. Resiko yang saya lakukan, sebanding dengan apa yang saya dapatkan. Sederhana sebenarnya.

So, teman. Hidup ini sawang – sinawang. Bisa saja saat melihat saya kamu akan berpendapat apapun, tapi ingat tak ada makan siang yang cuma-cuma dan untuk sebuah hasil ada proses panjang di baliknya.

Lain kali mungkin jika bertanya “Wah enak ya kamu jalan-jalan lagi?”

Maka saya jawab

“Kamu mau dipotong gaji?”

Lalu saya pergi

Tabik.

NB : Tulisan ini terinspirasi tulisan sahabat saya, Titiw. Silakan baca di -> Karena Blogger Tidak Melulu Soal Gratisan

Follow Efenerr on WordPress.com

Warning: A non-numeric value encountered in /www/wwwroot/efenerr.com/www/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 997

86 KOMENTAR

  1. Kalau dulu “jalan sunyi”-nya adalah seperti yang tertulis di atas biar bisa “jalan-jalan gratis”, berarti sekarang kebalikannya. Jalan sunyinya adalah kerja keras biar bisa jalan-jalan bayar sendiri, soalnya semua pada mau yang “gratis”~

  2. TOP banget tulisannya,
    saya juga selama ini traveling gratis, tetapi dengan jadi crew di kapal pesiar yang artinya harus meninggalkan keluarga sampai berbulan-bulan.
    sanggupkah teman-teman semuanya seperti saya ?

    • Salam Mas Gede! πŸ™‚

      Terima kasih sudah mampir. Pastilah luar biasa kisah perjalanan di kapal pesiarnya. Salut Mas, semoga diberikan kesehatan untuk terus berkeliling dunia.

  3. Mas, kalo potong gajinya dikonversi sama biaya perjalanan dan masih gede biaya perjalanan, ajakin aku dong jalan-jalan gratis hehehe..

  4. Beberapa kali Alhamdulillah dapat juga jalan-jalan gratisan. Reaksi orang sama persis selalu bilang “enak ya dapat jalan-jalan gratis…” dan apa reaksi saya? Ya Alhamdulillah aja emang apalagi toh sama2 bingung jawabnya πŸ˜€

  5. Saya juga bisa jalan-jalan dengan murah keliling Bali setiap lewat jam 4.
    Karena saya berani untuk melepas prospek karir dan gaji bekerja di kota-kota besar.

    Saya salut sama tulisan ini oom Ef

  6. Jalan2, nulis di media, dpt honor….kelihatanya enak. Tapi nggak semudah ITU. Banyak bla bli blue blet. Apalagi kayak sampeyan yg masih kerja kantor, harus pintar atur waktu

  7. Iya mas. Sepakat akan hal ini. Semua punya harga dan konsekuensi yang harus di ambil. Bagi orang itu gratis, tapi sejatinya ada harga yang harus di bayar, walaupun itu tidak berbentuk uang Hihi.

  8. Hihi perjuangan mencari bahan tulisan aja udah nyiksa lahir batin ya seringnya. Diusir dr bandara subuh2, tdampar kyk jobless di kota megapolitan haha. Hidup Travel writer itu keras buuung

  9. Mas ef…. Jalan jalani aku mas, jalan jalani aku!

    …i totally agreed with this mas. You are awesome as always! Gak salah aku mengidolakanmu kyaaa kyaaaa

  10. Karena memang semuanya ada proses panjang yang tidak semua orang ketahui,mereka hanya melihat ” eh enak banget sih jalan – jalan gratis.” Padahal di balik semua itu..mesti begadang buat nulis,curi” waktu belajar nulis di tengah tugas menumpuk,dll

    πŸ™‚

  11. Yang namanya jalan-jalan, mau yang gratisan bahkan yang berbayar tentu ada konsekuensinya πŸ˜€
    Pengalaman dapet hampir 4 kali jalan-jalan gratis karena menang lomba foto, konsekuensinya banyak banget mulai dari gak dateng ke nikahan sahabat sendiri (gak enak banget rasanya), diomongin sama temen kampus gara2 jadi ketua divisi event malah jalan-jalan H-2 minggu, bikin orang sirik, dll.
    Kalo jalan-jalan berbayar alias duit sendiri sih konsekuensinya ya itu, rela puasa beli gadget buat tiket pesawat sama hotel. Berat tapi seneng πŸ˜€

  12. Aku juga alhamdulillah beberapa kali dapet jalan-jalan gratis bang, terus orang-orang bilang hal yang sama ‘enak ya jalan-jalan gratisan doang modal nulis’ hahaha aku cuma bisa ketawa ngikik bang πŸ˜€

  13. Benar 100%. kadang tidak semua yg gratis itu memang gratis. istilahnya, no free lunch. Dari gratis itu pasti ada ++ seperti nulis, foto, mengumpulkan portfolio, dll. Perjalanan untuk dapat “gratisan” ini juga panjang. Gak dikit org yg bertanya, dikasi saran untuk mencoba, trus komentar/ngeluh capek. Menyisihkan waktu kantor untuk update blog, belajar otak atik coding yg aneh, migrasi website yg aduuhh..ribetnya, yaah menjadi pembelajaran banget. so..mari hepi-hepi..because this is one way to the road of Awesomennes!

  14. Karena saya senang menulis, jadi tidak pernah merasa terbebani untuk menulis. Tapi saya setuju banget pernyataan yang bilang bahwa ini masalah prioritas. Saat teman saya senang gonta ganti gadget atau koleksi parfum harga jutaan rupiah, saya lebih senang koleksi tiket pesawat untuk jalan-jalan πŸ™‚

    Btw, salam kenal Mas πŸ™‚

  15. Kalau gratis belom pernah sih πŸ™ barter tulisan atau jasa yang lain sih pernah~~ Mau dong diajakin gratis, tapi nggak ngapa – ngapain~ jalan doang, liat – liat, nggak diminta ngapa – ngapain :p

  16. Aku sudah 2 tahun (lebih 2-3 bulan) nge-blog dan gak pernah jalan-jalan gratis. :'(
    Ke Tambora dan Satonda aja aku bayar sendiri.
    Kamu enak banget, Kak Chan! Mau dong elmuuu-nya! Biar bisa jalan-jalan gratis :))))) Ya ya?

    Ps: Aku mau ilmunya yang tidak dipotong gaji ya, Chan. πŸ˜‰

  17. Setuju sekali dengan artikel ini. Saya harus mengorbankan cuti dan melihat kening bos saya berkerut. Saya jg takut di cap tidak serius bekerja. Memutuskan untuk bersedia jalan2 gratis itu mengorbankan banyak hal. Terkadang saya waswas juga. Meski begitu, melakukan hal yang disukai itu menyenangkan πŸ™‚

  18. ceritanya sangat enak di baca,… dan ckup mmbuat org nyengir juga ketika di tanya kembali.. “Maukah menukar potongan gaji dengan kebahagiaan saat liburan?

    hehe.. semoga sy bisa mengikuti πŸ™‚

  19. Bener banget kak chan, semua itu butuh proses. Tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ohya kak, kantor kak chan ngasih izin juga ya selain cuti? Aku masih berstatus capeg, pingin juga ke LN sekali2, tapi belum ada izin. Denger2 kalo nanti minta cuti dengan alasan khusus juga bakal dipotong gaji.

    • Pasti ngasih Kak Liza. Tapi kalau izin, konsekuensinya adalah potong gaji.

      Kalau ke LN harus dengan izin menteri. Jadi pas mengajukan cuti juga sekaligus mengajukan izin ke luar negeri.

      Demikian kak.

  20. Setujuuh mas, Saya juga sering jalan – jalan gratis tapi kudu ngopeni peserta tour, nyari mereka kalo ilang, kadang bantuin barang bawaan mereka. Dan saya sangat menikmatinya. Lagi suka baca tulisan nya mas Ef salam kenal dapat rekomendasi dari suami buat mampir ksini.

  21. Hem, saya baca ini jadi senyum2 sendiri mas.Kadang saya juga sering tanya pertanyaan yang sama ke teman yang jalan2 gara2 blog.
    Salut sama perjuangannya, mas :))

    Mas dapet jalan2 gratis itu dari lomba gitu kah mas? Penasaran nih, pengen ikutan jejaknya. Hehe.

  22. Setuju banget! Semua orang pasti suka yang gratisan tapi ngga semua orang bisa melewati tantangannya. Saya juga suka travelling tapi dari kantor Sewa kantor Get Realty hehe dan itu juga dinas ke Jogja. karena waktu terbatas kita pake jasa rental mobil jogja semberani dan sisanya? Ngga ada waktu sisa! Se-gratis apapun kalo judulnya “dinas” pasti ngga ada having-fun-time-nya sama sekali πŸ™
    Thanks ya udah share πŸ˜€ Keren! Keep blogging!

  23. ada yg harga yg harus dibayar, ada banyak pelajaran yg bisa didapatkan dan buah yg dipetik ketika mau menjalani proses

    sayang tak semua orang mau berproses, begitu kk Chan? mau donk ke timur gratiss

    • Biasa ituh…, gak ngerti terus sirik… Padahal yg namanya gratis ya harus ada imbalan dengan paling gak bikin review yang harus disertai foto2 jg dong. Kira enak jalan2 mesti sambil bawa2 laptop,atau plg enggak nyatet sepanjang perjalanan. Buka mata jika ada yg tdk terlihat oleh org lain dan menarik…
      Halah, kok panjang amat komennya… Jalanin saja ya mas and be happy ^_^

  24. Bener mas Ef, aku ke jepang byk tmenku yg bilang “wah asik iki sek jalan2 gratis penak tenan” mereka tau’a jalan2 doang d jepang padahal kyak bgiNIAN tuh rela ninggalin skripsi 2 bulan, rrsikonya yya lulusnya lama “Aku iso dolan neng jepang, belajar pertanian gratiisss, tpi skripsiku molor, lulus juga pasti molor, hhhhh ”
    ganbatte kudasai mas Efenerr

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here